Chapter 15

494 40 6
                                    

Hampir sebulan sejak kejadian itu, dan Seokjin menepati janjinya. Tidak menemui Jisoo lagi. Atas bujukan dan desakan Jennie , Jisoo kembali bekerja di perusahaan Seokjin, lagipula bujukan Jennie ada benarnya juga, Jisoo butuh gajinya untuk menghidupi mereka semua. Dan selama sebulan itu Seokjin, sang CEO menjadi orang yang paling sulit dilihat di kantor, jika tidak sedang melakukan perjalanan bisnis, lelaki itu mengurung diri di ruangan kerjanya dan tidak keluar-keluar. Sesekali Jisoo masih berpapasan dengan Minhyuk, lelaki itu masih bekerja di sini, Seokjin tidak jadi memecatnya, sepertinya dia dan Seokjin sudah berhasil menyelesaikan kesalahpahaman di antara mereka.

Dan Jisoo merindukan Seokjin. Dia sudah bertekad melupakan Seokjin, tetapi hatinya punya mau sendiri, kadang dia menatap lift khusus direksi yang menyambung langsung ke ruangan Seokjin dengan penuh harap. Berharap tanpa sengaja dia melihat Seokjin keluar dari sana, melangkah ke parkiran mobilnya. Tuhan tahu betapa ia bersyukur seandainya saja dia bisa melihat Seokjin, biarpun hanya satu detik, biarpun hanya dari kejauhan. Tapi entah kenapa Seokjin seperti punya pengaturan waktu sendiri agar tidak bertemu Jisoo.

Sore itu Jisoo melangkah memasuki apartemennya dengan lunglai, dia tidak enak badan, sedikit panas dan meriang, jadi dia minta izin pulang cepat. Ketika memasuki ruang tamu, dia mendengar suara tawa dari ruang tengah. Suara Jinyoung dan dokter Jennie . Dokter Jennie sudah mendapat izin Seokjin menggunakan setengah hari kerjanya untuk melakukan terapi khusus pada Jinyoung. Terapinya sudah membuahkan hasil, Jinyoung sudah bisa menggerakkan jari-jari kakinya, sedikit mengangkatnya dan melatih saraf-sarafnya. Optimisme bahwa Jinyoung akan bisa berjalan lagi semakin besar.

Jisoo melangkah ke ruang tamu dan melihat Jinyoung sedang duduk di kursi rodanya sedang dokter Jennie menuangkan teh untuknya, sepertinya session terapi sudah selesai. Jinyoung mendongak ketika merasakan kehadiran Jisoo dan tersenyum lebar, mengulurkan tangannya. "Hai sayang."

Dengan senyum pula Jisoo melangkah mendekat, menyambut uluran tangan Jinyoung. Lelaki itu membawanya ke mulutnya dan mengecupnya. "Bagaimana session terapi kali ini?" tanyanya lembut.

Jinyoung tertawa dan Jisoo mengamatinya dengan bahagia, Jinyoung banyak tertawa akhir-akhir ini. Lelaki itu makin sehat, warna kulitnya juga sudah jadi cokelat sehat, tidak pucat pasi seperti dulu. Badannya sudah berisi dan tampak lebih kuat. Jinyoung sudah menjadi Jinyoungnya yang dulu, yang penuh tawa dan vitalitas, dengan semangat hidup yang memancar dari dalam dirinya. "Aku tadi sudah belajar berdiri, sulit sekali Jisoo sampai keringatku bercucuran, tapi aku senang sudah sampai di tahap sejauh ini." jelas Jinyoung bahagia.

Jisoo membelalakkan matanya senang. "Benarkah?" dengan gembira ditatapnya dokter Jennie . "Benarkah dokter?"

Dokter Jennie mengangguk dengan senyum dikulum. "Perkembangan Jinyoung sangat pesat Jisoo, aku optimis dia akan bisa berjalan lagi."

Dengan bahagia Jisoo memeluk Jinyoung erat-erat. "Oh aku bangga sekali mendengarnya sayang!" serunya dengan kegembiraan murni.

Tapi tiba-tiba Jinyoung melepaskan pelukannya dan menatap Jisoo sambil mengerutkan alisnya. "Sayang, badanmu panas."

Gantian Jisoo yang mengerutkan keningnya lalu meraba dahinya sendiri. "Benarkah? Aku memang merasa tidak enak badan, makanya aku pulang cepat."

Dengan cemas, Jinyoung menoleh ke arah Jennie . "Dokter, badannya panas bukan?"

Jennie segera mendekat dan menyentuh dahi Jisoo lembut. "Benar, kau panas Jisoo, apakah kau terserang flu?"

Jisoo menggelengkan kepalanya. "Tidak, saya tidak pilek ataupun batuk dokter, tapi ada masalah dengan perut saya, akhir-akhir ini saya sering memuntahkan makanan yang saya makan, makanya badan saya terasa lemah dan..."

A Romantic Story About Kim Jisoo (Jinsoo) CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang