Chapter 6

513 28 3
                                    




Jisoo terbangun sendirian di ranjang itu. Seokjin sudah tidak ada. Yah lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartement ini? Tapi entah mengapa Jisoo merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan Seokjin di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

Bodoh! Apa yang kau pikirkan Jisoo? Kau hanyalah pacar simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada Jinyoungyang harus kau cemaskan.

Jisoo melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Seokjin bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahana-nahan diri.

Ketika mengaca Jisoo mengernyit. Dari Leher, dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman Seokjin. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Jisoo, dan Jisoo yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar Seokjin! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher? Jisoo belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya.

Percintaannya dengan Jinyoung selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Jinyoung bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Jisoo tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar Seokjin bodoh! Gerutunya sambil mencari-cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazer, Jisoo merapikan rambutnya, lalu segera melangkah keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi.

Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Jisoo merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya. Jisoo lupa tadi belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Seokjin hampir tidak pernah membiarkan tidur nyenyak tiap malam.

Dengan memaksakan diri Jisoo naik ke dalam bus menuju kantornya.

***

"Wajahmu pucat sekali." salah seorang temannya memandang Jisoo dengan cemas ketika Jisoo mendudukkan diri di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.

Jisoo memegang pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Tapi tetap dipaksakannya tersenyum.

"Tidak apa-apa, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti lumayan baikan."

Tapi ternyata tidak, rasa pusing itu makin menusuk nusuk di kepalanya terasa nyeri, bahkan untuk menolehkan kepalanya saja terasa sangat sakit, badannya juga sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis dipukuli. Jisoo bertahan dengan tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya makin tak tertahankan.

"Jisoo coba kesini sebentar, lihat draft pemasaran ini bagaimana menurutmu?" salah seorang rekannya memanggilnya.

Dengan mengernyit Jisoo mencoba berdiri, tubuhnya limbung sejenak, tapi dia berdiri dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja.

Lalu setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkahkan kaki ke meja rekannya. Tapi tiba-tiba rasa nyeri tak tertahankan menyerang kepalanya dan semuanya menjadi gelap.

***

"Pingsan?!"

Seokjin setengah berteriak kepada Minhyuk yang menyampaikan kabar itu padanya.

"Kapan? Dimana?!" Seokjin mulai berdiri dari balik meja besarnya.

Minhyuk hanya duduk santai di sofa kulit hitam di ruangan kantor Seokjin.

A Romantic Story About Kim Jisoo (Jinsoo) CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang