Lelaki itu marah, marah besar padanya.Jisoo bisa merasakannya dari suasana pagi itu, ketika mereka bersiap-siap berangkat ke kantor.
Semalaman Jisoo tidak bisa tidur, dan Jisoo yakin Seokjin juga tidak tidur, karena lelaki itu bergerak dengan gelisah sepanjang malam.
Suasana tegang di waktu sarapan pagi itu terasa seperti kawat berduri yang direntangkan, siap putus dan melukainya.
Ia tidak menyukai suasana seperti ini, lebih baik Seokjin meledak-ledak marah seperti kemarin, setidaknya semua kemarahannya terlampiaskan, tidak seperti sekarang.
Lelaki itu murka, tetapi menyimpannya sehingga membuat seluruh dirinya tegang dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Kita berangkat bersama." desis Seokjin setelah membanting serbet makannya ke meja.
Tangan Jisoo yang menyuapkan roti ke mulutnya berhenti di tengah-tengah.
"Apa?"
"Kita berangkat bersama-sama." ulang Seokjin datar.
"Tapi..."
"Tidak ada tapi Jisoo." sela Seokjin kasar lalu berdiri dengan marah ke pintu. "Ayo cepat!"
Dengan gusar lelaki itu membukakan pintu mobil untuk Jisoo, dan membantingnya ketika Jisoo sudah duduk di kursi, tanpa dapat membantah, tanpa dapat memberikan perlawanan.
Sepanjang jalan, lelaki itu menyetir dengan sangat kasar, seolah-olah melampiaskan kemarahannya. Jisoo hanya duduk berdiam, tidak mau melakukan apapun yang dapat memancing kemarahan Seokjin.
"Nanti kau pulang denganku! Kau dengar itu? Kau datang ke ruanganku setelah jam kantor, kita pulang bersama!" gumam Seokjin tanpa mau dibantah ketika menurunkan Jisoo di lobby kantor.
Hari ini berlalu dengan amat lambat bagi Jisoo, perasaannya tidak enak, sampai kapan Seokjin akan marah padanya? Sampai kapan Seokjin akan bersikap seperti ini kepadanya?
Dia tahu dia bersalah, tapi dia kan sudah meminta maaf? Lagipula kenapa permasalahan kecil semacam ini begitu dibesar-besarkan oleh Seokjin? Pemikiran itu masih berkecamuk di kepalanya ketika keluar dari lift yang mengantarkannya ke ruangan pribadi CEO perusahaan.
Sebenarnya Jisoo tadi bermaksud pulang sendiri dan mampir ke rumah Sakit menengok Jinyoung, memanfaatkan waktu bebasnya yang dijanjikan oleh Seokjin pada waktu perjanjian awal mereka.
Tapi dengan ancaman Seokjin tadi pagi, Jisoo tidak punya pilihan lain selain menuruti permintaan Seokjin untuk menemuinya di ruangannya sepulang kerja.
Meja sekertaris Seokjin sudah kosong, dengan pelan Jisoo melangkah ke pintu besar ruangan Seokjin, mengetuknya pelan.
"Masuk."
Sebuah suara mempersilahkannya dari dalam. Jisoo masuk dan menutup pintu di belakangnya, ketika membalikkan badannya dia terpaku.
Bukan Seokjin yang ada di sana, tetapi Minhyuk, lelaki itu sedang duduk santai di sofa, menyesap segelas brendy, menatap Jisoo dengan penilaian santai yang sedikit kurang ajar.
"Seokjin menyuruh saya kesini jam pulang kantor." jelas Jisoo terbata.
Minhyuk tersenyum, masih duduk santai di sofa sambil menatap brendynya yang tinggal seperempat gelas.
"Aku tahu, Seokjin menyuruhku menunggumu di sini, dia sedang menemui tamu penting dari Jerman di ruang pertemuan."
"Oh."
Jisoo tidak tahu harus berkata apa, suasana terasa sangat canggung. Entah karena Jisoo memang tidak kenal dekat dengan Minhyuk, atau karena sikap santai palsu yang ditunjukkan Minhyuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Romantic Story About Kim Jisoo (Jinsoo) Complete
Romance"Dalam hidupnya, impian Kim Jisoo hanyalah ingin menjadi wanita yang biasa-biasa saja. Dia ingin menikah dengan Park Jinyong kekasihnya, membentuk keluarga kecil yang bahagai lalu seperti akhir kisah klise lainya: bergandeng tangan diusia senja, mel...