Traumerei Five

125 14 1
                                    


Ketika ingin bergegas pergi untuk mengantarkan dokumen tertinggal sang kakak, langkah Juna dibuat tertahan saat akan berbelok. Dia terdiam bersama kepalanya yang tertoleh dan mata yang fokus melihat sosok yang sangat dikenalinya sedang duduk dikursi tunggu seorang diri.

Alih-alih kembali bergegas, Juna justru memutar tubuh untuk menghampiri sosok tersebut.

Seolah sadar akan kehadirannya, sosok itu berdiri dan menoleh kearah Juna yang sudah hampir sampai, membuat Juna untuk yang kedua kali menahan langkahnya. Dia merasa terkejut melihat penampilan sosok yang berjarak tiga langkah darinya.

Terlihat berantakan dan memprihatinkan.

"Juna, lo disini? Ngapain?"

"Lo sendiri ngapain? Itu dagu sama lutut lo kenapa, Lu?" tanya Juna khawatir. Tangannya menunjuk bergantian perban yang ada didagu dan dilutut Lula.

Lula reflek meraba-raba dagunya bersama sedikit ringisan. "Ah, ini?"

"Sobek. Dikit kok. Gara-gara jatuh." Ringisan itu berubah menjadi cengiran tengil nan bangga, seolah-olah itu bukan masalah serius.

Juna geleng-geleng tak mengerti mendengar jawaban Lula. Sekarang lelaki itu yang gantian meringis bersama mata yang tak lepas dari wajah Lula.

"Lo kok hobi banget jatuh, huh?"

Lula menaikan salah satu alisnya bersama delikan samar. "Mana ada? Namanya juga kecelakaan, nggak ada yang tau."

Juna terkekeh kecil, tanpa sadar kepalanya terangguk-angguk.

"Lula."

Merasa namanya terpanggil, Lula menoleh bersamaan dengan Juna yang ikut menoleh ke sumber suara. Mereka mendapati Bona yang tengah berlari kecil menghampiri dengan sebuah bingkisan kecil yang terayun-ayun.

"Ditungguin, lama banget. Kakak darimana?" protes Lula, wajahnya tampak kesal.

Bona mengangkat bingkisan ditangan ke udara. "Habis nebus obat. Ayo pulang." Dia menggandeng tangan Lula.

Namun saat akan melangkah, perhatian Bona langsung teralihkan oleh Juna yang berdiri disebelahnya begitu matanya tak sengaja melirik. Dia benar-benar tidak sadar akan keberadaan lelaki itu.

"Oh maaf, siapa ya?" tanya Bona penasaran, menatap Juna yang baru saja memberi sapaan sopan dengan membungkuk sekilas.

"Temen kampus ku, kak. Namanya Juna." Lula memperkenalkan Juna pada Bona. Mereka berdua lantas saling berjabat tangan dan memperkenalkan diri.

"Juna Aksara, kak. Salam kenal."

"Bona Matthew."

Bona tiba-tiba menjetikan jarinya saat teringat sesuatu, terlebih saat nama belakang Juna melintas dipendengarannya.

"Jangan bilang, kamu adiknya Shaki?"

Juna tersenyum dan mengangguk. "Iya kak, aku adiknya kak Shaki. Kenapa kakak bisa tau?"

"Tiba-tiba inget marga dia. Eh, ternyata emang bener kalo kalian kakak adik." Bona terkekeh-kekeh.

"Mau ketemu Shaki ya?" tanya Bona menebak.

"Ngomong-ngomong kak Shakinya ada nggak kak? Aku mau anter dokumen dia yang ketinggalan." ujar Juna tampak canggung.

"Coba kamu tengok dia di nurse station, kebetulan tadi aku sama dia papasan disana, siapa tau masih ada orangnya."

"Terima kasih informasinya kak."

"Kalo gitu kita duluan ya Juna." Pamit Bona undur diri, lalu menuntun Lula. Mereka saling berbalas bungkukan badan singkat sebagai tanda perpisahan.

TRÄUMEREITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang