01. Bangun tidur panjang

105 33 30
                                    

"Bagiku lebih lama 3 hari saat bersamamu, dibandingkan 3 tahun terbaring koma, namun sayangnya 3 hari itu adalah hari-hari terakhir untuk kita bersama" Baruna

*

23 juli 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23 juli 2019...

Dalam keheningan malam yang gelap gulita di pulau terpencil Matasiri, Baruna merasa dirinya hancur.

Marilla, kekasihnya, terbaring lemah di dekatnya dan tidak memberikan respon.

Baruna, meskipun dirinya penuh luka dan tidak dapat berdiri, merangkak mendekati Marilla dengan tekad yang kehilangan.

"Mar!! Aku di sini!" serunya dengan suara lirih penuh keputusasaan. Dia berusaha untuk menempatkan kepala Marilla di pangkuannya, meskipun tangannya gemetar dan tubuhnya dipenuhi luka-luka.

"Za-bar," Marilla menyentuh wajah Baruna dengan tangan gemetar. Wajahnya yang pucat dan bulir air mata yang mengalir di pipi Baruna membuat Marilla terus menyeka air mata itu dengan lembut.

"Mar, kamu harus bertahan! Kita pasti keluar dari sini," kata Baruna dengan suara penuh keyakinan, meskipun hatinya dirundung kecemasan. Dia menatap wajah Marilla yang semakin pucat dengan mata yang nanar.

"Za-bar, jan-gan ting-gal-kan aku sen-dirian! Ka-mu jan-gan pe-rgi!" Marilla terbatuk hebat, darah mengalir dari mulutnya, membuat Baruna semakin panik.

"Aku tidak akan pergi! Kamu jangan banyak bicara, kita pasti selamat. Jangan bicara dulu," bisik Baruna sambil memeluk erat tubuh Marilla.

Tangannya yang lemah terletak lemas di paha Baruna, dan Marilla telah memejamkan matanya sepenuhnya.

"Mar!! Jangan pergi dulu!" gumam Baruna sambil memeriksa denyut nadi Marilla yang masih ada, meskipun sangat lemah.

Dengan suara parau, Baruna berteriak minta pertolongan. Dia tidak ingin melepaskan pelukan pada Marilla.

Tangis histeris Baruna semakin membesar. Hatinya sudah mantap, dia bahkan sudah merencanakan ungkapan cintanya, tetapi takdir Tuhan bergerak lebih cepat darinya.

Sekarang, dia terlihat begitu menyedihkan dan hancur.

Baruna terjatuh dalam keputusasaan yang melanda dirinya. Dia merasakan kehilangan yang mendalam dan tak tergantikan. Dia duduk di samping Marilla yang terbaring tak berdaya, memeluk tubuhnya dengan erat.

Dalam kegelapan yang melingkupi mereka, Baruna merenungkan takdir yang tak dapat ia kendalikan.

24 juli 2019...

Saat mereka tiba di rumah sakit, mereka segera dibawa ke unit perawatan intensif dengan brankar yang diletakkan berdampingan.

Hanya sebatas tirai yang memisahkan dua sejoli ini. Masing-masing dokter dengan sigap memeriksa keadaan kedua pasien yang terbaring lemah dan penuh luka ini.

TACENDA SWASTAMINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang