Semesta merayakan semua tangis saya sebagai kembang api meriah atau pasar malam dengan wahana paling seru selama empat tahun ini. Saya memandang kesenangan bumi sebagai kutukan jatuh cinta, Griz bukan milik saya sampai saat ini. Tidak, saya tidak dendam. Sebab, ini sudah hampir bertemu pada paragraf akhir.
Dunia yang saya hidupkan memakai namamu Griz, kini sudah mulai saya akhiri perlahan. Sejauh delapan tahun mengenalmu berserta setengahnya menaruh hati untuk menyayangi kamu, saya tidak pernah merasa sia-sia walau pada akhirnya harus mengikhlaskanmu, Griz.
Di tepi bagian selatan, saya menyaksikan dirimu meraih segala doamu semasa putih biru. Dan aku hari ini adalah manusia paling lapang untuk segera pulang tanpa membawamu lagi di saku celanaku. Saya pula sudah tidak sesak ketika melihat perempuan lain berada di jok belakang motormu atau kamu mengajaknya menikmati sepiring kehangatan cinta kala hujan.
Lalu, persoalan ice cream tiga rasa bertema istrimu, tanpa tidur menunggu tulisan kemarahan mu terhadap bahasa Indonesia, kaos oranye terkepul asap serta celana jeans panjangmu, telah saya kembalikan bersama rona keikhlasan melalui senja di jendela asrama mu di sebrang barat.
Griz, saya perempuan bernama mawar, manusia nomor satu suka mengeluh di hadapanmu, yang selalu menuliskanmu surat bagaimana kabarmu hari ini. Segala puisi kemarin bersama perasaan terpaksa agar orang tidak menyadari bahwa benar kamu itu, Griz, semuanya sudah tersusun baik untuk kamu bawa pergi juga sisanya saya bawa pulang.
Saya pamit, Griz. Saya benar melepaskanmu tanpa berkata saya tetap di sini menunggumu kembali. Terimakasih telah menciptakan sayang agar saya pelajari setelah hari-hari tanpa segala dirimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
G R I Z
RandomIsi segala susah-susah dikepala tersusun dalam nama; Griz. Pemilik tapak kaki paling ku ingat nyaringnya di kelas.