limabelas

29 5 1
                                    

Handphone diatas meja itu mendering bersamaan.
"Hanna, cepat lari keluar dari sirkuit, disini ada kebakaran" suara Michelle panik.
"Kenapa, kamu dimana?"
"Cepat!" disaat itupun para pengunjung sirkuit berhamburan setelah fire alarm mendering lantam membuat atma ketakutan.

"Kamu dimana?" dengan nada kebingungan sekaligus panik melihat asap hitam menggelung gelung ke langit malam.

Abu bertebaran diudara, hawa panas malam ini menyebar ke kulit, kerumunan membuat bising suasana. Cahaya raksasa merah itu melahap habis habisan disekitarnya dengan gelak tawa, seperti hewan buas menemukan anak rusa.

Pergelangan Hanna ditarik tiba tiba, ia hampir saja terseret ditengah kerubungan dibalut lari ketakutan. Kata terkunci diujung mulut, kaki hampir terkilir, kuping masih mendengar suara jerit tercekat melengking jauh ke udara.

Michelle masuk kedalam mobil berseru menarik lengan Hanna, setelah pintu tertutup mobil kapasitas empat orang itu diisi melebihi kapasitas, delapan orang, melaju meninggalkan sirkuit. Sempit, terhimpit. Mobil kapasitas empat orang diisi dua kali lipat. Kursi belakang diisi lima orang Michelle, Hanna, tiga perempuan yang tidak dikenal, dua orang disamping kursi penumpang saling mangku memangku, untuk keamanan bersama dikursi pengemudi sendirian.

Kesempatan dalam kesempitan tawa masih ada dilingkaran kebersamaan, seolah kejadian satu menit berlalu begitu saja. Aku menjadi penumpang yang pertama turun dari mobil itu, melangkah turun melambaikan tangan, "thank u, ya".

Gadis gadis didalam mobil itu berseru saling geser, pengemudi setiap menit menggerutu setiap ada gerakan yang menggangu menyetirnya. Michelle mendongak keluar jendela melambaikan tangan, "hati hati" teriak Hanna.

"Jam segini baru pulang" Hanna meregangkan bahu terkejut mendengar suara ibunya dibalik pagar, "Ade kamu juga jam segini belum pulang!".

"Coba aku telpon dulu" Hanna mengklik klik layar gadget.
"Udah Mama telpon, Berkali kali gak diangkat sama sekali. Punya hp gak bisa ditelpon mending dibuang aja!" Hanna menelan ludah siapa yang salah siapa yang dimarahin, "cari ade kamu, suruh dia pulang, sekalian!"

Hanna mengayuh sepeda mengintari jalan perumahan hingga jalan raya dengan mata elang. Sudah hampir puluhan hingga ratusan telpon kepada ananda tidak kunjung diangkat, sialan adik satu ini. Ketemu habis kamu Raja. Sudah menilik warnet, lapangan bola, warung kopi yang biasa dikerumuni bujang bujang puber berdakwah hingga pagi buta. Hanna hilang akal, dimana dia bermain, apa yang dia lakukan, dan makin mengerucut apa yang dia suka dan dia tidak suka. Ia tidak tahu sama sekali.

Rajayian, nama adik satu satunya Hanna, ibu membuat keputusan dua anak sudah cukup, sudah cukup pusing tujuh, puluhan, ratusan, hingga milyaran keliling. Dimulai Raja bisa merangkak semua tempati ia susur, bisa berjalan Raja berlari mengejar apapun, ayam entah milik siapa, mengejar motor yang lewat hingga ia kehilangan keseimbangan membuat lutut, sikutnya lecetpun tidak terasa. Raja merengek sebentar, melihat burung liar mendarat ditanah Raja menghampiri, melonjak lonjak saat burung itu terbang, Rajayian menggapai gapai hingga ia memanjat, dan terjatuh.

Bapak bapak memegang lengan anak kecil sambil menangis nangis mengetuk pintu rumah, bertanya pada ibu bahwa anak ibu membawa kura kura anak kami. Bapak itu mengarahkan tabletnya kepada ibu, vidio diambil dari camera cctv seorang anak kecil mendorong temen mainnya hingga terjatuh lalu membawa kura kura keluar rumah.

Raja dipanggil, diinterogasi dimana kura kura milik temanmu ini, Raja jawab "dikamar", namun tidak ditemukan, bapak bapak bersama anak yang menangis itu ikut mencari cari dibawah kasur, lemari, sofa, kulkas tidak ditemukan. Tiba tiba teriak anak perempuan dikamar mandi ialah Hanna, Kura kura itu mengambang badannya terbalik dibathtub.

Ibu mengambil kura kura terlihat sekarat itu, diberikan kepada bapak anaknya yang makin menangis menjadi jadi melihat kura kuranya tak bergerak sama sekali. Ini bukan hal yang pertama dilakukan Rajaysialann, anak ayam, kucing, puppy, kadal, marmut entah ia dapatkan dari mana jika sudah ditangannya tidak akan diberi kesempatan hidup. Tiada hari tanpa pukulan, tamparan, sabitan dari ayah. Rajayian terus tumbuh dengan kenalan nakalan yang ia buat, hingga ibu dan ayah menyerahkan anak bungsunya untuk bersekolah yang mengajarkan ilmu ilmu agama dan sekaligus pendidikan dasar.

mati ditubuh yang tumbuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang