enambelas

38 4 0
                                    

.
..
...

... tokoh, tempat, organisasi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif.
.
.
.
.
.
.
.

Tangkai pintu studio didorong dari luar, melangkah masuk. Suara pintu otomatis tertutup kembali memuat seseorang didalam studio terkejut didepan monitor meneloh, "Eh, Kak Karin?".
"Oi!" Karin membalas dengan senyuman, menyimpan buku tebal itu ke sofa.

Ozzie kembali fokus ke layar monitornya.
"Demi APA?" pekik Karin memuat Ozzie terperanjat mengusap usap kupingnya, "Astaga, Kak" pekikkan itu sangat dekat dengan indra pendengarnya, hampir saja gendang telinganya pecah. "Kamu diam diam ternyata selangkah lebih maju, ya, zie?" Karin  hampir tidak percaya saat melihat isi tampilan layar monitor itu.  Ozzie manarik kursi yang tumbang itu berdiri, didudukinya dengan wajahnya merah padam.

Karin menggenggam mouse, menarik kursi, memasang mata serius, bibirnya membaca dengan cermat isi email "SE-- LAMAT" Karin mengeja dengan lamat lamat pernapasannya membuat bahunya naik turun, " Selamat dan sukses kepada Ozzie Sumorgan lo-- loosss mengikuti program beasiswa KENNEDY LUGAR Youth Excharge Study tahun 2045-2046 Pertukaran Pelajar dari Indonesia ke Prancis. What! Prancis? why not US?" Karin bertanya dengan gerakan tangan terbuka lebar.

"Je suis amoureuse de I'Eiffel" pelafalan bahasa Ozzie terlihat sudah matang Karin bisa membaca nadanya, orang yang baru dengan yang sudah mendalami. Dia sudah mendalami.

"Apa bagusnya sih, sebongkah besi menjulang tinggi yang bau pesing dan banyak scam"
"Hey. Hey!", Ozzie tidak terima, "Come on, u have many trophies, tidak boleh berkata seperti itu?"
"Aku mengatakan faktanya begitu?" Karin membuka tangan lebar lebar, "US is more suitable country to studying abroad".

"The music industry in Europe is better"
"Just coz the music industry? Amerika punya segalanya."
"Eropa lebih minin resikonya"
"Just coz of the risk?"

"Aku tau, tapi" Ozzie sengaja memotong penjelasannya, "APA?" dengan nada melengking. "Tapi, Kak Karin please luangin waktu sehari aja buat ikut tampil diacara festival sekolah nanti, ya" Ozzie memohon, "Kak Karin nggak perlu ikut latihan, suara Kakak udah bagus, nanti aku kasih tau lagu apa aja lewat grub, paling sebelum H-1 geladi bersih bentaran doang kok, ya, please."

Karin melipat tangan mendongak dagu, "Sebutin alasannya dengan jelas kenapa kamu ngebet banget pengen tampil di festival, gue tau festival itu acara gede. Ditonton semua warga Nebud (Negeri Budaya), wartawan pasti datang karena ada beberapa artis terkenal yang diundang, bakalan banyak cameramen juga dan itu bakalan tayang langsung dikanal sekolah yang memiliki sepuluh juta langganan. "

Garis bibir Ozzie naik, ada maksud lain dalam artian cengiran itu, "jelasin dengan sikat, dan jawaban kamu bakalan jadi pertimbangan keputusan gue untuk ikut festival nanti".

"I'll take the video, put it in my portfolio and it will be a plus" Ozzie mengatakan dengan sekali napas.

Karin melepaskan lipatan tangannya, mengangguk, melenggang meninggalkan Ozzie sendirian di studio. Dia menyadarkan punggung disofa terlihat lemas, frustasi, ia salah bicara? apakah jawaban tersebut terlalu naif karena alesanya hanya untuk kepentingan diri sendiri. Tapi, hanya itu satu satunya alasan yang logis, daripada memberi tahu bahwa dia ingin tampil untuk dilihat seseorang sebelum pergi jauh dan diwaktu yang lama.

Ozzie merengek diatas sofa hingga terguling dan memuat sebuah buku tebal mendarat diwajah, tibanan buku tebal itu menyetrum tulang hidungnya. Kesal, buku tebal dilempar sekuat amarah hingga menabrak dinding peredam ruangan.

mati ditubuh yang tumbuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang