sebelum satu

37 4 0
                                    

Eskalasi, 2045

Kondisi yang jauh lebih tegang. Rupiah naik setiap tahun, hingga tepat Di 100 Tahun RI Merdeka. Rupiah menguat, nilai ekspor produk menjadi lebih tinggi. Pengembang sektor pariwisata dalam negeri untung besar menerima devisa, hingga mendorong stabilitas kurs dalam jangka pendek. Transportasi publik memadai dari kota besar ke kota kecil dengan mengunakan Kereta Rel Listrik. Bus Listrik setiap satu jam sekali beroperasi, disetiap rute wilayah kota kecil ke perkampungan atau pedesaan  yang banyak permukiman penduduk. Pembangunan infrastruktur 99% sudah merata hingga kawasan perdesaan terpencil  dari ujung barat hingga ujung timur. Kendaraan pribadi sudah sepenuhnya menggunakan bahan bakar listrik.

Generasi muda gembar gembor menghasilkan produk yang bisa menembus pasar internasional, salah satunya kerajinan tangan, asli Indonesia, dan sudah dikenal luas oleh dunia.

Semua sekolah gratis dan wajib sekolah 18 tahun, menggunakan penerimaan siswa dengan sistem zonasi, menteri pendidikan mengatur gizi generasi penerus dengan memberikan makan siang dan susu disetiap sekolah dan memberikan tablet penambah darah khusus anak perempuan setiap satu bulan sekali.

Panti panti sosial disubsidi oleh negara, generasi tua kelas apapun berhak memilih, untuk tinggal di Panti dengan gratis. Menghabiskan hari tua bercengkrama bersama dengan rambut yang memutih seutuhnya, hingga akhir hayat tiba, jika memiliki aset. Aset akan diwariskan 1:1 dengan hukum yang  sudah tertulis oleh lembaga legislatif bersama lembaga eksekutif. 50% untuk negara dan 50% untuk keturunannya pembagian sesuai isi surat wasiat beliau tinggalkan.

***

Anak lelaki menaiki lantai podium, langkahnya senang. Bagaimana tidak dia akan menerima penghargaan karena bertahan diperingkat umum tiga tahun berturut turut. Aku ikut kagun dan bangga melihat sahabatku berprestasi. Dia membuat darahku mengalir ambisius menyala nyala, aku selalu semangat bangun pagi dan berangkat ke sekolah setiap hari. Hingga aku tidak pernah absen untuk masuk sekolah sampai upacara kelulusan. Aku juga menjadi giat belajar, hingga malam, sampai aku jatuh cinta dengan buku matematika karena setiap malam aku membukanya, angka itu menari nari dengan pena yang kulantunkan. Diatas kertas dan pena sebelum tidur mengerjakan tugas tugas hari ini dengan harap besok pagi aku bangun dengan bugar.

Kegilaan aku, bercinta dengan buku matematika, ia mengisi semua celah sel sel diotakku dengan Teorama Pythagoras, Transformasi, Fungsi kuadrat, Statistika, Peluang, Sistem Kordinat, Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan banyak lagi membuat nilai matematikaku melonjak sempurna. Guru merekomendasikan aku untuk ikut serta lomba perwakilan sekolah dibidang matematika di Ibukota. Gila, menjadi intelektual begitu menyenangkan, guru guru menyukaiku, memuji, menyanjung dan menjadi contoh yang baik untuk menceramahi murid yang nakal, yang berisik disaat kegiatan belajar mengajar berjalan.

Aku mengikuti lomba matematika di Ibukota, hari berjalan begitu cepat seminggu setelah lomba dilaksanakan pengumuman hasil kejuaraan diberitahukan. Aku, aku mendapatkan Juara Pertama Lomba Olimpiade Matematika Tingkat Nasional. Namaku diimbau dengan pengeras suara, kami sedang melakukan upacara hari senin, disesi bagian amanat namaku dilantunkan untuk kedepan barisan. Aku membelah barisan murid melangkah senang menaiki lantai podium. "Selamat, Hanna" aku tersenyum menyalami uluran beliau, menyaksikan tepuk tangan lautan manusia dihadapanku memberi arus serotonin yang selalu kuharapkan pada hari kemenangan. Sepanjang hari, murid murid kelas lain menghampiriku memberi ucapan selamat.

Dua anak perempuan memeluk kedua lengan kanan dan kiri membuatku terperanjat, "Astaga, Zulfa! Ocy!" mereka tertawa dan menutup mata kiriku dengan telapak tangan kiri Zulfa, mata kanan dengan telapak tangan kanan Ocy. Aku ingin mengelak, tidak akan bisa, lenganku telah terpasung oleh mereka berdua dengan gejolak tawa. Aku memejam, satu- dua-- tiga--  membuka penglihatan perlahan  dari titik nol yaitu lantai koridor, tiba setangkai bunga matahari dititik X, detak jantung berhenti memompa. Aku mendongak senyuman yang sama sekali tidak pernah terbayangkan seumur hidup, anak lelaki yang menaiki podium dengan langkah senang menerima penghargaan diperingkat umum tiga tahun berturut turut sekaligus rolemodeku menjadi giat belajar, memberi setangkai bunga matahari yang potongan tangkainya digunting paksa. Aku tertawa, menyuruhku segera mengambilnya, "Hei! yang benar saja, jika anak murid lain atau guru melihat bunga ini, aku akan dikenai sanksi memetik sembarangan tanaman hias di apotek hidup!" ucapku menyembunyikan setangkai bunga  diuraian panjang rambut.

mati ditubuh yang tumbuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang