9. Terjerat Lagi

26 4 0
                                    

Empat bulan berlalu setelah pertemuan dengan Mr. Hong, kerja sama itu berjalan sangat baik dengan keuntungan yang mulai terlihat. Seperti dugaan Alex sebelumnya, pasar luar negeri menerima produk lokal dengan baik. Bahkan peminat terus bertambah dari hari ke hari. Membuat semua orang menjadi sibuk, terutama Alex dan Sandra. Selama empat bulan itu juga Sandra menjalani hidupnya yang damai, tidak ada Alex yang biasanya sinis atau mencari-cari kesalahan Sandra, tidak ada juga Tora yang datang untuk sekadar menggombal. Kesibukan yang melelahkan itu sangat Sandra syukuri. Sampai sebulan kemudian kedamaian itu pun berakhir.

"Copy paste dua lembar, satunya harus punya lima puluh spasi, nggak boleh lebih apalagi kurang. Satunya nggak boleh banyak titik sama koma, semuanya harus pas." Alex kambuh lagi, dia mulai dengan perintahnya yang menyebalkan. Meski begitu Sandra hanya bisa menuruti.

Tapi ini sudah yang kelima kalinya Sandra merevisi dan Alex masih saja tidak puas. Lagipula laporan ini sudah tidak berguna lagi, pasti Alex hanya ingin membuat Sandra pusing. Padahal mereka mempunyai waktu untuk sedikit bersantai setelah lima bulan sangat sibuk, tetapi Alex menggunakan waktu yang berharga ini untuk mengerjai Sandra. Sungguh kekanak-kanakan.

"Masih belum beres juga? Kerja gitu aja nggak bisa." Alex berdiri di depan meja Sandra dengan gayanya yang angkuh. Sandra menghitung dari satu hingga sepuluh untuk menenangkan diri.

"Tinggalin itu, ikut saya." Ucap Alex.

"Kita mau pergi kemana Pak?" ini sudah hampir jam pulang kantor, kemana Alex akan membawanya.

"Ikut aja nggak usah banyak tanya. Dari dulu bawel mulu." Alex mencibir.

"Sendirinya juga nyebelin dari dulu." Sandra bergumam sendiri.

"Ngomong apa barusan?" Alex berbalik sambil membulatkan mata garang.

"Nggak ngomong apa-apa, Bapak salah dengar mungkin." Sandra menghindari tatapan Alex. Padahal Sandra sudah bicara sepelan mungkin, kenapa Alex masih bisa mendengarnya. Telinga Alex pasti sering dibersihkan.

Menjelang sore mereka sampai di sebuah tempat yang tidak asing bagi Sandra, bagaimana bisa melupakan jika Sandra menghabiskan waktu tiga tahun yang berkesan di tempat ini. Alex turun dari mobil membuat Sandra tak memiliki pilihan lain selain mengikuti. Alex telah menanggalkan jas serta dasi, dia menggulung lengan kemeja biru tuanya sampai siku lalu membuka dua kancing paling atas. Penampilan Alex berantakan namun tidak mengurangi pesonanya sama sekali. Sandra pikir mereka akan pergi ke taman yang ada di samping gedung sekolah- karena itu satu-satunya area yang dibuat juga untuk umum. Tapi Alex menghampiri pos penjaga dan bicara beberapa kalimat dengan satpam- Sandra bisa melihat Alex menyelipkan sesuatu ke tangan satpam itu saat mereka bersalaman. Tak berapa lama kemudian pintu gerbang pun terbuka. Tanpa kata Alex melangkah memasuki area sekolah, Sandra secara otomatis mengikuti lelaki itu dari belakang.

Saat melangkah masuk Sandra tak bisa mencegah perasaan melankolis dalam dirinya yang membuat Sandra ingin menangis. Setiap langkah yang mereka ambil seakan membawa Sandra ke masa lalu, masa dimana hanya ada kebahagiaan di antara mereka tanpa rasa takut apalagi kebencian.

Tapi masa yang indah itu telah berakhir dan takkan bisa diulang kembali, Sandra sudah menerima kenyataan tersebut lalu untuk apa Alex membawanya kemari. Apa untuk menghukum Sandra?

"Kalau iya kenapa, keberatan?" Alex memandangnya sinis.

"Kita cuma pacaran, kalau akhirnya kita putus bukannya itu hal biasa. Kenapa harus kayak gini? Kamu udah meneruskan hidup kamu kan. Tolong biarin aku juga nerusin hidup aku sendiri."

"Nerusin hidup lo bilang? Jadi menurut lo, gue udah nerusin hidup gue, gitu?" Alex menarik kerah pakaian Sandra dengan kasar, menggenggamnya erat hingga buku jarinya memutih. Wajahnya mendekat hingga Sandra bisa merasakan napasnya yang panas.

"Gimana caranya gue nerusin hidup kalau lo udah ngacurin hidup gue! Lo bilang lo mau nerusin hidup, lo pikir gue bakal ngebiarin hal itu terjadi. Mimpi aja!" Alex melepaskan cengkramannya dengan kasar membuat Sandra mundur dua langkah.

"Aku harus ngelakuin apa supaya kamu berhenti?" ujar Sandra tak berdaya. Tanpa terasa air mata telah mengalir di pipinya, tubuh kurusnya gemetar melihat kemarahan Alex.

"Cuma ada satu cara buat nebus semua kesalahan lo. Lo harus hidup sama gue seumur hidup lo, lo harus nangis sebanyak yang gue mau, lo harus menderita sampai lo nggak bisa lagi bahagia kayak gue. Baru setelah itu gue mungkin akan ngelepasin lo." Alex menatap Sandra tanpa ekspresi.

Kalimatnya yang terakhir itu hanya kebohongan belaka. Bahkan jika Sandra sekarat atau mungkin tiada, dia harus tetap bersama Alex. Mungkin Alex sudah gila, dan dia tidak memungkiri fakta tersebut- karena beberapa ahli kejiwaan yang pernah Alex temui pun berkata demikian. Alex tidak akan pernah melepaskan Sandra untuk kedua kalinya apalagi membiarkan Sandra dimiliki pria lain, wanita itu harus membayar semua penderitaannya dengan seumur hidupnya bersama Alex apapun yang terjadi mau tidak mau.

***

Alex melihat Sandra yang keluar dari mobilnya tanpa mengatakan apa-apa. Hingga wanita itu hilang dari pandangan Alex barulah lelaki itu pergi dengan mobil mewahnya. Sandra mengintip dari celah tirai, dia baru bisa bernapas lega saat mobil Alex mulai menghilang. Dengan lemas Sandra duduk di sofa dekat jendela.

Delapan tahun yang lalu tidak ada yang mengira bahwa hidupnya akan berubah sedemikian rupa hanya dalam waktu semalam. Bahkan sampai sekarang Sandra masih tidak menyangka, terkadang pun dia berharap bahwa semua ini hanya mimpi yang akan berakhir ketika Sandra membuka mata. Tapi tidak peduli berapa kali Sandra membuka mata mimpi buruk ini masih terus berlanjut. Hanya ada satu hal yang membuat Sandra mensyukuri mimpi buruk ini.

"Mama udah pulang, kok nggak bilang sih." Suara kekanakan itu membuat Sandra membuka matanya yang semula tertutup. Sandra tak bisa menahan senyuman di wajahnya ketika melihat sosok mungil yang sedang memandangnya dengan wajah cemberut tersebut. Semua beban yang semula menumpuk di bahu Sandra seolah menghilang hanya dengan melihatnya.

"Maaf, Mama pikir Allen udah tidur jadi nggak mau ganggu."

"Allen nggak akan tidur kalau Mama belum pulang. Allen kan khawatir sama Mama." Bocah berusia tujuh tahun tiga bulan tersebut selalu berpikiran dewasa, tidak seperti anak seusianya.

Sandra mengisyaratkan Allen untuk mendekat, ketika Allen sudah berdiri didepannya Sandra langsung memeluk bocah itu erat-erat. Allen yang tidak suka dipeluk seketika merengek, tapi Sandra tetap mendekapnya.

"Mama sayang banget sama Allen." Ucap Sandra menciumi pipi gembul Allen.

"Allen juga sayang sama Mama, tapi tolong lepasin Allen." Bocah tampan itu tidak pernah betah dipeluk lama-lama.

"Nggak mau, Mama mau peluk Allen selamanya." Sandra tertawa saat Allen menghela napas pasrah. Andai saja mereka bisa terus berdua seperti ini, Sandra tidak perlu mengkhawatirkan apapun dan bisa menjalani hidupnya dengan tenang.

Tapi nyatanya lagi-lagi Sandra terjerat pada orangyang sama. Pada seseorang yang Sandra harap tidak akan pernah mengetahuikeberadaan Allen, selamanya.

Belahan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang