10. Hari sepasang Hati

19 4 0
                                    

Sandra berdiri di depan gerbang sekolah yang terbuka, Sandra bisa melihat murid kelas tiga yang beramai-ramai melempar toga ke udara dengan senyum lebar di wajah mereka masing-masing. Tampak sangat bahagia sekaligus lega. Sandra mencari-cari dengan matanya sosok tinggi yang berbaur dengan keramian tersebut, di tangannya Sandra mendekap rangkaian bunga yang dibuatnya sendiri.

Dia melambaikan tangan saat melihat Alex keluar dari kerumunan siswa yang tengah merayakan kebahagiaan mereka. Alex segera menghampiri gadis itu sesaat setelah melihat keberadaan Sandra.

"Selamat atas kelulusannya." Dengan ceria Sandra menyerahkan rangkaian bunga dahlia itu pada Alex.

"Kamu bikin sendiri?" tanya Alex melihat rangkaian bunga di tangannya, Sandra menganggukkan kepala semangat.

"Suka nggak?"

"Aku lebih suka sama yang buat sih, gimana dong." Alex menatapnya main-main.

"Dih garing. Sekarang kamu mau ngegombal kayak gimana juga nggak akan mempan, aku udah kebal sama gombalan jayus kamu." Sandra memasang wajah sombong. Jika dulu saat mereka baru menjalin hubungan, setiap Alex memuji atau bicara manis sedikit Sandra akan tersipu malu sampai wajahnya merah. Tapi setelah setahun mereka bersama Sandra sudah bisa menahan dirinya, sedikit.

"Masa sih?" Alex melihatnya tak yakin.

"Iyalah, aku udah kenyang kamu gombalin setiap hari. Ngomong-ngomong, Mama kamu udah pergi ya?" Sandra memang belum pernah bertemu dengan orang tua Alex, tapi dia tahu siapa wanita yang sudah melahirkan Alex. Karena wanita itu masuk jajaran orang paling berpengaruh di kota ini.

"Dia emang nggak dateng. Udah nggak usah ngomongin dia, aku nggak suka. Ngerusak suasana aja. Kamu hari ini ikut aku ya, kita rayain kelulusan aku hari ini. Biar aku yang telfon Papa kamu buat minta ijin." Alex sudah sampai pada tahap tidak peduli wanita itu datang atau tidak, karena akan sama saja.

"Jangan ngomong gitu, Alex. Emang kamu mau kemana hari ini?" Sandra pun mengalihkan pembicaraan saat wajah Alex mulai berubah. Salahnya, padahal Sandra tahu jika Alex mempunyai masalah dengan Ibunya tapi dia malah bertanya macam-macam.

"Nanti kamu bakalan tahu." Jawab Alex sambil melepas atribut wisuda. Alex menggunakan celana jeans biru pudar dan kemeja putih polos di balik baju toga miliknya.

"Antonio, titip ya." Alex menyerahkan atribut wisudanya pada Antonio yang baru saja datang.

"Kalian mau kemana?"

"Kencan."

"Ini masih siang."

"Ya terus apa hubungannya?" Jawab Alex, alis sebelah kirinya naik dengan bingung.

"Kalau mau gituan nunggu malem dikit kek." Antonio meringis kesakitan saat Alex memukul kepalanya menggunakan tabung.

"Mulut lo anjay, kalau ada yang denger terus mikir macem-macem gimana. Nanti cewek gue yang kenapa-napa mau lo tanggung jawab." Alex menatap Antonio bengis.

"Iya maaf becanda. Butuh bantuan gue nggak?"

"Pinjem mobil lo."

"Mobil di garasi lo beneran nggak berguna ya?"

"Lo yang nawarin malah protes, gimana sih. Bawa motor gue sekalian ya." Alex merebut kunci mobil dari tangan Antonio lalu melempar kunci motor pada sahabatnya tersebut. Tanpa mendengar keluhan Antonio lagi Alex membawa Sandra pergi dari area sekolah.

***

Sandra turun dari mobil saat Alex membuka pintu untuknya. Mereka sampai di depan ruko dua tingkat yang menjual baju-baju dengan tulisan yang unik, dari pada toko tempat ini lebih pantas disebut distro karena desain interiornya yang kekinian.

Belahan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang