.
.
.
Matahari mulai terbenam saat mereka keluar dari apartemen Yoshi. Junkyu mengajak Haruto untuk mampir membeli makanan sebentar sebelum mereka kembali ke apartemen.
"Aku mau makan seblak, kamu mau makan apa?" Tanya Junkyu sebelum keluar dari mobil.
"Samain aja deh kak biar ga ribet"
"Mau level berapa?"
Haruto diam sebentar. Sebelumnya jika ingin makan seblak ia selalu minta dibuatkan oleh ibuk, tidak pernah beli di luar jadi ia tidak tahu level berapa yang cocok untuk lidahnya. "Samain juga deh kak"
Junkyu menatap Haruto dengan ragu. "Beneran?"
Haruto mengangguk sebagai jawaban. Oke kali ini Junkyu akan memesan Seblak level 5 untuk mereka berdua.
Mood Junkyu sedang buruk hari ini. Ia ingin melampiaskannya dengan makanan pedas. Karna itu ia memilih Seblak sebagai pelampiasan.
Kini mereka sudah sampai di apartemen. Junkyu memindahkan Seblak yang mereka beli tapi kedalam mangkuk untuk mereka santap. Setelahnya ia memanggil Haruto yang sedang mengganti pakaiannya untuk makan malam bersama.
"Mereka bener-bener ga punya otak, Masa pas anak itu lahir nanti mereka mau pisah, hidup masing-masing" Ucap Junkyu penuh emosi. Semangkuk seblak di hadapannya menjadi korban kekesalan Junkyu.
"Kalau di tanya aku masih marah sama mereka, sebenernya sih udah enggak tapi pas denger omongan mereka tadi aku malah jadi kasihan sama anak mereka" Lanjut Junkyu.
Haruto diam, lebih tepatnya ia tidak tahu harus merespon apa karena tidak mengetahui percakapan Junkyu dan Karina tadi.
"Nanti kalau anak itu lahir kita ambil aja ya kalau mereka emang ga mau ngerawatnya"
Haruto tiba-tiba saja batuk. Tidak, dia bukan terkejut dengan ucapan Junkyu tadi. Tapi suapan pertamanya begitu panas di tenggorokan. Apa ini masih layak di sebut makanan? Rasanya Haruto tak sanggup menghabiskannya. Bahkan di suapan pertama dia menyerah.
"Nih minum dulu" Junkyu memberikan air dingin kepada Haruto.
"Kamu nangis? Kenapa? Ga setuju sama omongan aku tadi?" Tanya Junkyu saat melihat mata Haruto berkaca-kaca.
Haruto menggeleng." Ini pedes banget kak, aku ga kuat" Haruto sedikit terbatuuk.
"Huh tadi ku tanya mau level berapa kata kamu ngikutin aku aja, gimana sih" Omel Junkyu.
"Ku buatin telor ceplok aja ya? Yang ini ga usah di makan nanti kamu sakit perut"
Junkyu menghentikan makannya, meninggalkan meja makan dan membuka kulkas untuk mengambil dua butir telur. Kalau untuk ukuran menggoreng telur dan memasak mie instan sih Junkyu bisa, tapi jangan suruh dia memasak makanan berat karena dapat dipastikan akan merusak indra perasa.
Dengan telaten Junkyu membalikkan telur agar satu sisinya tidak gosong, di belakangnya Haruto memperlihatkannya dengan tenang dari meja makan.
"Selama kakak ga kesusahan ngerawat anak mereka sih ndak papa, aku ndak keberatan kok" Haruto akhirnya membuka suara.
"Ku kira dari tadi kamu ga dengerin aku ngomong" Cibir Junkyu karena memang sejak tadi Haruto terlihat tidak tertarik dengan pembahasannya.
"Mana pernah aku ga dengerin omongan kakak, Kakak ngigo di ruang tengah aja aku denger kok"
"Mas, kok gede banget sih mass" Haruto memperagakan perkataan Junkyu saat pria itu sedang tidur siang di ruang tengah.
Wajah Junkyu memerah. Mimpi apa yang ia alami saat itu? Junkyu benar-benar lupa.
"Kamu mau diem, apa pilih sutil ini terbang ke kepala kamu?" Junkyu mengangkat Sutil yang ia gunakan untuk membalik telur itu tinggi-tinggi ke arah Haruto.
"Oke, aku mingkem" Haruto mengunci mulutnya seketika.
.
.
.
.
Apa kabar?
Maaf yaa kalau ceritanya makin kesini makin anehh
Btw ada yang kangen aku gakk?Kalau mau interaksi lebih banyak sama aku silahkan mampir ke Twitter yaa, atau ga boleh isi Tello ku. Maaf belum bisa bales komentar kalian 😔
Tapi jujur aku suka baca komentarnya 😭Selamat hari Minggu semoga suka sama ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Manten [Harukyu]
HumorNiat hati mau numpang makan di nikahan sepupunya, Haruto malah di suruh jadi manten dadakan. "Lah buk, aku durung rampung maem rendange" Haruto. "Hah! kamu masih sekolah? kok ga bilang dari awal sih? ini aku jadinya nikah sama bocil dong" Junkyu.