"Pelan-pelan kenapa sih?!" (Name) berseru kesal pada Isagi yang menyeretnya. Pemuda itu mirip seperti ibu-ibu yang tengah menyeret anaknya untuk pulang karena terlalu lama bermain sampai tidak ingat waktu.
Setelah mengobati (Name) di UKS, Isagi lantas membawanya ke ruang Bu Anri—dimana ia akan meminta barang-barang serta keperluan (Name) yang akan dibutuhkan di akademi, seperti seragam dan kunci asrama.
"Lo jalan lelet banget!" Isagi mencibir. "Dan lagi, apa-apaan rambut putih gini kayak ubanan?!" lanjutnya protes.
(Name) mendengus. "Emang kenapa sih? Lo tuh bisanya cuma nge-judge tanpa ngasih saran!"
Isagi sendiri berdecak kesal. Padahal kemarin dia memilih-milih warna sangat lama di bagian warna hitam dan biru, lalu kenapa sekarang memakai warna putih? Perempuan memang labil.
"Tau gitu gue saranin aja lo pake warna hijau biar kayak lepet!"
"Anjing!" (Name) memaki seraya menabok Isagi.
Memangnya kenapa kalau ia tidak jadi pakai warna itu?
Suka-suka dirinya lah.
"Jauh gak sih kantornya Bu Anri?" (Name) bertanya, soalnya dia gak mau jalan-jalan jauh lagi.
"Deket." jawab Isagi.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 10 menit, (Name) dan Isagi tiba di ruangannya Bu Anri. Sebelum masuk, Isagi mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Deket apanya kalo waktu yang dibutuhin buat sampe aja 10 menit." (Name) menggerutu. Kakinya serasa mau copot karena terlalu lama berjalan dan berlari kesana-kemari.
Isagi tidak mengindahkan ucapan (Name). Ia membuka pintu ketika Bu Anri menyuruhnya untuk masuk dan (Name) mengekor di belakang dengan mulut yang menggerutu kesal.
"Selamat pagi, Bu Anri. Saya disini mau mengantarkan sepupu saya untuk mengambil barang-barang dan keperluannya." tutur Isagi sopan.
Bu Anri yang sedang berkutat dengan dokumen di meja nya lantas berhenti dan tersenyum ramah pada dua anak muridnya itu. Walaupun Isagi yakin, guru muda yang menjabat sebagai asisten penanggung jawab akademi itu sedang pusing tujuh keliling akibat dokumen-dokumen yang tersebar di mejanya. Dan Isagi juga yakin 100 persen kalau dokumen itu berasal dari si kacamata gila—Pak Ego.
"Oh, jadi kamu saudaranya Isagi ya?"
(Name) tersenyum ramah seraya mengulurkan tangannya. "(Fullname), Bu."
Bu Anri balas menjabat. "Ganteng, ya, saudaramu, Isagi."
Isagi tersenyum kikuk sembari mengusap belakang kepalanya sedangkan (Name) malah merasa bangga dipuji oleh guru cantik tersebut. Ini berarti penyamarannya sempurna, bukan?
Bu Anri mengeluarkan sebuah kotak dari dalam loker miliknya. Dibukanya kotak itu dan mengambil selembar dokumen data diri milik (Name). Sejenak, guru muda berambut coklat pendek itu memandangi foto (Name) dan orangnya serta melirik juga ke arah Isagi.
(Name) sendiri bertanya-tanya apa maksud dari tatapan guru tersebut. Apa jangan-jangan dirinya ketahuan?
"Rambut kalian beda, ya. Saya pikir kalau masih sepupu, rambutnya bakal sama loh." Kata Bu Anri dan (Name) langsung menghembuskan napas lega. Dipikir, guru muda itu menyadari kalau dirinya sedang menyamar.
Buru-buru (Name) memasang senyum sebagai formalitas. "Kebetulan, saya ikut gen ayah."
"Gen ayah dari hongkong." Isagi membatin.
Bu Anri mengangguk. "Oh begitu. Bagus, ya, rambut kamu. Mirip sama temen mu juga, kan?" Ia menoleh pada Isagi yang mengerutkan kening.
"Si bongsor yang sering main game dan tukang tidur itu." lanjut Bu Anri memperjelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Lock Academy
FanfictionDemi menolak perjodohan yang di lakukan oleh kedua orang tuanya, (Fullname) nekat masuk ke akademi Blue Lock yang notabenenya sekolah untuk anak laki-laki. Jadilah (Name) memutar otak agar bisa bersekolah disana. Dengan di bantu oleh sahabat kecilny...