The Promised

517 60 7
                                    

Sebuah janji, sekecil apapun janji tetaplah janji yang harus di tepati 
-Lost to your smile-

The Promised
.
.
.
Suara motor berhenti di depan sebuah rumah yang megah milik keluarga Ardana, rumah yang terlihat hangat dengan pekarangan dan taman bunga yang luas, banyak pepohonan juga disana. Dulu Bima pernah kemari bersama Ibunya tapi ia sudah mulai lupa karena saat itu Bima masih sangat kecil.

Sena belum juga beranjak dari motor Bima, sepertinya masih terlelap nyaman di punggungnya, tak lama ada dua orang pelayan yang keluar dari gerbang dan menyambut Bima dengan hangat.

"Selamat sore tuan, permisi tuan ada yang bisa kami bantu?" tanyanya dengan sopan dan lemah lembut.

"Ini saya anter Sena pulang, tapi kayaknya pules banget tidurnya" jawab Bima yang membuat pelayan tersebut terkejut.

"Astaga ini tuan Sena? mukanya ketutupan helm gini soalnya mana kegedean kaya boneka yang joget joget di lampu merah, maaf ya tuan sudah merepotkan"

Pelayan itu terlihat sangat akrab dengan Sena karena seperti tidak sungkan menyentuhnya ataupun membuat lelucon seperti tadi. berbeda dengan pelayan satunya yang tampak canggung. Bima simpulkan mungkin ia adalah Personal Assisten Sena.

Kemudian ia membantu melepaskan helm dari kepala Sena dan memberikannya kembali pada Bima.

Namun ketika hendak melepas jaketnya.

"Jangan, nanti dia bangun...gapapa bawa masuk aja tapi sebentar ada pesan yang ingin saya tulis untuk Sena"

Pelayan itu mengangguk tanda mengerti, lalu sambil menunggu pelayan satunya membantu Sena naik di punggung salah satu pelayan tersebut. Bahkan setelah di buka helmnya dan di gendong pun Sena masih tertidur pulas dengan wajah yang masih sedikit pucat menurut Bima.

Bima mengeluarkan kertas dan pulpen dari tas nya kemudian menuliskan beberapa kata disana, setelahnya ia lipat dan di berikan ke salah satu pelayan tersebut.

"Titip untuk Sena, silahkan masuk duluan" perintah Bima pada kedua pelayan tersebut.

"Terimakasih banyak tuan sudah menjaga tuan muda kami, hati-hati dijalan"

Kedua pelayan itu menunduk dan tersenyum lalu perlahan masuk kedalam kediaman Ardana.

Bima masih belum beranjak dari sana, memastikan bahwa Sena benar-benar sudah masuk kedalam rumah, kemudian ia mengenakan helm dan menyalakan kembali mesin motornya kumudian pergi menjauh dari kediaman Ardana.

'wangi....'

Helm yang ia kenakan tiba-tiba tercium aroma manis, mungkin dari shampoo yang Sena gunakan. Lagi-lagi ia melengkungkan senyumnya, seperti menjadi orang lain pikirnya, namun bukan...bukan jadi orang lain tapi lebih tepatnya jadi Bima yang dulu. Bima dengan senyumnya yang juga hangat.
.
.
.
.
.
Sepasang mata hazel terbuka, menyesuaikan dengan cahaya, dilihat sekitarnya ia sudah berada di kamarnya diatas ranjangnya yang nyaman. Kemudian ia langsung bangun dan terlonjak kaget.

"Hahh..lahh...perasaan tadi masih di bonceng Satya deh" gumannya.

Ia menoleh dan menemukan jaket hitam yang sudah terlipat rapih diatas meja yang ada di sebelah ranjangnya, juga sebuah kertas yang terlipat di atasnya. Ia meraih kertas itu dan membaca isi pesannya.

Bocil, pules banget lu tidurnya
btw no gua 08xxxxxxxxxxx
In case lu butuh buat bayar hutang
-Satya-

Bibir Sena melengkung senang, itu tandanya Satya mau kan berteman dengannya? ia kemudian mendekap kertas itu dalam pelukannya sambil tersenyum kegirangan.

Lost To Your SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang