29. Kesedihan Wira

67 5 12
                                    

Wira kini baru saja memasuki ruangan di mana aku berada dengan langkah pelan. Sudah berhari - hari dirinya berada di sini untuk menunggu ku sadar. Rasanya dirinya tak sanggup lagi melangkah mendekat ke arah ku yang diam dan tertidur lama.

Kembali untuk sekian kalinya, ke dua mata Wira mulai berkaca - kaca. Selalu seperti itu. Setiap dirinya masuk ke ruangan perawatan ku, selalu saja seperti ini. Dirinya selalu berakhir menangis ketika memasuki ruangan yang sepi dan dingin ini.

Wira kembali memaksakan dirinya untuk menghampiri ku dengan langkah berat. Dan kemudian dirinya langsung meraih tangan ku dan mengenggamnya erat saat sudah berdiri di samping ku. Bahkan sebelum dirinya mendudukkan dirinya di kursi yang berada di dekat ranjang ku saat ini.

" Sayang? Ayo bangun. " gumam Wira seraya dirinya mulai mendudukkan tubuhnya di kursi.

Tanpa banyak bicara, Wira mulai menenggelamkan wajahnya di punggung tangan ku yang bebas dari infus. Air mata yang semenjak tadi dirinya tahan mulai menyeruak keluar dan membasahi tangan ku.

" Mas belum banyak membahagiakan mu. Mas masih belum banyak membuat mu tertawa. Ayo bangun, Ayo bahagia sama mas, Cha. " Ucap Wira pelan masih terisak.

Di tambah lagi, tak ada sedikit pun respon yang ku berikan selama berhari - hari. Aku hanya diam dengan menutup ke dua mata ku. Yang terdengar hanya suara nafas ku yang pelan dan ebgitu teratur, Juga suara alat penunjang hidup ku yang berbunyi.

Dirinya benar - benar kalut. Memang anak kami berdua sudah lahir ke dunia. Tapi Anak kami berdua pun masih harus berjuang di ruang NICU karena terpaksa lahir sebelum bulannya. Beruntung nya, Bunda, Dinda, Ayah bahkan Reza dan Sera bergantian menjaga buah cinta ku dan Wira. Sehingga Wira bisa memfokuskan dirinya pada ku yang sejak di temukan pingsan oleh Wira sampai saat ini belum sadar.

" Kamu harusnya tahu Cha, mas gak sanggup lihat kamu seperti ini. Hati mas hancur lihat kamu diam seperti ini. Ayo sadar, sayang. Ngobrol sama mas. Mas kangen sama kamu Cha. " ujar Wira lagi berharap dirinya akan mendengar suara ku walau pun pelan. Wira terus saja meracau dan bicara sendiri. Berharap aku akan membalas.

Sungguh, di bayar berapa pun, Wira tak akan sanggup melihat ku seperti ini. Pemandangan aku yang terbaring tak berdaya di atas ranjang dengan alat - alat penunjang kehidupan adalah pemandangan yang paling menyakitkan untuk dirinya.

" Mas gak bisa bayangin apa yang akan terjadi kalau kamu gak ada Cha. Jika kamu ingin menghancurkan mas, kamu benar - benar berhasil sayang. Mas hancur melihat mu seperti ini. " terus menerus Wira bicara tanpa ada yang membalas ucapannya semenjak tadi.

" Kamu bilang sama mas kalau semua nya akan baik - baik aja. Dan kamu janji akan menepati itu. Kalau kamu bohong, mas harus gimana sayang? " tanya Wira lirih lagi memandang wajah ku yang tertidur panjang.

*****

" Harusnya Acha bisa bahagia, Harusnya Acha bisa tersenyum lebar. Harusnya istri ku bisa merasakan kebahagiaan saat ini. Bukan malah tertidur panjang seperti ini. Rasanya baru kemarin Acha tertawa kegirangan karena mendapati dirinya hamil. Bagaimana dirinya merasakan mengidam dan meminta hal - hal yang aku usahakan untuknya. Bahkan kebahagiaan Acha itu menular pada ku sampai saat ini. Kenapa sekarang Acha harus merasakan sakit seperti ini. " Batin Wira bergejolak.

Entah sudah berapa lama dirinya duduk di sini dan meletakkan kepalanya di ranjang seraya menghadap ke arah ku. Dan tak lupa Wira meraih tangan ku untuk di letakkannya di atas kepalanya.

Berharap jika jari jemari ku akan bergerak jika menyentuh wajah nya yang sama sekali tak terurus beberapa hari ini. Wira sama sekali tak perduli pada dirinya. Yang dirinya perdulikan saat ini hanya perkembangan ku dan buah cinta kami saja.

Si Fueras Mia (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang