(Extra Part) Teguran Keras Wira

70 6 6
                                    

" kak? "

" hm? "

" kakak. " ujar ku sekali lagi. Aku memang sudah membiasakan memanggil Arka dengan sebutan Arka sejak dirinya masuk taman kanak - kanak, dua tahun yang lalu. Karena memang aku dan Wira berencana untuk menambah momongan dalam beberapa tahun lagi.

" kak. Udah yuk. Udah sore. Udahan mainnya ya? Kita mandi dulu.  " ujar ku untuk kesekian kalinya pada Arka. Yang kini sudah memasuki usia tujuh tahun dan sudah masuk SD sejak beberapa bulan yang lalu.

" kak? Udah ya? " ucap ku sekali lagi seraya mengusap surai hitam milik anak semata wayang ku ini.

" ah mama. Jadi kalah kan Arka mainnya. Berisik banget sih mama! " ujar Arka marah pada ku dan memandang ku dengan tatapan marah. Jujur saja, ini kali pertama anak semata wayang ku dengan mas Wira ini marah seperti ini pada ku dan membuat ku tersentak.

" iya. Maafin mama ya? Nanti kita ulang lagi game nya. Tapi Arka mandi dulu ya? Udah sore banget ini. Ya? " ujar ku mencoba untuk menetralkan perasaan dan juga suara ku dengan sekuat tenaga.

Sudah lama rasanya aku tidak pernah mendengar ada yang membentak ku seperti barusan. Dan tanpa ku ketahui ada sosok yang berdiri di balik pintu kamar Arka yang memang sedikit terbuka dengan tangannya yang mengepal kuat.

*****

" Sayang? Sibuk? " Tanya Wira pada ku dan membuat ku menggeleng pelan. Masih terngiang rasanya nada tinggi yang di pakai Arka untuk berbicara pada ku. Salahkan aku yang entah mengapa begitu sensitif.

" Enggak mas. Kenapa? " Tanya ku balik pada dirinya.

" kamu kenapa? kok lesu gitu? " tanya Wira menyelidik.

" enggak kok. Mungkin kurang minum aja aku mas. Kecapean. " sahut ku asal dan mencoba untuk tersenyum. Karena aku tak ingin Wira mengetahui apa yang terjadi antara aku dan Arka tadi di kamar Arka.

" Nanti kamu Dinda jemput ya? Dinda mau ngajak kamu jalan. Girls time. " ujar Wira dan membuat ku mengernyitkan kening ku bingung. Kenapa tiba – tiba dan mendadak sekali.

" Kenapa? Kok tiba – tiba. " Ujar ku kembali bertanya.

" Gak papa. Kamu me time dulu. Lagipula ini malam minggu kan. " ujar Wira setengah memaksa dan akhirnya membuat ku mengiyakan tawarannya ini. Toh aku senang – senang saja pergi bersama Dinda.

" Tapi mas sama Arka gimana? " Tanya ku dan langsung mendapatkan gelengan kepala dari Wira.

" Mas sama Arka pasti aman. Sekalian mas mau boys time sama Arka pas kamu pergi. Lagian tadi katanya bunda mau ke sini juga mau main sama Arka. Di antar Dinda ke sini. " ujar nya yang akhirnya membuat ku mengangguk. 

Dan itulah yang membuat ku sedikit lega karena akan ada bunda yang menemani Wira untuk menjaga Arka. Aku pun segera ke kamar kami berdua untuk bersiap untuk pergi karena Wira mengatakan Dinda sudah di jalan bersama dengan bunda untuk menjemput ku.

*****

" mama mana pa? Belum datang ya sama tante Dinda? Nenek juga mana? " Tanya Arka tak kala dirinya keluar dari kamar dan menemukan sang papa duduk sendiri terdiam di ruang tengah dan memandang televisi yang mati.

" duduk sini dekat papa. " ujar Wira tegas pada Arka dan membuat Arka bingung dengan suara Wira yang tak biasa ini. Dan tanpa basa basi pun dirinya mengikuti perintah sang papa.

" Kenapa pa? " Tanya Wira saat sudah duduk di samping Wira.

" Tadi sore di suruh mama mandi kamu ngomong apa sama mama? " Tanya Wira menatap Arka dengan tajam.

" maksud papa? " tanya Arka balik tak mengerti.

" Kamu bentak mama. Papa gak suka. " Ujar Wira to the point pada anak semata wayang kami ini dan membuat Arka dengan segera menundukkan pandangannya karena sadar apa yang sudah di lakukannya.

" Gak usah nunduk. Liat papa. Coba ngomong begitu di depan papa. Mau lihat papa. " ujar Wira yang langsung di balas dengan gelengan kuat oleh Arka.

" Kenapa? Mana bentakan kamu tadi? Mana nada tinggi kamu yang kamu kasih ke istri saya tadi? " ucap Wira sekali lagi dan berhasil membuat Arka kembali menggeleng sembari terisak pelan.

" Wira? Arka? Ada apa? Kenapa Arka menangis? " Tanya bunda dari arah dapur datang tergopoh gopoh karena mendengar suara isakan dari Arka yang semakin lama semakin kencang di hadapan Wira.Dan juga suara Wira yang begitu dingin. Tak seperti biasanya.

" Enggak. Enggak pa. Maafin Arka. " ujar Arka terisak pelan.

" enggak apa? Tadi jelas – jelas saya dengar kamu pakai nada tinggi sama istri saya. Coba saya dengar lagi di depan wajah saya. Coba pakai nada tinggi kamu tadi. " ujar Wira yang semakin membuat Arka menggeleng dan semakin menangis.

Dan begitu melihat Arka yang semakin menangis ini pun, bunda langung mendekat ke arah Arka dan memeluknya erat sembari memandang Wira bingung karena tak mengerti ada apa.

" Kenapa menangis? Waktu kamu bentak istri saya. Kamu pakai nada tinggi karena di minta mandi, ada kamu menangis? " Tnaya Wira lagi.

" Maaf pa. Maafin Arka. " ujar Arka menggeleng kuat dan menutup wajahnya dengan ke dua tangan mungilnya.

" Jangan minta maaf sama saya. Minta maaf pada istri saya. Istri saya yang kamu sakiti. " ujar Wira dingin dan di balas anggukkan kepala Arka kuat.

" Iya pa. Nanti Arka minta maaf sama mama. Maafin Arka pa. "

" Asal kamu tahu, dari saya meminta menikah dengan istri saya. Ibu kamu. Bahkan dari awal saya mengenal ibu kamu, dari kami berdua kecil. Saya selalu mengusahakan kebahagiaan nya. Saya selalu mengusahakan senyum terbit di wajahnya. Dari kamu belum ada di dunia ini sampai kamu sebesar sekarang satu kali pun saya tak pernah membentak istri saya. Apalagi membuatnya menangis dengan kesalahan saya.  " ujar Wira panjang lebar dan tajam. 

Wira memang tak menggunakan kata - kata kasar  atau bicara membentak pada Arka. Tapi ketegasan Wira ini yang membuat Arka begitu takut.

" Asal kamu tahu, istri saya berjuang mati matian melahirkan mu, membuat dirinya koma. Membuat dirinya harus terbaring di rumah sakit selama nyaris sebulan. Dan itu membuat saya nyaris gila. Itu cuma untuk membuat mu ada di dunia ini. Tangan nya yang membuat mu bisa sebesar sekarang. Keringat sama tangisannya tiap kamu sakit yang bikin kamu tumbuh sampai sekarang. "

" Dan bisa - bisa nya kamu segampang itu menyakiti hati istri saya? Lalu atas dasar apa kamu bisa membuatnya nyaris menangis dan membuat hati istri saya sakit? Punya hak apa kamu membuat sedih istri saya? Saya kecewa sama kamu. " Ujar Wira yang lalu langsung beranjak pergi meninggalkan Arka yang terus menangis di pelukan sang nenek. Dan Arka semakin menangis karena mendengar kata - kata terakhir Wira pada dirinya.

" Ada apa sebenarnya? " Tanya Bunda bingung dan membuat Arka menggeleng dan bunda pun mengela pelukannya bersama sang cucu.

" nenek ke tempat papa nya Arka sebentar ya? Nenek mau tanya ada apa. " ucap bunda dan di balas anggukkan kepala oleh Arka. Membuat bunda pun beranjak menuju belakang dan menemui Wira. Meninggalkan Arka yang masih terisak.

*****

Si Fueras Mia (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang