Keempat

1.8K 179 17
                                    


Waktu terus berjalan tidak terasa Gema sudah berumur lima belas tahun, yang itu artinya kini Gema sudah masuk tingkat akhir sekolah menengah pertama. Gema yang sudah memasuki tingkat akhir sekolah menengah pertama tengah disibukan dengan kegiatan pembelajaran untuk ujian akhir, selama ini yang sudah membayar uang sekolahnya itu pak Teno, namun satu tahun yang lalu pak Teno memilih untuk pulang ke kampung nya yang berada di malang dan selama itu juga Gema sudah tidak pernah berhubungan dengan pak Teno. lalu bagaimana dengan mbak Wina? perempuan itu bahkan lebih dulu keluar dari pekerjaannya di rumah, mungkin sudah sekitar lima tahun mbak  Wina pergi meninggalkannya sendiri. lalu bagaimana Gema sekarang? dirinya untuk makan pun sekarang harus bekerja, dirinya bekerja di salah satu rumah makan sebagai pelayan atau tidak jarang dirinya mencari pekerjaan lain yaitu sebagai tukang cuci piring di beberapa rumah makan. memang melelahkan tapi mau bagaimana lagi? hanya ini yang bisa ia lakukan untuk bertahan hidup dan membiayai kehidupannya.

Lalu bagaimana hubungannya dengan kedua orang tuanya? Gema sendiri saat ini berada di sekolah yang sama dengan Sastra-kembarannya- tapi entah mengapa Gema merasa sangat jauh dengan Sastra, dirinya bahkan tidak berani untuk mendekat ke arah Sastra meski hanya untuk menyapanya. di rumah? Gema sudah tidak tinggal satu rumah dengan kedua orang tuanya sejak lima bulan yang lalu, karena saat itu Gema membuat kesalahan yang mungkin untuk kedua orang tuanya sangat marah dan berakhir dirinya yang di usir dan tidak boleh untuk mengijakan kakinya lagi di rumah mewah itu. Gema saat ini hidup sendiri, tanpa adanya bimbingan dari orang tua, meski sejak dahulu dirinya dilupakan oleh orang tuanya, karena hal itu membuat Gema yang saat ini sudah remaja sedikit paham jika hadirnya tidak diinginkan oleh siapapun. Lalu mengapa Gema dapat diterima di sekolah bergengsi sama seperti Sastra? jawabannya adalah Gema sendiri merupakan salah satu siswa yang beruntung mendapatkan beasiswa untuk sekolah disana, meski tidak sedikit dirinya mendapatkan perundungan di sekolah.

Pukul sebelas malam Gema baru saja tiba di rumah kontrakannya yang sangat kecil. tubuh kurus itu ia baringkan di atas lantai dingin yang hanya beralaskan karpet bekas dan juga kardus. memjamkan kedua matanya, mencoba untuk tidak memperdulikan perutnya yang sudah berteriak meminta untuk diisi, sejak tadi pagi Gema hanya dapat memakan sepotong roti yang diberikan oleh tukang kebun disekolahnya, selama ini Gema selalu datang ke sekolah sangat pagi untuk membantu tukang kebun yang berada di sekolahnya, karena hal itu dirinya merasa jika pak Teno selalu berada di sampingnya.

"Lapar..." Gema bangkit dari posisi tidurnya dan mencari sisa makanan yang seingatnya ia simpan di dalam kardus yang ada di samping tempat bajunya. Senyum manis terbit di bibirnya ketika menemukan sebungkus mie instant, tanpa mengolahnya terlebih dahulu Gema hanya memakan mie itu dalam keadaan mentah. "Apa ibu dan ayah tidak mengingatku ya? aku merindukan ibu dan ayah."

Malam itu Gema habiskan dengan mengingat bagaimana senyum manis ibu dan ayahnya yang selalu diberikan oleh mereka kedua kepada Sastra. "Aku rindu ayah dan ibu." Selalu seperti itu, setiap malam pasti Gema akan selalu mengucapkan dengan  lirih bagaimana dirinya sangat merindukan kedua orang tuanya.

Keesokan harinya pukul lima pagi Gema sudah siap dengan seragamnya dan keluar untuk mengambil beberapa botol susu dari tempatnya bekerja, selain bekerja di rumah makan, Gema juga bekerja sebagai tukang pengantar susu di perumahan elit dekat dengan rumahnya tinggal. dengan sepeda bekasnya Gema menyusuri jalan dengan senyum manis sambil sesekali bersenandung kecil. Sepedanya ia hentikan di rumah mewah yang sangat ia rindukan, hari ini memang jadwalnya untuk mengantar susu ke rumah kedua orang tuanya dan membuat Gema sangat bahagia.

"Selamat pagi pak.."

Seseorang pria tua yang bekerja sebagai petugas keamanan di rumah mewah itu tersenyum. "Selamat pagi Gema.."

"Pak ini susunya, saya antarkan lebih awal dari biasanya."

"Terima kasih Gema.."

"Pak, ibu dan ayah ada?"

lelaki tua itu mengangguk. "Ada, ingin saya panggilkan?"

Gema langsung mengelengkan kepalanya. "Tidak usah pak, sehat semua kan pak?"

"Alhamdulillah sehat, Gema juga harus sehat ya? ini bapak diberi roti oleh den Sastra tadi malam, tapi ini terlalu banyak. Gema mau?"

Kedua mata itu berbinar. "Boleh pak?"

"Tentu saja." Lelaki itu memberikan beberapa bungkus roti yang tadi malam diberi oleh Sastra.

"Terima kasih pak, semoga hari bapak menyenangkan ya, bapak sehat selalu. Gema pergi dulu, sebelum ibu dan ayah keluar. Sampai jumpa pak.."

Gema kembali melajukan sepeda bekasnya dan meninggalkan rumah mewah itu, tanpa Gema sadari sedari tadi ayahnya melihat Gema dari arah jendela kamarnya dan tersenyum sendu ketika melihat jika anak bungsunya sudah beranjak dewasa dengan senyum menawan. Hati Adian sangat sakit ketika mengingat sikapnya yang sangat keterlaluan sejak dulu kepada Gema. "Maafkan ayah nak.."

Kaki itu berjalan dengan riang di lorong kelas yang mungkin baru hanya ada beberapa murid yang datang untuk menuntut ilmu salah satunya adalah Gema.

"Selamat pagi Tio.." Sapa Gema kepada Tio teman sekelasnya.

"Pagi Gem."

Gema duduk dibangkunya yang paling belakang dekat dengan jendela, dan perhatiannya teralihkan dengan kedatangan mobil yang sangat ia kenali itu mobil ayahnya. melihat bagaimana ayahnya ikut turun hanya untuk memeluk Sastra membuat dirinya iri kepada Sastra. Sejak dahulu dirinya bahkan tidak tahu bagaimana hangatnya pelukan ayah, bagaimana lembutnya usapan ibu, bagaimana enaknya masakan ibu, bagaimana serunya bermain bersama ayah. Gema tersenyum miris ketika mengingat tidak ada kenangan manis dirinya bersama dengan kedua orang tuanya.

"Belajar yang benar ya? jangan terlalu memaksakan dirimu. ayah tidak ingin kamu kembali sakit lagi." Kata Adian kepada Sastra yang saat ini hanya tersenyum dan mengangguk.

"Iya ayah. ayah hati-hati ya, nanti aku dijemput pak Wili saja."

Adian mengangguk. "Nanti telfon ibu atau ayah ya?"

"Siap.."

Setelah itu Sastra melambaikan tangannya ke arah mobil ayahnya yang mulai menjauhi sekolahnya. lalu kakinya ia langkahkan untuk menuju ke kelasnya.

Sementara itu Gema yang melihat Sastra masuk ke area sekolah dirinya langsung bangkit dan berniat untuk menghampiri Sastra. kini dirinya sudah berdiri di hadapan Sastra.

"Sastra.."

Sastra menatap Gema dengan pandangan bertanya. "Kenapa?"

"Aku ingin berbicara bisa?"

"Aku tidak punya banyak waktu."

"Nanti saat jam istirahat saja, jika kamu tidak keberatan."

"Aku tunggu di rooftop, hanya sepuluh menit lebih dari itu aku tidak bisa."

Gema mengangguk semangat. "Baik, terima kasih Sastra. nanti aku tunggu di rooftop ya. sampai jumpa lagi."

Gema berlari kembali menuju kelasnya dengan perasaan yang sangat bahagia, karena setelah sekian lama dirinya mengumpulkan keberanian untuk mengajak Sastra bicara akhirnya terjadi juga. "Semoga aku tidak membuat kesalah nanti."








12 Januari 2024

Terima kasih yang sudah menunggu cerita ini, aku bahagia banget karena cukup banyak yang minta cerita ini dilanjut. semua komen kalian aku baca kok, tenang aja. makasih banyak ya.. aku jadi semangat banget buat lanjutin cerita ini. semoga aku bisa up setiap hari ya..

Little Star [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang