Part 06 : Pak Jarwo

594 41 9
                                    

"Lho, mau kemana kamu Di?" Seru Mbah Atmo saat melihat Kang Mardi ngeloyor pergi begitu saja.

"Pulang!" Sahut Kang Mardi tanpa menoleh.

"Lho, kok malah pulang gimana to? Kita sedang tugas ronda lho ini!"

"Apa yang mau dirondain Mbah? Kalau ngerondain maling atau semacamnya aku masih berani! Tapi kalau ngerondain dedhemit, apa sampeyan berani ngadepin kalau mereka beneran nongol di depan sampeyan?!"

"Weee lha! Asu tenan kowe Di! Orang kok ndak ada tanggung jawabnya babar blas!"

Kang Mardi tak memperdulikan lagi seruan Mbah Atmo. Ia terus melangkah menyusuri jalanan desa yang gelap dan sepi, sambil sesekali menggerutu panjang pendek. Senter kecil di tangannya mulai meredup akibat kehabisan daya batteray, membuat benda kecil itu tak cukup mampu untuk menerangi sudut sudut jalan yang ia lalui. Meski begitu, cahaya redup itu masih mampu untuk menangkap siluet bayangan seseorang yang berjalan terseok seok beberapa meter di depannya.

"Eh, siapa itu? Jangan jangan maling," Kang Mardi mencoba memfokuskan sorot senternya ke arah sosok tersebut. Namun sialnya, cahaya dari benda kecil itu justru kian meredup, untuk kemudian ..., padam. Berkali kali Kang Mardi menghentak hentakkan senter itu ke telapak tangannya, namun tetap saja tak mau menyala.

"Wedhus! Kenapa disaat seperti ini malah mati sih?!" Kang Mardi mempercepat langkahnya, berusaha menyusul sosok yang berjalan terseok seok seperti orang mabuk itu.

"Huh! Dasar anak muda zaman sekarang! Hobinya nggak jauh jauh dari mabuk dan minum minum! Ujung ujungnya nanti teler dan bikin onar!" gerutu Kang Mardi lagi, sambil terus mengawasi sosok yang kini menepi ke pinggir jalan dan duduk mengelesot diatas tanggul. Sepertinya orang itu memang sudah teler berat, hingga saat Kang Mardi menghampirinya-pun sosok itu seolah tak perduli.

"Hey! Siapa ya?! Kalau memang sudah teler pulang saja sana! Jangan keluyuran dan bikin onar!" Kang Mardi berseru sambil terus berusaha untuk menyalakan senternya yang padam.

"Mardiiiii...!" Sosok itu membalas seruan Kang Mardi, membuat laki laki itu tercekat dan menghentikan langkah. Suara sang sosok, terdengar begitu menyeramkan. Serak dan melengking, seolah si pemilik suara sedang mengalami masalah dengan tenggorokannya.

"Siapa to? Jangan nakut nakutin ya! Tak antemi sampeyan kalau berani macem macem!"

"Diiii ...! Tulungono aku Diiii ...!!! (Tolongin aku Diiii ...!!!)"

"Wedhus! Mendem (mabuk) nggak ngajak ngajak, giliran teler minta tolong!" Kembali Kang Mardi menggerutu, sambil kembali melangkah mendekati si sosok. "Ya sudah, ayo tak antar pulang!"

"Aku ndak minta diantar pulang Diii ...!"

"Sudah! Ndak usah ngoceh! Sudah teler masih saja ..."

"Tolong betulkan posisi kepalaku Diii ...! Kepalaku kok melintir kebelakang begini ya Di. Leherku jadi pegal ini Diii ...!"

"Eh, sampeyan ...," langkah Kang Mardi kembali tertahan. Demikian juga dengan kalimat yang diucapkannya. Bahkan laki laki itu kini kembali mundur sambil terus berusaha menyalakan senternya. Bukan semata mata karena rasa takut akibat ucapan aneh dari sosok itu, melainkan juga karena ia mulai bisa mengenali suara dari si sosok. Sosok, yang sama sekali tidak ingin ia temui, apalagi di tengah malam buta nan sepi seperti ini!

"Byaarrr ...!" Senter di tangan Kang Mardi akhirnya mau juga menyala. Sorotnya tepat mengenai si sosok yang masih duduk mengelesot diatas tanggul sisi jalan. Benar dugaan Kang Mardi. Ia kenal dengan sosok itu. Sosok Lik Diman, dengan kepala yang terpuntir kebelakang. Wajahnya yang pucat pasi, terlihat begitu menyeramkan dengan sepasang mata melotot nyaris keluar dari rongganya, serta lidah yang terjulur panjang meneteskan air liur yang nampak begitu menjijikkan. Untuk sesaat, Kang Mardi hanya mampu diam terpaku tanpa mampu berbuat sesuatu. Sampai akhirnya ...

WULAN SEASON 2 : SUMUR PATI [Pageblug Di Desa Kedhung Jati 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang