Kedhung Jati kembali geger.
Kabar tentang Pak Jarwo yang mati bunuh diri dengan cara menggorok lehernya sendiri dengan menggunakan arit milik Mas Yudi membuat warga kembali gempar.
Seperti kemarin, mereka segera berbondong bondong menuju ke lokasi kejadian. Namun langkah mereka kembali tertahan di pondok Mas Joko, karena polisi yang sudah terlebih dahulu datang dengan sigap mengusir mereka.
Polisi dan perangkat desapun kembali dibuat sibuk. Bahkan Pak Bambang, komandan polisi itu kini memanggil beberapa orang ahli dari kabupaten untuk membantu penyelidikan mereka.
Warga tak tau pasti ahli apa yang dimaksud. Mereka datang dengan peralatan peralatan yang terlihat aneh di mata warga. Tanpa banyak bicara lagi, orang orang itu segera bekerja. Mereka meneliti gumpalan tanah bekas galian kemari. Lagi lagi terlihat aneh dimata warga. Mereka mengamat amati gumpalan tanah di tangan mereka dengan sangat serius, mirip seperti orang yang sedang memastikan keaslian sebuah batu permata.
Tak cukup sampai disitu, salah satu dari para ahli itu, yang mengenakan pakaian mirip robot, (mengenakan masker gas dan menggendong tabung oksigen) lalu masuk kedalam lobang sumur.
Bu Ratih dan Pak Modin yang saat itu juga hadir, hanya memandangi para petugas yang sedang bekerja itu dari teras pondok Mas Joko. Bagi mereka, apa yang dilakukan oleh para petugas itu sebenarnya tak berguna. Lubang dengan tanah bekas galiannya yang menggunung itu, sudah tak ada apa apanya meski diteliti oleh para ahli sekalipun. Mereka, yang memiliki mata batin lebih tajam dari manusia kebanyakan, dari awal sudah merasa bahwa yang menjadi sumber masalah bukanlah lubang dan tanah bekas galian itu, tapi apa yang telah lepas dan kabur dari dalam tanah itu.
"Dasar orang orang bodoh!" dengus Pak Bayan Mangun yang sepertinya masih merasa kesal karena tak diijinkan untuk ikut dalam penyelidikan itu.
"Siapa pak?" Bu Ratih menoleh ke arah Bayan tua itu.
"Ya mereka itu! Ngakunya ahli! Orang berpendidikan! Tapi mereka sebenarnya sama sekali ndak tau dengan apa yang apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka hadapi!" sungut Pak Bayan Mangun.
"Cara kerja mereka memang seperti itu, biarkan saja mereka bekerja dengan cara mereka. Dan kita juga akan bekerja dengan cara kita sendiri. Toh tujuan kita sama, ingin melindungi dan menyelamatkan desa ini," Pak Dul Modin, sesepuh desa itu ikut bicara. Meski kini ia sudah sangat tua, hingga untuk berjalanpun harus dibantu dengan tongkat, namun kewibawaan dan kebijaksanaannya masih sangat kentara.
"Yang bikin aku kesal itu Din, kita yang warga asli desa ini, yang lahir dan dibesarkan disini, yang makan dan minum dari hasil tanah desa ini, yang lebih paham akan situasi dan kondisi desa ini, justru dianggap bodoh dan tak tau apa apa oleh anak anak ingusan yang ngakunya berpendidikan itu! Aku yakin, sebentar lagi mereka akan membuat keputusan ngawur. Dan nanti kalau keputusan ngawur mereka itu ternyata salah dan menambah keruh suasana, kita kita juga yang akan dibuat repot!"
Pak Dul Modin hanya tersenyum mendengar ucapan Pak Bayan Mangun yang berapi api itu. Ia sadar, apa yang dikatakan oleh Bayan tua itu tak sepenuhnya salah. Tapi orang orang yang dianggap masih ingusan oleh Pak Bayan itu juga tak salah. Dan mereka lebih punya wewenang jika hanya dibandingkan dengan seorang Bayan. Zaman semakin maju. Teknologi juga semakin canggih. Dan cara berpikir orang orang tua seperti mereka semakin tak dianggap.
"Daripada terus terusan menggerutu begitu, lebih baik kita juga segera memikirkan tindakan apa yang harus kita lakukan," ujar Pak Dul Modin pelan.
"Ah, andai Kang Kendhil masih ada," desah Pak Bayan Mangun.
"Tak usah mengharap yang sudah ndak ada. Kita sebagai generasi penerus yang harus berjuang sekarang." Pak Dul Modin mengingatkan.
"Yah, mau bagaimana lagi. Sampeyan juga sudah terlalu sepuh Din. Sudah saatnya tugas kita diteruskan oleh yang muda muda. Dan harapan kita satu satunya sepertinya cuma keponakan sampeyan ini," Pak Bayan Mangun melirik kearah Bu Guru Ratih yang semenjak tadi hanya diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
WULAN SEASON 2 : SUMUR PATI [Pageblug Di Desa Kedhung Jati 2]
HororMereka yang tak kasat mata, mungkin (memang) tak bisa menyentuh dan menyakiti manusia. Tapi mereka bisa mempengaruhi hati dan pikiran kita. Dan jika hati dan pikiran manusia telah dipengaruhi oleh mereka, maka manusia bisa melakukan apa saja. Termas...