Chapter 1: Awal Mula

125 11 0
                                    

Esa POV

"Esa! Atur studimu! Bukan cuma hal yang nggak berguna yang kamu lakukan!", Ayah kembali berceloteh padaku tepat di kamarku.

Dia marah setiap kali dia melihatku menggambar karakter anime. Apa aku nggak lagi mempunyai hak untuk bebas?

“Iya Ayah.”, Aku hanya menjawabnya. Bang Sam tiba tepat di depan pintu kamarku.

"Aturlah hidupmu. Bagaimana aku bisa membuatmu menjalankan Perusahaan Ogawa kalo itu yang kamu lakukan!", Aku hanya tertunduk sambil duduk di tempat tidurku sementara Ayah sibuk memarahiku.

"Ayah. Ayah mungkin akan terlambat untuk penerbanganmu ke Jepang.", kata Bang Sam pada Ayah.

"Nasihati adikmu."

"Iya, yah. Aku akan mengurusnya.", ayahku yang baik benar-benar meninggalkan kamarku. Abang memasuki kamarku.

“Sa. Are you alright?", Abang bertanya padaku. Dia duduk di tempat tidurku. Dia berumur 18 tahun. Entahlah, tapi sepertinya aku masih terlalu muda untuk mereka rencanakan agar aku mewarisi Perusahaan Ogawa. Sedangkan untuk Abang, warisan Aurora Spa sudah diatur untuknya.

Aku meremas gambarku yang aku kerjakan dengan sangat keras. Karakter anime Tetsuya Kuroko adalah yang paling ingin aku gambar tapi nggak bisa. Akhirnya, aku melakukannya tapi hal itu terjadi.

“Aku baik-baik saja.”, jawabku.

“Esa. Aku memahamimu. Aku juga memperhatikan kalo Bunda terlalu banyak untuk mengajariku karena mengizinkanku mengelola ke Aurora Spa.", katanya padaku.

"Aku tahu. Mereka selalu kayak gitu. Itu hanya uang. Mereka hanya mementingkan bisnis.”, kataku.

"Sudahlah. Mau nggak kamu pergi ke bandara bersamaku?”

"Nggak lagi. Kamu aja." Jawabku.

"Okay, terserah kamu.", dia meninggalkan kamarku.

Hari ini adalah penerbangan Ayah ke Tokyo. Karena dia ditugaskan untuk mengelola Perusahaan Ogawa yang sedang ada masalah sehingga dia dibutuhkan untuk mencegah keruntuhannya.

Aku melihat ke luar jendela kamarku. Aku melihat Bunda, Ayah, dan Bang Sam masuk ke dalam mobil. Kemudian mobil dinyalakan. Aku satu-satunya yang tersisa di sini.

Aku merubah pikiranku. Aku harus pergi ke bandara sekarang. Seharusnya aku tetap menemui Ayah meskipun aku menaruh dendam padanya. Aku menuruni tangga dan meninggalkan rumah. Aku menelepon sopir kami yang lain.

"Mas Agus, bisa nggak ngantar aku ke bandara?", tanyaku.

"Kenapa nggak pergi sama Asep? Mereka pergi ke sana. Nggak bareng.”

"Please. Aku berubah pikiran.", karena ada dua mobil di sini. Satu untuk Bunda dan satu lagi untuk Ayah. Mang Asep itu supir Ayah dan Mas Agus adalah supir Bunda. Aku akan menggunakannya saja.

Dia juga setuju. Aku masuk ke mobil dan Mas Agus yang mengemudi. Saat dia sedang mengemudi, dia berbicara padaku.

"Kenapa kamu nggak ikut?"

"Tadi aku marah ke Ayah. Untunglah Abang ngehibur aku. Jadi aku berubah pikiran.", Aku menjawab pertanyaannya.

"Astaga! Membiarkan ayahmu pergi. Kamu beruntung karena mempunyai kakak. Dan dia selalu bersamamu."

Apa yang dia katakan itu benar. Abang baik padaku. Dia tidak menyakitiku. Karena aku bukan tipe orang yang suka berkelahi. Karena aku orang yang bijaksana. Tak lama kemudian kami sudah sampai di bandara.

“Terima kasih Mas Agus.”, Aku turun dari mobil. Aku segera berlari dan mengejar mereka. Aku melihat Abang berjalan. Tampaknya ada antrian.

“Bang Sam!”, teriakku sambil berlari. Dia menoleh padaku.

“Esa. Kenapa kamu ikut?", aku tidak langsung menjawab. Aku masih kehabisan nafas. Aku melihat Ayah dan Bunda menoleh ke arahku.

"Bang. Aku mau mengantar Ayah.”, kataku. Setelah beberapa saat, Ayah naik pesawat. Kami pulang ke rumah. Kami masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh Mang Asep. Aku menyuruh Mas Agus pulang.

Ini adalah awal ceritaku dengan Abangku. Ayah sudah pergi dan hanya kami bertiga di rumah. Dua asisten kami berusia empat puluh dan lima puluh tahun.

✨To Be Continue💫

Best Abang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang