Chapter 6: Hadiah

38 1 0
                                    

Esa POV

Aku masih nggak percaya dengan apa yang aku temukan. Tapi saat Abang datang, dia nggak menyadari kalau aku sudah mengetahui hal itu.

*tok tok tok*

Aku membuka pintu kamarku dan melihat Bunda disana.

"Bunda? What are you doing here?", aku mempersilakan dia masuk dan dia duduk di sofa kamarku.

"Esa. Please. Jangan beri tahu Samudra apa yang kamu ketahui. Dia akan marah dan ketika dia marah, Bunda nggak akan bisa mewariskan harta Bunda ke dia," pintanya.

"Aku tahu perasaanmu, Bun. Bunda sangat mencintainya sehingga Bunda ingin mewariskan Aurora Spa ke Abang. Aku nggak akan menceritakan kepadanya apa yang aku temukan."

"Terima kasih, Esa."

"Tapi seperti yang aku katakan beberapa waktu yang lalu, aku nggak akan melakukan itu karena permintaan Bunda, tapi karena aku nggak ingin menyakiti Abang.", kataku lagi. Aku melihatnya menunduk.

"Kamu sangat mencintai kakakmu.", katanya sambil menunduk.

"Tentu saja. Aku hanya merasakan cinta dari Bang Sam. Sayangnya, bahkan bersama Bunda dan Ayah, aku nggak merasakan cinta kalian.", Aku mulai menangis sambil mengatakan itu.

"Esa. Bunda minta maaf."

"Bang Sam satu-satunya yang memahamiku. Dia satu-satunya yang melindungiku. Dia satu-satunya yang memberiku nasihat setiap kali aku membutuhkannya. Aku minta maaf sudah mengatakan ini.", Aku mulai menangis dan menyeka mataku dari air mata.

"Aku memang pernah mendengar percakapan antara Bunda dan Abang. Saat dia bercerita tentang teman sekelasku yang menyakitiku, apa Bunda peduli?", tambahku. Bunda mendatangiku dan memelukku.

"Esa. Maafkan Bunda. Bunda mencintaimu. Jangan pikirkan itu.", ucapnya sambil menangis. Aku melepaskan diri dari pelukannya.

"Kalo Bunda mencintaiku, kenapa Bunda nggak bisa mendukungku. Bunda bahkan nggak melihat bagaimana perasaanku."

"Kami sangat sibuk. Bunda mencintaimu, Esa."

"Bun, aku minta maaf tapi aku nggak tahu apa aku harus mempercayaimu.", kataku. Bunda menyeka air mataku dengan tangannya.

"Percayalah pada Bunda, Esa. Bunda mencintaimu. Kamu adalah anakku."

"Enggak. Kalau Bunda mencintaiku, kenapa Bunda nggak ingat kalau hari ini hari ulang tahunku?", kataku. Terlalu banyak air mata yang keluar dari mataku. Dia menunduk.

"Esa. Selamat ulang tahun. Bunda tidak lupa hari ulang tahunmu."

"Bun, tolong hentikan. Berhenti berbohong. Aku tahu apa pun yang kulakukan, aku nggak akan merasakan cintamu.", Aku berdiri dan berjalan keluar.

Aku menuruni tangga dan langsung menuju dapur. Aku melihat kedua asisten rumah tangga kami sedang bergosip. Aku mengambil air dari kulkas.

"Tuan Esa, apa yang terjadi?", tanya Bi Inem. Aku mengabaikannya. Dan meminum air.

"Tuan. Apa yang terjadi?", ulang Bi Ina.

"Aku baik-baik saja.", kataku dan aku pergi ke ruang tamu dan duduk di sofa. Aku tidak tahu apa aku harus percaya pada Bunda kalau dia mencintaiku, Kalo dia dan Ayah mencintaiku.

"Esa.", Aku melihat ke pintu. Bang Sam ada di sini.

"Abang. Bagaimana kabarmu?", tanyaku. Dia mendekatiku. Dia meletakkan tas itu di sofa lain dan mendatangiku.

"Esa. Apa yang telah terjadi? Kenapa kamu menangis?", tanyanya. Aku nggak tahu harus menjawab apa. Aku berpikir sejenak.

"Aku hanya merajuk pada Bunda. Dia lupa sesuatu." Jawabku.

"Sudahlah. Bunda sudah seusia itu, jadi biarkan saja. Jangan khawatir. Aku mengingatnya.", katanya. Dia mengambil sesuatu dari tasnya. Dia memberiku sesuatu. Aku mengambilnya.

"Apa ini?", tanyaku.

"Selamat Ulang Tahun Mahesa. Itu hadiah dariku.", aku tersenyum. Aku membuka dan merobek bungkus kado itu. Lalu aku melihat sebuah kotak dengan iPhone di atasnya. Aku membuka kotak itu dan ada iPhone di dalamnya.

"Terima kasih, Abang.", Senyumanku sampai ke telinga.

"Kamu sudah lama menginginkannya kan?"

"Iya!!! Dan aku sangat senang aku memilikinya sekarang.", kataku. Aku juga melihatnya tersenyum.

✨To Be Continue💫

Best Abang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang