Chapter 7: Hilang

57 5 0
                                    

Esa POV

Keesokan harinya, aku merasa sedikit lebih baik. Aku tahu nggak ada rahasia yang nggak bisa diungkapkan. Aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi kalo Abang mengetahui kebenarannya. Apa dia akan marah?

Aku masuk sekolah. Sesampainya di ruang kelas, yang ada hanya aku dan teman-teman Haikal. Aku langsung menuju tempat dudukku.

“Esa. Gimana kabar lo? Apa lo bahagia?", Haikal bertanya padaku sambil mendekatiku.

“Haikal. Please. Aku nggak ingin bertengkar.” Jawabku.

"Bertengkar? Siapa yang memulai pertarungan waktu itu? Bukannya elo.", kata Jean.

"Kamu yang memulainya. Bukan aku. Masalahnya ada padamu."

“Gue perhatiin, lo makin agresif!”, kata Arnold sambil menggodaku.

"Jangan khawatir. Aku muak dengan kalian. Kalian nggak paham ucapanku.”, kataku.

“Lo cuma berlindung dibalik punggung Abang lo.”, Kata Jojo.

"Kalian nggak perlu khawatir kalo melaporkanku. Cuma Bang Sam yang memahamiku.", Arnold melepaskanku dan langsung menuju tempat duduk mereka.

Aku pikir mereka mengerti apa yang aku katakan sebelumnya. Aku akan menerima jika akulah yang ditindas tapi kalo Abangku aku nggak akan menerima hal itu. Kemudian teman sekelasku dan guru kami juga datang. Bahasa Inggris adalah jam pelajaran di kelasku.

“Good morning, class.”, sapa guru kami pada pukul 07.30.

“Good morning, Ma’am Irene.”, lalu kami duduk.

" Ok class. I brought your outputs that deals with parts of a letter.”,

Salah satu teman sekelasku membagikan hasil kami. Milikku kemudian diserahkan. Aku membaca kembali surat yang aku buat dan aku merasa ingin menangis. Aku masih gelisah. Bagaimana kalo Bang Sam mengetahui kebenarannya.

Sam POV

Hari sudah larut dan Esa akan segera pulang. Ulang tahun Esa baru saja berakhir dan aku masih ikut berbahagia untuknya. Dia mendapatkan apa yang sebenarnya dia impikan. Orang tua kami nggak membelikannya gadget hanya karena mereka ketat.

“Bi Inem!”, panggilku pada pembantu kami. Nggak ada yang menjawab. Kupikir dia mungkin ada di dapur bersama Bi Ina, sambil bergosip lagi.

Aku menghampiri dapur dan mendapati Bi Inem dan Bi Ina sedang menggosip lagi. Aku nggak tahu mengapa tapi aku bersembunyi dan mendengarkan percakapan mereka. Aku nggak terbiasa menguping percakapan mereka.

"Daebak. Bahkan aku nggak menyangka Mahesa mengetahui hal itu." – Bi Ina.

"Itulah sebabnya Na! Karena kamu tahu! Kamu bilang ke Tuan Mahesa kalau aku dan Nyonya Besar sedang ngobrol saat itu." – Bi Inem. Aku memikirkan apa yang Esa ketahui namun aku nggak mengetahuinya?

“Bagaimana dia bisa tahu?” – Bi Ina

"Aku tahu, Tuan Mahesa membacanya. Hebat bukan!. Tuan Mahesa langsung tahu kalau Tuan Samudra anak angkat.”, Aku terkejut dengan jawaban Bi Inem. Apa aku nggak salah dengar? Aku berpikir untuk mempertanyakannya pada mereka.

“Bi Inem?”, kataku. Mereka saling memandang dan wajah mereka bercampur gugup.

"T-Tuan S-Samudra? Sejak kapan anda disana?", Bi Ina tergagap.

“Apa aku nggak salah dengar?”, tanyaku. Sudah beberapa detik dan mereka masih belum menjawab.

"Apa?! Benar kan?!”, teriakku mengejutkan mereka.

“Tuan Samudra, akan kami jelaskan.”, Kata Bi Inem. Aku mulai menangis.

"Apa yang perlu kalian jelaskan? Aku mendengar semuanya. Selama ini kalian merahasiakan kalau aku hanya anak angkat?!”, kataku.

“Tuan karena..”, potong Bibi Ina karena aku berbicara.

“Kalian bahkan nggak memastikan aku nggak ada di sini waktu kalian membicarakanku.”, Kataku.

"Bang. Ada apa?" tanya orang di belakangku. Aku menghadap Esa. Dia melihatku menangis.

“Esa. Kenapa kamu menyembunyikannya dariku? Kamu sudah tahu kalo aku anak angkat tapi kenapa kamu nggak bilang.", kataku pada Esa.

"Bang. It’s because I don’t wanna hurt you.", jawab Esa.

"Hurt?! Apa menurutmu aku nggak terluka sekarang, Esa?”, kataku. Dia hanya menunduk.

“Jawab aku!”, teriakku.

"Bang. Aku minta maaf."

"Kau menipuku. Sungguh menyakitkan mengetahui kalo kamu mengkhianatiku. Kamu tahu apa yang lebih menyakitkan? Karena kamu adalah salah satu dari mereka yang mengkhianatiku!", kataku pada Esa dan berjalan keluar.

Aku mengemasi barang-barangku. Ya. Aku akan melarikan diri karena aku merasa nggak punya sekutu di sini. Setelah aku meninggalkan kamar, aku melihat Esa.

"Bang. Aku minta maaf. Tolong jangan pergi.", kata Esa.

"Kenapa? Karena kamu nggak punya teman? Kamu menipuku, Esa. Bukankah aku sudah bilang sebelumnya, jangan menyimpan rahasia dariku. Kenapa seperti ini?"

"Karena aku tahu itu akan menyakitimu kalo aku memberitahumu."

"Kalo kamu memberitahuku lebih awal, aku nggak akan terluka, Esa. Kalau aku terluka, nggak kayak gini karena kamu nggak merahasiakannya.", Aku menyerahkan barang-barangku padanya.

"Abang, tolong. Maafkan aku.", kata Esa sambil memegang tanganku. Aku memukulnya dan meninjunya. Dia duduk di lantai. Aku melihatnya menangis. Bahkan aku terkejut dengan apa yang kulakukan karena aku nggak bersungguh-sungguh.

“Katakan saja pada orang tua angkatku untuk tidak mencariku.”, perintahku lalu pergi. Aku akan tinggal di rumah pacarku Joanna.

✨To Be Continue💫

Best Abang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang