[10] War

12 5 0
                                    

"Kenapa gak balaskan dendam ayah dan ibumu?"

Bibi terbangun dari mimpinya. Pertanyaan itu terdengar jelas di telinganya. Bibi mengeluarkan air mata ketika dia tidur, menandakan bahwa rasa rindu, sakit, dan amarah bercampur menjadi satu, emosinya dimainkan oleh mimpi yang baru saja dia alami. Dari posisinya, Bibi bisa melihat Satyadi tersenyum lebar ke arah Bibi.

"Alasan aku milih kamu karena ayah dan ibumu pernah berniat bantu aku waktu itu, tapi mereka gagal," ucap Satyadi. "Kenapa gak kamu aja yang lanjutin rencana mereka?"

"Gak. Bibi, jangan," kata Agnes. "Kamu ada dalam pengaruh racun yang dia masukin ke tubuh kamu. Jadi… tolong. Jangan dengerin apa yang dia bilang."

"Anamiba udah sejahat itu sama kamu," ujar Satyadi lagi. "Kamu tetep mau lindungin negara yang udah sejahat itu ke ayah dan ibu kamu? Bahkan, kamu?"

"Gak. Dia bener," bantah Bibi, menatap tajam ke arah Agnes. "Faktanya, Anamiba emang udah sejahat itu ke keluargaku. Anamiba pantes untuk hancur."

Kedua mata Agnes mulai panas, dia tak tahan ingin menangis. Cara Bibi menatapnya saja sudah benar-benar beda. Itu bukan Bibi. Agnes yakin, Bibi benar-benar berada dalam pengaruh racun yang ada di dalam tubuhnya.

"Kalau gitu, kita udah gak butuh perempuan ini lagi," ujar Satyadi, melempar Agnes dari lantai paling atas dari gedung yang saat ini mereka pijak. Agnes pun terjatuh bebas ke bawah, untuk sedetik, berharap Bibi menengok ke bawah dan menyelamatkannya. Namun, faktanya, lelaki itu tak melakukan apapun, sampai akhirnya Roy berhasil menangkap Agnes dan membawa Agnes turun ke bawah dengan selamat.

"Dimana Bibi?" tanya Roy. Tubuhnya dibalut kostum berbahan mesin. "Monsternya makin menggila. Kita butuh Bibi untuk nyembuhin warga yang hampir sekarat."

Agnes mengusap matanya, mulai menangis. Roy pun mengernyitkan dahinya, tampak kebingungan sekaligus panik dengan perubahan ekspresi Agnes yang tiba-tiba.

"Bibi lebih milih untuk ikut Satyadi," jawab Agnes. "Dia ada dalam pengaruh racun Satyadi, Roy."

"Anjing," umpat Roy. "Aku mau kasih tau berita itu ke Nino dan yang lain dulu. Kita harus bawa Bibi balik ke kita."

Agnes mengangguk.

BUM!

Injakan kaki itu membuat warga sekitar tersentak, termasuk Agnes. Satyadi dan Bibi baru saja tiba di tengah jalan, bersiap lagi untuk mengacaukan Anamiba. Satyadi bohong. Dia bilang, jika Bibi memutuskan untuk membantunya dan meninggalkan Anamiba, maka dia akan berhenti menghancurkan Anamiba. Faktanya, dia ingin Bibi gabung dengannya untuk menghancurkan Anamiba bersama.

"Sialan, apa yang dia pikirin, sih?" gumam Ichan mendongak ke atas, melihat Bibi yang berdiri di pundak wujud monster batu Satyadi. "Dia serius beneran mau khianatin Anamiba?"

"Gak ada gunanya menggerutu. Pikirkan caranya untuk ngelawan monster itu," ujar Ade. "Nino, kamu punya ide gak?"

Nino terdiam sejenak, berpikir keras.

"Monster itu terbuat dari batu. Pastinya susah untuk ngehancurin batu," ucap Agnes. "Kecuali kalian tau cara ngelumpuhinnya."

Nino, Roy, Ichan, dan Ade menoleh ke arah Agnes secara bersamaan.

"Melumpuhkannya… dengan cara menyerang kakinya?" tanya Roy.

Agnes mengangguk. "Semua bagian badannya keras karena terbuat dari batu, tapi pastinya ada satu bagian yang gak ditutupi batu. Bagian belakang lututnya karena dia harus berjalan. Ibaratkan prajurit yang pake baju zirah, bagian belakang lutut mereka gak ditutupi baja agar mereka bisa jalan dan berlari."

Sleeby Eyes [Miniseri]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang