Laila

15 0 0
                                    

"Mama Lusi?"

Ziya langsung menghampiri dan menyalami mertuanya yang sudah berdiri di teras
rumahnya. Ziya tak enak hati pada mertuanya, karena melihatnya pulang malam diantar laki-laki lain.

"Haduh, harusnya tadi aku tolak tebengan pak Zein!"

Ziya mempersilahkan Lusi untuk masuk ke kediamannya. "Mamah kok ngga ngabarin aku, kalo mau kesini." ujar Ziya sembari membawakan jus jeruk kesukaan mertuanya.

Lusi hanya tersenyum, ia mengamati penampilan Ziya dari atas sampai bawah. "Pulangnya kok sampe malem gini, Zi?" tanya Lusi sembari memberikan tatapan tajam pada menantunya.

"Iya, Mah. Alhamdulilah, Ziya ada job besar. Jadi, Ziya pikir mau selesaiin di kantor aja."

"Jangan terlalu capek, Zi. Kapan kamu ngisinya kalo sibuk kerja terus." ujar Lusi lalu menyeruput jus jeruk yang diberikan Ziya.

Bagai petir dimalam hari, kalimat mertuanya barusan menyakiti hati Ziya. Padahal dirinya tidak pernah mengambil lembur saat ada suaminya, kali ini ia mengambil lembur karena suaminya sedang tidak di rumah.

"Iya, Mah. Baru kali ini kok lemburnya." ujar Ziya membela diri. Ziya menatap koper yang Lusi bawa, dirinya bertanya-tanya kenapa mertuanya membawa koper kemari?

Seakan mengerti tatapan Ziya, Lusi akhirnya memberi tahu tujuan ia ke rumah Ziya dan Alvaro. "Kemarin, Alvaro kasih tau, Mamah. Kalo kamu sendirian, yaudah mama pingin nemenin kamu, biar ga sendirian."

Seperti dugaan Ziya, ternyata benar. Ziya hanya menganggukkan kepalanya.

***
Pukul 21.00

Wanita yang menyandang gelar istri seorang Alvaro, kini merebahkan diri di kasur tercintanya. Baru saja ditinggal sehari, ia sudah rindu dengan Alvaro.

Jemarinya kini sibuk menggulir layar ponsel, mencari nama Alvaro. Ia rindu dengan suara suaminya. Tanpa ragu, ia mengklik icon telepon.

Berdering, tapi tidak ada jawaban. Ziya mengulangi panggilan itu beberapa kali. Hingga akhirnya panggilan itu diangkat.

"Assalamualaikum, Mas." sapa Ziya duluan, tak sabar mendengar suara Alvaro disana. Ziya menunggu, tidak ada jawaban dari Alvaro membuat dirinya sedikit khawatir. "Mas Al?"

"Halo? Maaf, Pak Galen sedang rapat. Tidak bisa diganggu."

Suara wanita? Itu bukan suara Alvaro, suami Ziya. Siapa yang memegang ponsel suami dari Ziya? Berani sekali wanita itu mengangkat telponnya.

"Maaf, ini siapa?" tanya Ziya memastikan. Tapi, tidak ada jawaban lagi dari seberang sana. Membuat Ziya overthinking. Dirinya dibuat terkejut kembali, saat wanita itu memutuskan panggilannya tanpa menjawab pertanyaan darinya.

"Ziya!"

Teriakan sang mertua membuat lamunan Ziya buyar. Ia segera berlari ke sumber suara itu, dilihatnya sang mertua sedang duduk di sofa ruang keluarga. Lusi menepuk sofa sebelahnya, memberi isyarat kepada Ziya untuk duduk.

"Kamu udah telpon suamimu?" tanya Lusi sembari menatap ke arah Ziya.

"Barusan Ziya coba telepon, tapi ngga di angkat. Cuma-"

"Cuma apa? Yang angkat cewe?"

Jawaban Lusi membuat Ziya sedikit tercengang, kenapa Lusi bisa mengetahuinya? Apakah sedari tadi Lusi mendengarkan pembicaraannya dengan wanita yang mengangkat telponnya?

"Maaf ya, Ziya. Jika anak saya mencari wanita lain, itu hak dia. Salah siapa kamu ngga kasih dia anak?" cibir Lusi dengan mulutnya yang pedas.

Ziya tak habis pikir dengan kalimat Lusi barusan, bisa-bisanya sang mertua bicara seperti itu secara langsung dengan menantunya. "Mah, kenapa bilang gitu, sih?"

DIA atau AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang