Khawatir

17 2 0
                                    

Malam begitu tenang. Langit malam yang cerah, di hiasi bintang-bintang bertebaran dan satu bulan yang selalu jadi pusat perhatian.

Walaupun suasana malam tenang, pikiran Wanita yang sedang duduk di balkon itu sedang tidak tenang. Ia memikirkan permintaan sang mertua nya, begitu biasa di dengar orang lain, namun tidak dengan diri nya. Ia merasa belum siap mempunyai anak dari Rahim nya, masih ingin mengejar karir nya, membahagiakan ayahnya dan masih ingin berduaan dengan suami nya. Memang terkesan egois, bukan?

"Nggak usah di pikirin soal mamah, nanti kamu stress." ucap Al menenangkan istri nya yang tampak gelisah. Ziya menyenderkan kepalanya di bahu sang suami, "aku masih mau ngejar karir dulu, kita harus nabung buat masa depan kita." papar Ziya, yang mulai meneteskan air mata.

***

"Ziya!" panggil Lusi dari lantai satu. Merasa di panggil, Ziya langsung turun ke bawah. Ternyata teman-teman mertua nya sudah datang, Ziya menyalami satu persatu tamu yang datang. Semua tamu yang datang memuji kecantikan yang di miliki Ziya, "Pinter banget Alvaro cari istri," puji Sari-teman arisan Lusi.

"Makasih, Tan Sari. Tante juga cantik loh, rahasia nya apa, tante?" goda Ziya. Lusi akui, menantu nya gampang berbaur dengan orang baru. Orangnya humble, di ajak ngomong apa-pun nyambung. Makanya, sewaktu Al mengenalkan Ziya padanya, Lusi langsung merestui ke dua nya.

"Di tunggu baby nya, Nak." Celetuk salah satu teman Lusi yang lain. Senyum Ziya seketika luntur. Tapi, ia tetap berusaha untuk tersenyum lagi. "Iya tante. Tunggu aja, hehe." Sahut Ziya pelan. "Ziya pamit ke kamar dulu ya. Permisi mamah, tante."

***

Bulan purnama menjadi pemandangan Ziya malam ini, di temani bintang-bintang kecil yang berwarna-warni menghiasi langit malam. Suara air mengalir dari kolam ikan mini buatan, mampu membuat pikiran Ziya rileks sejenak.

Ini salahku sendiri, harusnya aku tidak buru-buru menikah. Tapi, aku harus menuruti permintaan ayah untuk segera menikah dengan mas Al. Tapi, sekarang aku yang bingung sendiri. Mamah Lusi minta cucu segera, sedangkan aku dan mas Al sudah membuat kesepakatan punya anak setelah 3 tahun menikah nanti. Apa aku egois ya? Memangnya benar kalau mas Al mau nunda punya anak? Apa ini Cuma keinginanku saja?

***

Matahari mulai terbenam, bulan sudah terlihat di langit. Tapi, Ziya baru pulang dari kantornya. Yah, baru hari pertama masuk kerja setelah cuti menikah langsung diberi tugas yang lumayan banyak. Sebenarnya bukan tugas yang banyak, hanya tugas-tugas yang menumpuk saat ia cuti kemarin.

Sedangkan Al, sudah pulang dari tadi. Dengan setia Al menunggu istrinya di depan kantor Ziya.

Alvaro :

Mas tunggu di depan kantor ya, sayang

Love you

Ceklis dua abu-abu, tandanya Ziya sudah menerima pesan Al. Tidak di balas, mungkin Ziya sedang membereskan barang-barangnya.

Tak lama muncul seorang Wanita berhijab orangye keluar dari pintu masuk kantor Ziya. Siapa lagi kalau bukan ziya. Sudah tidak ada orang di kantor kecuali Ziya dan Satpam yang menjaga di depan kantor.

Dengan sigap Al turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya. "Makasih saya ...." Kalimat Ziya terputus saat ia melihat buket bunga di tempat dudukmya. "sweet banget sih, mas."

"Harus dong! Istri nya Alvaro sang CEO PT JAYA SENTOSA harus selalu tersenyum. Kalo ada yang buat manyun istriku harus berhadapan denganku." Ujar Al membusungkan dada nya.

Sesampainya di apartemen, Ziya bergegas mandi karena Al mengajaknya kencan malam ini. Elah dasar Al, udah nikah pake kencan-kencang segala wkwkwk.

"Kamu ngga usah masak malam ini, kita dinner di luar aja. Sekalian belanja keperluan dapur dan lainnya, kan?"

DIA atau AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang