3. Kejadian di Apartemen

1.7K 45 3
                                    

Aku merasakan pipi ini ditepuk pelan. Aku tersentak, kemudian memperhatikan sekelilingku. Ini di mana? Pikirku masih belum sadar bahwa aku memutuskan ikut ke apartemen Om Leon.


"Kamu di basement apartemen saya. Ayo, turun!" Pria itu membuka pintu mobil. Aku pun bergegas melakukan hal yang sama meski dengan tubuh yang masih lemas. Ketika tidur sangat lelap, tiba-tiba harus bangun dari berjalan, pasti kalian tahu rasanya seperti apa. Miring ke kanan, miring ke kiri seperti orang mabuk.


"Kamu ini payah sekali!" Decih Om Leon sambil menggelengkan kepala. 


"Maaf, Om, saya ngantuk banget," kataku jujur. Pintu lift terbuka, lalu kami berdua masuk. Tidak ada percakapan selama di dalam lift, yang ada hanya suara Om Leon yang menguap. Bosku itu sepertinya memang tengah ngantuk berat. 


Lift berhenti di angka sepuluh. Pintu  besi itu pun terbuka. Aku membiarkan Om Leon keluar lebih dahulu, baru aku. Tergopoh-gopoh kaki ini mengikuti langkah lebarnya menuju unit miliknya. Aku pun tidak tahu di mana karena ini pertama kalinya aku diajak ke sini. 


Om Leon menekan pin pada pintu. Lalu pintu itu pun terbuka. 


"Masuk!" Katanya mempersilakan. Aku mengangguk, lalu berjalan tidak begitu yakin masuk ke dalam unit apartemen yang bisa saja ini adalah neraka baru bagiku. 


"Kenapa?" tanyanya sambil menyeringai. Aku masih berdiam diri di depan pintu, tidak berani masuk lebih dalam ke apartemen yang ternyata sangat besar, seperti rumah pada umumnya. 


Ayo, Hanun, masih ada waktu kalau kamu mau kabur! Tapi kamu harus siap juga kehilangan pekerjaan. Aku menggelengkan kepala. 


"Ayo, kamu ngapain di depan pintu? Mau jadi palang pintu?!" Tangan ini ditarik paksa oleh Om Leon, hingga aku benar-benar masuk ke dalam apartemen itu dan pintu pun tertutup.


Aku menahan napas. Apakah ini saatnya? Tidak, Tuhan, aku tidak mau tidur dengan lelaki ini. Batinku memohon. 


"Aku capek banget. Di sana ada dapur, kamu tolong buatkan aku teh tawar panas dan di kulkas ada bakpao, kamu bisa menghangatkannya di microwave. Semua ada di dapur. Setelah kamu beres di dapur, kamu baru boleh mandi dan istirahat. Saya mau mandi dulu. Mm ... atau mungkin kamu mau ikut saya mandi? Ha ha ha ...."


Jantungku hampir saja copot saat Om Leon malah mengajak mandi bersama. Ampun, deh, para lelaki kenapa mesum tidak tertolong! Untung ia hanya bercanda dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Aku bisa bernapas lega, berjalan menuju dapur cantik idaman setiap ibu rumah tangga. Mewah, tapi sederhana. 


Aku membuatkan teh dan mengukus bakpao seperti perintah Om Leon. Setelah selesai, hidangan itu aku sajikan di atas meja makan kecil, mirip mini bar.


Pintu kamar pria itu terbuka. Wajah yang tadinya lelah, kini sudah segar kembali. 


"Wah, sudah selesai. Cepat juga," komentarnya sambil menarik kursi. Aku masih berdiam diri, tidak tahu mau melakukan apa setelah ini.


"Kamar mandi ada di lorong kiri. Kamu bisa ke sana kalau mau mandi. Itu baju kaus saya, ambil saja ditumpukkan keranjang itu!" Ia menunjuk keranjang pakaian yang sepertinya baru saja disetrika. 


"Baik, Om, terima kasih." Aku pun bergegas mengambil asal pakaian di tumpukan paling atas, lalu berjalan menuju kamar mandi yang disebutkan Om Leon. Jika di rumah ini ada dua kamar mandi dan satu kamar tidur, berarti malam ini aku tidur bersama Om Leon? 

Segera aku guyur kepala ini dengan air shower dingin. Keadaanku belum baik-baik saja. Nasibku setelah ketahuan mencuri pun aku tidak tahu kelanjutannya seperti apa? Apakah aku akan dipecat? Jika iya, maka habislah aku menjadi bulan-bulanan Mas Biru. 


Aku kembali memakai pakaian dalamku yang tadi, meski tidak nyaman. Om Leon tengah memainkan ponsel saat aku keluar dari kamar mandi dengan menggunakan baju kaus besarnya. 


Kring! Kring!


Aku berjengkit kaget saat tiba-tiba saja ponselku berdering. Bukannya sudah lowbatt? Pikirku.


"Saya angkat telepon dulu ya, Om," kataku tidak enak hati. 


"Iya, silakan. Setelah itu kita tidur ya." Aku merasa sempoyongan saat itu juga, sehingga tidak memperhatikan siapa yang meneleponku.


"Halo."


"Halo, Hanun." Aku mendelik saat mendengar suara menggelegar Mas Biru di seberang sana. 


"Y-ya, Mas, a-ada apa?" 


"Kamu di mana? Kata kamu ada di kantor polisi Polsek Pejaten. Ini aku udah di kantor polisi, tetapi tidak ada nama tahanan Hanun di sini. Tidak ada kasus baru sejak jam delapan malam kata petugasnya. Terus sekarang kamu di mana? Kamu jangan bikin aku benar-benar marah! Katakan kamu di mana?!"


Bersambung

Maaf, Om, Saya Masih Punya SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang