POV Hanun.
Aku sadar bahwa aku sekarang sedang berada di ruang perawatan rumah sakit. Suara suster hilir mudik di telinga ini dan ada juga suara dokter. Suara Mas Biru dan mertuaku. Semua dapat aku dengar dengan baik, tetapi aku sengaja menutup mata. Aku terus berpura-pura tidur karena aku tidak mau bicara dengan Mas Biru dan juga mertuaku.
Hatiku terlalu sakit dan kecewa terhadap perlakuan Mas Biru. Entahlah, setelah ini aku harus bagaimana dengan pernikahanku?
"Ya, halo, siapa ini? Benar, ini saya suaminya Hanun. Ibu siapa? Apa, Marissa? Pelanggan restoran? Oh, maaf, Bu, saya gak tahu soalnya. Istri saya berbohong karena selama ini bilangnya kerja di restoran, rupanya kerja di rumah Ibu. Iya, maafkan istri saya, Bu. Hanun lagi sakit, Bu. Cukup parah sih dan ada sedikit tindakan. Sayang sekali BPJS gak punya. Entah ini saya mau bagaimana, soalnya saya juga baru kena PHK. Oh, Ibu gak perlu ke rumah sakit, Bu. Gak papa, doakan saja Hanun lekas pulih, semoga aja ada orang baik yang mau sedikit membantu biaya pengobatan Hanun. Biayanya dua belas juta, Bu."
Aku menggertakkan gigi dengan sangat kuat. Ingin sekali rasanya meneriaki Mas Biru karena dia berbohong, meminta belas kasih dengan menjual namaku. Semoga saja Om Leon tahu dan tidak memberikannya.
"Oh, istri saya di ruang isolasi, Bu, gak bisa dikunjungi. Kalau nanti Ibu mau bantu, bisa langsung ke rekening saya saja. Saya akan sampaikan amanat Ibu untuk pengobatan istri saya."
"Siapa, Ru? Bos-nya Hanun?" tanya ibu mertuaku penasaran.
"Iya, Bu. Langsung saja saya minta kebijakannya, Bu. Hanun tuh sakit karena kecapean kerja di rumah orang kaya. Jadi pembantu itu capek Bu. Coba Hanun masih di restoran, pasti dia suka dapat tip. Jika kerja di rumah orang, ya cuma dapat capek doang. Ya, Bu Marissa harus tanggung jawab!"
"Tapi istri kamu gak sampai dua belas juta biayanya. Tadi kata dokter dan suster, mungkin empat jutaan aja."
"Ish, Ibu, ini trik, Bu. Untuk ke depannya Hanun kan gak boleh capek-capek banget dan harus kontrol. Pasti butuh uang untuk bolak-balik rumah sakit dan pemulihan."
"Mas," panggilku yang sudah tidak tahan lagi dengan suamiku. Aku tidak mau Bu Marissa dan Om Leon menganggapku bekerja sama dengan Mas Biru. Aku gak mau Bu Marissa menganggapku bersekongkol untuk memeras beliau.
"Ya ampun, Hanun, kamu udah sadar. Bikin kaget saja segala pake pingsan," kata suamiku yang menghampiriku sembari menyentuh pipi ini. Aku mengelak dengan kesal.
"Tolong pulang saja. Jangan ada di sini!" Kataku dengan lirih. Mas Biru dan ibu mertuaku begitu kaget dengan ucapanku.
"Kenapa? Kamu masih sakit'kan? Biar aku nungguin di sini. Nanti biar aku yang bolak-balik untuk urus obat kamu," katanya lagi dengan nada simpati. Ya, Mas Biru tidak tahu kalau aku mendengar semua percakapannya dengan Bu Marissa dan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami
Romance(Dewasa 21+) Bos pemilik restoran tempat aku bekerja, terang-terangan menyukaiku. Padahal ia sudah tahu, bahwa aku sudah bersuami. Ya, meskipun bagi suamiku, aku hanyalah mesin ATM-nya, tetapi aku tetap saja masih sah sebagai istri dari Bang Biru...