7. Luka Pertama ✓

41 2 0
                                    

10 November 2023

Firen hanya mengantar Alaya Sampai halaman depan, hari sudah mulai gelap wanita itu sengaja tidak mengizinkan putranya untuk mengantarnya pulang karena iya tidak mau merepotkan firen apalagi iya baru saja menikah dan biarlah anak itu menghabiskan waktu bersama istrinya.

Namun itu hanya ada dipikiran Alaya saja, tapi tidak dengan firen yang seketika membanting semua benda yang ada diruang tamu setelah mobil yang dinaiki sang ibu telah menghilang dari halaman rumahnya.

Hancur sehancur-hancurnya dan tak lagi berbentuk, beling-beling akibat pecahan yang disebabkan olehnya berhamburan dilantai itu. Dengan cepat alsya turun melihat apa yang sedang terjadi. Iya mematung melihat wajah firen Yang begitu menyeramkan.

Satu netra itu melirik tajam kearahnya, berjalan santai menuju padanya. Alsya berkeringat dingin, kakinya bergetar karena ketakutan. Tanpa aba-aba firen menarik tangan alsya dengan paksa dan menyeret gadis itu hingga tersungkur dilantai kamarnya.

"Beresin semua barang-barang Lo dan keluar dari kamar gue, cepat". Teriak firen dengan amarah yang meledak.

"Taa-tapi".

"Lo mau jalan sendiri atau perlu gue seret keluar". Iya kembali menekan suaranya tepat ditelinga alsya. Dengan rasa yang teramat takut iya segera memasukkan semua baju yang semula sudah iya susun rapi dalam lemari iya masukkan kembali kedalam koper untuk dibawa keluar.

"Cepat, gue gak tahan liat wajah Lo". Firen menggebrak meja kerja yang ada tepat disebelahnya.

Dengan tergesa-gesa alsya keluar dari kamar itu, firen langsung membanting pintu itu dengan keras tepat baru satu langkah alsya keluar.

Hatinya terasa begitu sakit, baru pertama kalinya iya dibentak seperti ini. Air matanya perlahan jatuh, dengan lambat iya berjalan dengan tatapan kosong sambil membawa sebuah koper mungil miliknya.

"Non Alsya". Panggil seorang wanita tua padanya. Namun iya tak mendengar, hatinya begitu terluka sehingga tak menghiraukan bahwa seseorang sedang memanggilnya.

Wanita itu berusaha mendekat, memegang tangan alsya. "Ayo non ikut bibi". Alsya menjadi bingung dan tak mengeluarkan satu katapun. Iya Hanya mengikuti wanita itu.

"Ini kamarnya non Alsya sudah bibi siapkan. Maaf ya non tadi bibi gak sengaja denger pembicaraan non Alsya sama tuan jadi bibi langsung membereskan kamar ini untuk non Alsya".

Alsya melirik disekelilingnya, kamar itu tampak rapi mungkin saja ini kamar kosong pikirnya . "Ini kamar siapa?". Tanya Alsya.

"Kamar tamu non, tapi udah Bibi bersihkan Kok".

"Kalau boleh tau anda siapa?".

"Saya BI unah, bibi udah bekerja empat tahun disini. Tuan firen hanya memperkerjakan dua orang saja, bibi sama pak Rohan supir pribadi tuan firen".

"Makasih BI untuk semua ini, tapi alsya rasa lebih baik alsya pulang kerumah aja". Balasnya pelan sambil menunduk.

"Jangan non ini udah malam, lagian non Alsya juga sudah menikah jadi udah harus tinggal disini. Kalau non Alsya kembali kerumah pasti nyonya akan marah".

"Tapi untuk apa alsya disini belum 24 jam kami menikah dia seakan-akan ingin membunuh alsya bi".

"Non Alsya yang sabar ya, bibi yakin kok tuan firen bakal berubah. Sebenarnya tuan baik banget orangnya". BI unah menatap wajah Alsya dengan tatapan penuh kasih sayang.

"Non Alsya gak usah merasa sendiri disini. Bibi akan selalu ada untuk non Alsya. Bibi ke dapur dulu ya kalau non Alsya butuh sesuatu panggil bibi aja".

Air Mata Dilangit Allerton Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang