"Formulasi media tanam C dengan penambahan hormon auksin terbukti mampu memberikan pertumbuhan tunas yang jauh lebih cepat. Dengan kecepatan tumbuh itu, kita bisa memangkas waktu produksi hingga lima puluh persen," ujarku menyimpulkan, mengakhiri presentasi hasil riset yang sedang aku kerjakan. "Untuk skala laboratorium, formulasi ini bisa dibilang menguntungkan. Tapi, saya tidak terlalu optimis jika sudah diaplikasikan ke skala produksi. Mungkin akan terjadi pembengkakan biaya di pengadaan auksin."
Aku mencuri pandang ke arah Pak Pala, mencoba melihat reaksinya. Laporan ini sama sekali tidak aku konsultasikan dengannya, jadi aku tidak terlalu yakin apakah kami sependapat atau tidak. Untungnya, Pak Pala mengangguk-angguk ringan mendengar simpulanku. Cukup membuatku lega. Setidaknya, kami tidak perlu beradu pendapat di depan perwakilan Divisi Produksi dan Divisi Jaminan Mutu.
"Saya minta dua opsi media tanam terbaik untuk masing-masing jenis bambu." Salah seorang dari Divisi Produksi berbicara. Tadinya aku berharap Mas Sagara yang akan ikut rapat hari ini, ternyata dia mengirim dua orang lain untuk mewakilinya. "Nanti akan kami pertimbangkan kira-kira mana yang lebih menguntungkan perusahaan, tapi tidak menurunkan standar kualitas produk kita secara umum."
"Baik, Pak," jawabku pada orang itu. "Nanti, sehabis rapat langsung saya email-kan ke Bapak."
Beberapa dari kalian mungkin asing dengan apa yang dari tadi aku bicarakan. Kalian juga mungkin bertanya-tanya, pekerjaan macam apa yang aku lakukan? Di perusahaan seperti apa aku bekerja? Agar kalian sedikit lebih mengenalku, biar aku perkenalan secara singkat di mana aku mengais Rupiah selama ini.
Aku bekerja di sebuah perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang kultur jaringan, JC Tissue Culture (JCTC). Induk perusahaan ini berbasis di Bogor, kantorku sekarang. Ada beberapa anak perusahaan yang tersebar di beberapa kota. Lima bulan setelah wisuda (itu tiga tahun lalu), aku diterima bekerja di sini sebagai peneliti di Divisi Riset. Sebenarnya JCTC bukan perusahaan multinasional yang dikenal semua orang. Aku dan teman-teman kuliahku bahkan tidak pernah sadar perusahaan ini eksis.
"Daripada nggak ngapa-ngapain sambil nunggu panggilan kerja, coba kamu masukin lamaran ke sini aja," ujar Ibu kala itu, di masa menganggurku yang sudah memasuki bulan keempat. Dia menunjukkan laman sebuah web di ponselnya. Ibu sepertinya sudah pusing melihat putrinya hanya berurusan dengan bantal, guling, dan ponsel selama berbulan-bulan. Aku benar-benar beban keluarga saat itu.
Aku membaca profil singkat perusahaan itu. Kultur jaringan, sesuai sekali dengan bidangku. "Ibu dapat info ini dari siapa?"
Ibu menggeleng. "Nggak tahu. Ada nomor asing yang ngirim tautan ini ke WA Ibu."
Aneh, tapi kami mengabaikan keanehan itu. Jalan sukses seseorang bisa sangat tidak terduga. Mungkin ini jalanku.
Singkat cerita, aku resmi melepas status pengangguranku di bulan kelima.
Selama tiga tahun di Divisi Riset JCTC, aku sudah terlibat pada berbagai proyek kultur jaringan. Namun, proyek tahun ini adalah yang terbesar. Lima bulan lalu, JCTC baru menandatangani kontrak dengan seorang investor yang sedang merencanakan pembangunan kawasan wisata hutan bambu di beberapa tempat di pulau Jawa. JCTC dipercaya untuk menyediakan bibit bambu berbagai jenis, mulai dari Bambu Tiongkok hingga Bambu Wulung.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAMBUSA WISHES (Gerha Purana Series)
ChickLitBAMBUSA WISHES Retelling Dongeng Timun Mas Grisella Putri Kanani sudah menjomlo selama dia hidup. Saat akhirnya ada laki-laki yang tertarik padanya (baca: melamar), umur laki-laki itu nyaris setengah abad. Masalah lain, si pelamar adalah Pak Pala, b...