BAMBUSA WISHES
Retelling Dongeng Timun Mas
Grisella Putri Kanani sudah menjomlo selama dia hidup. Saat akhirnya ada laki-laki yang tertarik padanya (baca: melamar), umur laki-laki itu nyaris setengah abad. Masalah lain, si pelamar adalah Pak Pala, b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pukul tiga dini hari aku sudah terbangun. Bukan karena terlalu bersemangat untuk tugas lapangan pertamaku. Sama sekali bukan. Kalau soal itu, aku tidak akan memilih bangun sepagi ini. Tidur satu atau dua jam lagi jelas pilihan yang lebih masuk akal. Semalam, aku baru tidur pukul dua belas, setelah perutku sedikit terisi oleh makanan dari sebuah gerai makanan cepat saji.
Setelah melihatku nyaris menangis kepedasan karena makan malam pilihannya semalam, Pak Pala akhirnya mengajakku mencari makanan lain yang lebih ramah di lidah. Tidak ada banyak pilihan di waktu selarut itu, jadi keputusan akhir adalah gerai makanan cepat saji.
Sebenarnya aku sudah menolak. Aku sudah merasa cukup dengan beberapa suap yang sempat aku makan. Namun, Pak Pala memaksa. Dia tidak ingin aku bangun tengah malam karena kelaparan. Pernyataan yang sebenarnya agak konyol, mengingat tengah malam akan datang tak lama lagi. Untuk menghargai niatnya, aku setuju mengisi perut dengan makanan lain sebelum tidur.
Penunjuk waktu di ponsel baru menunjuk pukul 03.11 ketika aku merasakan perutku sakit luar biasa. Usus dan organ dalamku serasa diaduk dan diremas. Perih, mulas. Aku langsung lari ke kamar mandi ketika sadar sesuatu naik ke kerongkongan. Aku muntah beberapa kali di kloset. Rasa pengar langsung menyerbu hidung.
Entah berapa lama aku berlutut di depan kloset. Cukup lama kupikir, karena saat gejolak di perut akhirnya mereda, aku merasa sedikit kesemutan. Meski kesemutan, aku bertahan sedikit lebih lama untuk memastikan tidak ada isi perut yang akan keluar lagi. Aku baru kembali ke tempat tidur beberapa menit kemudian, setelah berkumur dan menenggak air putih untuk menetralkan rasa aneh di mulutku.
Ada apa dengan perutku? Apa ini karena makanan pedas semalam?
Aku memang tak suka pedas, tapi sebelumnya perutku tak selemah ini. Mungkin perutku hanya terkejut. Selama ini aku cukup selektif untuk makanan berbumbu pedas.
Kupikir, urusan gejolak perut ini sudah selesai dan aku bisa kembali tidur. Ternyata, pukul 03.54, rasa sakit yang sama datang lagi. Mual dan perih kembali memaksaku berjongkok di depan kloset untuk kedua kalinya. Kali ini, tidak banyak yang kumuntahkan. Aku juga sudah kembali ke tempat tidur tak sampai lima belas menit kemudian.
Sialnya, hal ini terjadi lagi. Berulang-ulang. Sesekali tak ada setetes cairan pun yang kumuntahkan. Hanya rasa mual berlebih.
Saat semua sudah tak tertahankan, aku memberanikan diri menelepon Pak Pala. Ini terpaksa. Kalau ada orang lain di radius satu kilometer yang kukenal, aku jelas akan meminta tolong orang itu. Sayangnya, di sini, aku hanya kenal Pak Pala.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.