"MAMA sudah lama datang?" Gemi muncul di ruang makan. Rambut panjangnya yang masih basah terurai indah.
"Satu setengah jam lalu! Mama mau membawamu ke klinik akupuntur."
Seketika senyum di wajah Gemi sirna, menunduk sambil menikmati sarapan pagi dengan menu hasil racikan seorang ahli gizi. Sudah hampir setahun ia harus melakukan diet mediterania, mempersiapkan tubuh untuk mendukung kehamilan. Sejujurnya, ini sia-sia saja! Melakukan ini hanya untuk menuruti permintaan mertua agar tak selalu mencerewetinya.
"Nanti aku hanya akan merepotkan Mama saja."
"Kamu itu sebenarnya pengin punya anak, tidak, sih? Jangan traumamu saja yang kamu pikirkan! Kamu juga harus memikirkan Ernest! Usianya 37 tahun dan sudah menikah lima tahun!"
Kalau pembicaraan sudah sampai di tahap ini, Gemi memilih diam. Separah apa pun Beliau, ia menyayanginya seperti rasa sayang kepada bunda sendiri. Meskipun sering kali, tetap meneteskan air mata bila mengingat semua usaha Beliau untuk membuatnya bisa hamil. Tubuhnya ini sudah seperti mesin produksi yang gagal.
"Bagaimana kalau terapi yang lain, Ma? Aku akan mengikuti apa pun yang Mama rencanakan, asal tidak berhubungan dengan jarum. Bagaimana aku bisa rileks kalau belum apa-apa sudah ketakutan?" Tetap tersenyum, meskipun ditatap dengan penuh selidik.
"Kamu ada acara hari ini?"
"Kursus merajut, pukul 11.00."
"Sejak kapan kamu hobi merajut? Ernest tahu?" Gelengan memancing rasa keingintahuan.
"Beberapa kursus yang kuikuti, sudah selesai. Jadi aku cari kegiatan baru," jawabnya dengan senyum terkembang. Sengaja menyibukkan diri dengan banyak kegiatan untuk membunuh kesepian. Ernest selalu pulang malam dan sering menghabiskan weekend dengan bekerja.
"Makanya segera punya anak!"
Kalimat mujarab yang akan selalu terdengar bila Mama marah. "Aku pengin, Ma. Sangat pengin ..., tapi mau bagaimana lagi?"
"Keinginan itu harus diwujudkan dengan tindakan dan usaha, bukan hanya bermimpi!"
Gemi tidak tahu lagi harus menjawab apa. Semakin hari sang mertua semakin ketus. Mulai menggelitik kesabaran yang dengan susah payah dibangunnya. Pada dasarnya, ia bukanlah tipe penyabar dan penurut. Sudah menentukan pilihan, membuatnya harus bisa beradaptasi dengan baik. Suka, maupun tidak suka!
"Mama ikut kamu ke tempat kursus."
"Baik, Ma." Sering kali Beliau menjadi detektif swasta untuk menyelidiki tindak tanduknya.
***
WULANDARI memperhatikan Gemi yang tampak bersemangat, bergabung dengan peserta kursus. Begitu dia mengeluarkan hasil rajutannya, ia pun tertegun. Sebuah kaos kaki bayi berwarna pink yang hampir terbentuk sempurna. Matanya berbinar-binar saat mulai membuat lilitan di ujung benang.
Rasa bersalah menyerang, selama ini belum sekalipun melihat ketertarikan Gemi kepada hal-hal berhubungan dengan bayi, karena itu selalu meragukan kesungguhannya.
Diam-diam Gemi mencuri pandang ke sang mertua yang terperanjat. Kebetulan sekali Beliau meminta ikut kemari, jadi mempunyai kesempatan untuk mengetahui apa yang sebenarnya ia rasakan. Memang sudah berencana menggantung kaus kaki ini di teras rumah dan menghiasinya dengan lonceng.
Itu akan menjadi sebuah isyarat bahwa ia juga sangat menginginkan seorang bayi mungil segera hadir di rumah mereka. Mungkin itu bisa menyenyapkan mertua untuk sementara waktu, sambil berharap sebuah keajaiban terjadi. Masalah yang sedang mereka hadapi, hanya bisa teratasi dengan mukjizat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMINTANG, I'M SORRY!
RomancePerpisahan dengan Ernest, tidak saja membawa duka mendalam, tapi juga memaksa cinta dan benci saling berlomba mendominasi hati. Tabir perselingkuhan yang terkuak dalam sebuah tragedi, menyadarkan Gemintang bahwa tak mengenal Ernest seutuhnya. Akanka...