07: Death Game

69 13 1
                                    

Normal.

Itu adalah kata impian yang selalu diinginkan Sean. Menjadi normal. Melihat segalanya dengan matanya sendiri sebagai manusia biasa. Dia melihat apa yang orang lihat dan tak melihat apa yang orang lain tak dapat lihat. Ini adalah hidup yang diimpikan Sean.

Tapi—

Kenapa ia merasa kesepian?

Biasanya, sesosok wanita dengan pakaian ala wanita London abad 19 akan ada di samping kirinya. Bergelayut manja dan menyanyi dengan nada yang berbeda-beda. Terkadang mendayu atau ceria. Sekarang wanita itu tidak ada.

Sean memejamkan matanya. Biasanya lelaki berambut merah itu akan memarahinya. Ya memarahinya tentang betapa idiotnya dia mencelakakan teman-temannya sendiri. Sean sadar dia tidak bisa berkomunikasi dengan mereka. Itu seperti satu arah. Sean tidak bisa berbicara dan Sean tidak bisa mengerti apa yang mereka katakan.

Hanya lelaki berambut merah itu yang bisa bicara bahasa manusia sepertinya—selebihnya Sean ragu. Seumur hidupnya, tidak, selama ia mengenal wanita yang selalu berdiri di sisi kirinya itu, wanita itu hanya bisa mendumel namun suaranya tidak terdengar. Wanita itu hanya bisa bernyanyi.

Ya menyanyi.

"London Bridge is falling down. Falling down. Falling down." tanpa sadar Sean menyanyikannya.

"Hei Sean! Berhentilah bernyanyi lagu mengerikan seperti itu." Xiao Zhan yang duduk tidak jauh dari Sean jadi merinding sendiri. Mereka sedang di perpustakaan. Gedung tertua di sekolah mereka. Gedung yang dipenuhi oleh mahluk-mahluk aneh yang kini tak bisa di lihat Sean lagi.

"Maaf." Sean tersentak. Dia tahu ia sedang bernyanyi tidak seperti saat wanita itu masih di sampingnya. Sean benar-benar tidak akan berhenti sampai ia bernyanyi lagu itu hingga selesai.

Yibo menepuk kepala Xiao Zhan. "Kau berisik. Ini perpustakaan."

Ya benar. Perpustakaan. Tempat tongkrongan anak pintar sejenis Yibo. Xiao Zhan juga pintar tapi ia benci perpustakaan. Dia lebih suka belajar secara audio dari pada visual seperti Yibo.

Bagaimana dengan orang-orang yang tidak masuk dalam kategori pintar?

Seperti Hao Xuan misalnya.

Lelaki itu cukup menikmati dirinya menunggu di depan gedung perpustakaan bersama Sehun dan Yubin. Mereka bertiga cukup anti dengan buku. Hao Xuan tidak ingin berurusan dengan perusak lingkungan—dalam artian buku berasal dari poho. Semakin banyak buku yang dibaca akan semakin gencar membantu penebangan pohon, yang artinya merusak lingkungan—ini bodoh. Itu akal-akalah Hao Xuan saja agar ia terhidar dari deretan kata-kata yang tak ia mengerti. Ia hanya kurang imajinatif untuk mengerti isi buku. Buktinya, Hao Xuan bukan seorang pecinta lingkungan. Dia masih membuang sampah sembarangan.

Yubin beralasan dia lapar ketika melihat buku, sementara Sehun, sebaiknya lelaki cinta olahraga itu dijauhkan dari buku-buku penting sebelum menjadikan buku-buku itu sebagai media latihan tinjunya.

Kembali ke dalam perpustakaan.

"Buku apa yang kau cari, Yibo?" Xiao Zhan akhirnya bertanya. Ia tahu sebentar lagi ujian, tapi Yibo itu bukan tipe orang yang suka repot membaca ulang pelajaran mereka. Tidak belajar saja dia pintar apalagi ketika dia belajar, bisa kurang nilai A+ baginya.

"Buku."

"Ya, siapa juga yang tak tahu itu. Tidak mungkin kau akan mencari kabel di perpustakaan kan?" Xiao Zhan tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Yibo itu memang suka berbicara singkat hingga menimbulkan miscommunication. Artinya Xiao Zhan gagal paham.

Yibo menutup buku yang sedari tadi di bolak baliknya. Menyuruh Xiao Zhan menemaninya ke perpustakaan memang bukan pilihan yang baik. Anak itu akan terus berkicau jika tidak ada PSP di sampingnya. Sementara benda keramatnya itu di titipkan ke penjaga perpustakaan—perpustakaan mereka punya motto "di perpustakaan membaca buku, bukan bermain PSP atau bermain basket." Oleh karenanya hal-hal yang berbau permainan akan di sita sebelum duduk di kursi perpustakaan.

GHOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang