Possesive
.
.Azka dan Alina duduk berhadapan di meja makan minimalis di apartment mereka. Mereka melahap makanan di piring masing-masing. Keduanya sudah mandi bersama tadi. Kini lelaki itu sudah memakai seragam sekolah rapi. Wajah tampannya tampak segar dan berseri-seri.
Sedangkan Alina seperti 1 ia akan diam di apartemen sehariqan sampai Azka pulang sekolah. Jadi ia menyesuaikan penampilannya dengan outfit yang lebih santai, ia memakai homedress simpel berbahan kaos yang membentuk lekuk tubuh indahnya. Wajahnya dirias tipis dengan memakai cushion dan lipbalm saja. Beruntung Azka menepati janjinya untuk tidak menggenjot Alina lagi di kamar mandi. Kalau tidak, bisa-bisa Alina pingsan karena kelelahan.
"Azka, aku boleh kerja lagi yaa?" Alina memberanikan diri membuka obrolan di tengah kegiatan sarapan mereka. Alina menunduk, tidak berani menatap sorot tajam Azka setiap kali ia merengek minta kerja. Karena Azka akan berubah menjadi tegas dan sulit diajak kompromi.
"Kenapa lagi? Uang dariku kurang?"
Alina menggeleng cepat. Uang dari Azka sangat banyak. Lebih dari kata cukup. Bahkan bisa dibilang, ia tak pernah memegang uang sebanyak itu sebelumnya. Tapi lagi-lagi bukan uang perkaranya. Alina bosan. Alina merasa ia tak lagi punya privasi. Ia merasa Azka memenjarakannya di sangkar emas ini. Alina tak boleh bekerja, tak boleh bertemu siapapun tanpa ijin dari Azka, dan tak boleh bepergian kemanapun tanpa Azka. Apa namanya kalau bukan penjara??
Ia tau. Azka sangat loyal. Lelaki itu tak pernah mempermasalahkan uang. Azka pun tak pernah keberatan ketika Alina meminta diantar pergi kemana saja. Bahkan tanpa diminta pun, laki-laki itu dengan senang hati akan mengajak Alina pergi ke tempat-tempat indah, berbelanja barang mahal, makan di restoran fancy, menginap di hotel atau resort mewah, liburan ke dalam maupun luar negeri. Sungguh, hidup Alina berubah drastis semenjak hari itu. Hari saat Azka mengajaknya berpacaran.
"Aku bosan sendirian di apartmen ini kalau kamu sekolah... Kalau aku kerja kan bisa ada kegiatan."
"Please deh Al... Aku cuma sekolah delapan jam. Enam belas jam sisanya kita habisin berdua... Masih kurang?"
"Azka, aku akan cari kerja yang bisa pulang sore. Jadi sebelum kamu pulang, aku sudah lebih dulu pulang. Kamu gak per--"
"Enggak." Sela Azka. Wajah lelaki itu sudah berubah tegas. Tidak tampak lagi kelembutan dan sisi humoris yang kerap kali menghiasi ketika mereka sedang romantis berduaan.
Azka membanting sendok dan garpunya ke atas meja. Bunyi dentingan alat makan itu cukup mengejutkan hingga membuat Alina terkesiap. Azka meneguk minuman di gelasnya hingga tandas. Lantas berdiri dengan tangan menggamit tas ransel hitamnya.
"Kita sudah pernah ngomongin masalah ini Al... Dan jawabanku masih sama. Enggak!"
"Jangan membantah ucapanku kalau tidak mau video kamu telanjang dan squirt kenceng kesebar di sosial media."
Azka berjalan dengan wajah tertekuk masam. Ia terus menggerutu tidak jelas sepanjang jalan. Tidak peduli Alina mendengar gerutuannya atau tidak.
"Mana mungkin gue biarin cewek gue kerja?! Kayak orang miskin aja... Belum nanti dia ketemu cowok-cowok jelalatan di luar sana. Sinting kali gue ngijinin lo kerja Al... Banyak cewek yang mau jadi pacar gue biar bisa nikmatin harta gue. Sekarang lo malah ngerengek minta kerja!"
Alina menghela nafas panjang. Ucapan Azka sangat menyakitkan. Tapi ia mencoba mengerti.
"Tunggu!" Cegah Alina saat Azka hampir mencapai pintu keluar. Wanita itu berjalan cepat menghampiri Azka.
"Apa lagi, Al?" Azka berdecak kesal. "Kamu mau aku bolos ujian aja hari ini? Biar bisa nemenin kamu dan kamu ga bosen sendirian..?"
Alina menggeleng. "Kamu tau pasti aku bukan orang yang seperti itu." Ia memegang pundak Azka. Kakinya berjinjit sedikit agar bisa mencapai wajah lelakinya. Lalu ~
Cup~
Alina mengecup singkat bibir Azka. Untuk meredam kemarahan lelaki itu. Tiga bulan tinggal bersama membuatnya memahami Azka lebih baik. Kini Alina tersenyum manis saat wajah Azka bersemu merah. Menggemaskan.
"Semangat ujiannya. Semoga lancar dan cepet lulus.." ucap Alina tulus.
Azka mengusap puncak kepala Alina. "Gini dong. Pacar aku yang manis..." Ucapnya lebih seperti menganggap Alina seekor kucing yang harus menurut padanya.
"Jangan bahas aneh-aneh lagi. Kamu harus inget. Aku masih simpen video percintaan pertama kita... Kalau kamu gak mau video itu tersebar, nurut sama aku, Al."
Alina melengos. Senyum yang tadinya terulas manis sekarang memudar seutuhnya. "Kamu ngancem aku lagi..." Gumamnya.
"Ya. Karena aku mau kamu tetap di sampingku Al. Aku lakuin ini karena aku cinta sama kamu."
Kalau cinta, ga pake ngancem-ngancem kali Ka... Teriak batin Alina. Begitulah Azka. Hal sekecil apapun saat Alina tak mau menuruti ucapanya, Azka akan langsung mengancamnya dengan video saat pertama kali Azka dan Alina bertemu dan bercinta dulu. Saat Alina memakai nama samaran Amanda dan menjual tubuhnya demi mendapatkan uang pengobatan ibunya.
"Biar suami brengsek kamu itu juga tau, kalau memek istrinya udah aku rojok sampe muncrat. Sampe bikin banjir kamar hotel. Orang-orang juga harus tau... Kalau aku jago muasin kamu sampe squirting deres berkali-kali.."
"Cukup. Udah sana berangkat. Nanti kamu telat." Alina menunduk. Tak ingin Azka melihat netranya yang memerah dan siap menggelontorkan bulir bening bukti kepedihan hatinya.
Azka yang tidak peka hanya berdehem singkat. Lalu mengecup puncak kepala Alina dan keluar apartmen begitu saja.
Alina terduduk lemas. Tak terasa air matanya menetes turun ke pipi. Ia sedih setiap kali Azka memperlakukannya seperti pendosa. Selalu mengancam akan membuka aibnya kapanpun ia mau. Alina jadi meragukan ungkapan cinta yang sering digaungkan lelaki itu.
"Video sialan itu sumber penderitaanku! Malam ini aku harus berhasil hapus video itu biar Azka ga bisa ngancem-ngancem aku lagi." Geram Alina seorang diri.
Alina bukannya tak tau terima kasih. Dia hanya sadar diri. Dirinya hanya wanita biasa yang sudah ditinggal mati kedua orang tuanya. Ditinggal suami tanpa kejelasan apa-apa. Tidak punya pekerjaan. Sempat menjadi guru di SMA swasta favorit pun hanya 3 bulan, sudah dipaksa Azka mengundurkan diri. Sekarang dirinya siapa? Lebih mirip wanita simpanan anak konglomerat. Tidak punya harga diri.
Dan Alina benci perasaan itu.
Andai saja Azka bisa diajak bicara baik-baik... Kalau Alina hanya ingin merasa pantas berada di sisi Azka. Alina ingin punya sesuatu yang bisa dibanggakan pada Azka. Alina hanya ingin punya privasi untuk bisa menjalani kehidupan normalnya.
Tidak terpikir sedikitpun oleh Alina, untuk meninggalkan Azka. Yang ada malah Azka yang masih muda dan cemerlang itu yang punya banyak peluang meninggalkan dirinya.
Gadis kampung, dan masih terikat pernikahan dengan seorang Reza Andratama. Meskipun hubungannya sudah menggantung selama 1 tahun lamanya. Tapi tetap saja, palu hakim perceraian belum diketuk.
See? Betapa setiap detik Alina merasa insecure pada dirinya ini. Ia merasa tak memiliki value apapun untuk menjadi pantas bersanding dengan seorang Azkara Bhumi. Tapi Azka terus mengekangnya menggunakan ancaman video itu.
Azka memaksa menjadikan Alina pacarnya. Memaksa Alina tinggal seatap dengannya. Membuat Alina mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru SMA. Azka tidak mengijinkan Alina pergi kemanapun seorang diri. Azka tidak memberi celah sedikitpun untuk Alina bebas melakukan apapun sendirian.
Lalu bagaimana nasib Alina saat suatu hari nanti ditinggalkan oleh Azka? Ia akan kembali lagi menjadi wanita sebatang kara yang lontang tantung tak punya pekerjaan. Ia akan menjadi orang yang menyedihkan.
_______BERSAMBUNG 💦
KAMU SEDANG MEMBACA
ALAZKA
RomanceRate 21++ Follow, vote, dan tinggalkan komen ya teman-teman.. . . Sequel Dear A z k a 🤫 Cerita cinta Alina dan Azka Azkara Bhumi, pemuda tampan idola sekolah yang jatuh cinta pada seorang wanita biasa hanya karena wanita itu bisa memenuhi fantasi s...