3

74.5K 220 5
                                    

He is young, but mature
.
.
.

Alina sedang memasak ketika mendengar pintu apartmen dibuka dari luar. Menyadari pukul berapa saat ini, Alina sudah tau siapa orang yang masuk. Ia melanjutkan kegiatan memasaknya tanpa menoleh ke arah pintu.

Selang beberapa menit kemudian, Alina menata makanan di meja. Menyiapkan piring kosong dan gelas yang sudah terisi penuh untuk dua orang. Hampir saja raganya berbalik, sebelum sepasang lengan kekar melingkar di pinggangnya. Alina mematung.

Sebuah benda basah mendarat di bahunya. Aroma maskulin favoritnya pun turut menggoda indera penciuman Alina. Ciuman yang lembut di sepanjang ceruk leher dan bahunya yang terekspos bebas, membuat aliran darah dalam tubuhnya mendadak menghangat.

"Maaf untuk tadi pagi.." lirih Azka tanpa melonggarkan dekapannya.

"Hm.." Alina hanya menjawab singkat. Namun usapan lembutnya di lengan Azka yang melingkari perutnya itu menjadi tanda bahwa wanita itu tak lagi kesal.

"Marah, hm?"

"Sedikit."

"Karena?"

Alina menggeleng. Ia bergerak hendak mengurai lilitan lengan Azka. Tapi lelaki itu semakin mempererat dekapannya.

"Bilang dulu apa yang bikin kamu marah..."

Alina terdiam. Ia sungguh tak mengerti arah pembicaraan Azka. Tak biasanya mereka 'bicara'. Karena apapun masalahnya, obatnya adalah bercinta. Azka akan menggempur vaginanya sampai ia kelelahan. Lalu kelar masalah!

Segampang itu.

Bagi Azka, tidak ada satu masalahpun yang tidak selesai dengan saling memuaskan birahi!

Catat!

Dan itu melelahkan bagi Alina. Karena itu membuatnya terus menerus memendam unek-uneknya dalam hati.

"Karena aku melarangmu bekerja? Atau karena aku mengancammu dengan video kita? Atau alasan lain?"

"Kenapa tiba-tiba kamu bertanya?"

"Aku ingin membuatmu nyaman dengan hubungan kita. Ehm... Aku ingin jadi lebih dewasa dan bisa membahagiakanmu, Al..."

Alina mengulum bibirnya. Azka selalu manis. Sangat manis. Ya, meskipun kadang sedikit kekanakan. Namanya juga anak ABG. Andai saja ia bertemu dan jatuh cinta dengan Azka pada situasi yang berbeda dengan saat ini, maka Alina akan sangat bersyukur.

"Gak mau jawab, hm?" Selidik Azka lagi. Ia kembali menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Alina. Menghirup rakus aroma tubuh favoritnya itu.

Alina membuka mulut hendak menjawab, tapi urung ia lakukan karena Azka lebih dulu bersuara.

"Aku melarangmu bekerja karena aku tidak tega membiarkanmu melakukan pekerjaan untuk menghasilkan uang. Aku bisa memberimu uang berapapun yang kamu butuhkan, jadi kamu ga butuh kerjaan. Lalu kalau video itu... Aku minta maaf, aku pikir dengan mengancammu kamu akan menuruti kemauanku."

Alina menghela nafas panjang. "Tapi aku ga suka, Azka. Aku gak suka kamu ngancem-ngancem aku terus... Aku ngerasa seperti pendosa yang aibnya siap dibongkar kapan saja olehmu."

"No, you're not. I am sorry, Al.." lirih Azka.

"Kalau aku minta kamu hapus video itu... Kamu mau kan?"

"Gak mau."

Alina tertunduk lemas. "Jadi masih ada kemungkinan kapan saja kamu bisa menyebarkannya.."

"Cewek bego!"

"Aahhh!!" Alina terkesiap. Netranya membulat. Entah bagaimana mulanya, satu jemari Azka sudah berada di selangkangannya dan menusuk liangnya yang masih kering menciptakan sedikit rasa perih. Alina memang tidak menggunakan celana dalam. Tapi tetap saja ia tidak memprediksi gerakan Azka ini.

ALAZKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang