GATRA DAN TUTAKARAMA Teruki Kana
Pada suatu masa di Zaman Peradaban Kuno, sebelum kota-kota kerajaan bersatu menjadi Kerajaan Jayandra, berdirilah sebuah negeri di bagian tengah Pulau Jayandra, yaitu Kerajaan Randujaga.
Raja yang memerintah Randujaga saat itu adalah Prabu Hadugemi, yang terkenal amat kejam dan tak adil. Demi kesenangan dan kemewahan hidupnya, Hadugemi tak segan-segan memeras rakyat jelata dengan pajak-pajak yang beragam dan amat besar jumlahnya, biasa disebut "upeti".
Pernah terjadi pemberontakan rakyat di Randujaga. Tapi apa daya, rakyat jelata tak memiliki kekuatan maupun perlengkapan perang yang mampu mengimbangi pasukan kerajaan. Hanya unggul jumlah, pemberontakan mereka dipatahkan dengan mudah. Akhirnya, rakyat hanya bisa pasrah dan berdoa pada Sang Mahesa, semoga penderitaan yang mereka alami ini akan segera berlalu.
Seolah menjadi jawaban doa rakyat, suatu hari seorang pria tinggi-besar yang terkesan gagah, sakti mandraguna berdiri seorang diri di depan Keraton Randujaga, istana kediaman raja. Dengan suara amat lantang pria itu berseru, "Mana Hadugemi, si penyiksa rakyat? Keluar kau, biar kutimpakan keadilan Nirwana ke atas kepala botakmu!"
Mendengar tantangan yang sangat kurang ajar ini, sepasukan tentara kerajaan bergegas mengepung pria sok jagoan yang – dari prana tanah yang ia pancarkan – memang nyaris sekuat dewa itu.
"Siapa namamu? Beraninya kau menghina raja! Setidaknya sebutkan namamu, karena kau pasti mati!" teriak komandan pasukan raja.
"Namaku Tutakarama! Serahkan negerimu padaku, Hadugemi! Kalau tidak, jangan salahkan aku meluluh-lantakkan istana kandangmu ini!"
Seorang prajurit yang merasa geram berlari maju dengan amat cepat, mencoba membunuh Tutakarama. Tapi, saat prajurit itu masih kira-kira sepuluh langkah dari lawannya, Tuta lantas menghantamkan satu tinjunya di tanah. Daya penghancur dahsyat merembet di tanah dan meremukkan seluruh tubuh si prajurit yang dilandanya. Tak berhenti sampai di sana, sebaris pasukan kerajaan bertumbangan diterpa jurus Gempa Pemecah Cadas ini.
Tutakarama tertawa. "Kalian lihat sendiri, 'kan? Aku tak pernah main-main dengan ancamanku."
Senopati Saburang, komandan pasukan kerajaan yang belia, tampan, gagah dan berakal panjang lantas berseru, "Baik, kami akui kau sungguh sakti bagai dewa, Tutakarama! Tapi kalau kau memang berniat menyelamatkan negeri ini, tentunya kau takkan tega menghilangkan nyawa banyak prajurit dan rakyat tak berdosa, bukan?"
"Tergantung jawaban raja kalian," jawab Tuta dengan angkuhnya. "Begini, karena Prabu Hadugemi kelihatannya terlalu pengecut untuk bertatap muka denganku, aku takkan menghancurkan Randujaga hari ini. Tapi ingat, bila beliau tak juga sadar dan berubah menjadi raja yang arif-bijaksana, aku akan menculik orang-orang di Kota-Kerajaan Randujaga ini setiap hari! Camkan itu!" Si pria amat perkasa lantas berlari pergi, tiap langkahnya mengguncang tanah bagai rentetan gempa.
Keringat dingin Senopati Saburang bercucuran. Ia yakin, sang raja telah mendengar ancaman ini dari dalam keraton. Namun iapun yakin Prabu Hadugemi takkan pernah mau insyaf, bahkan hingga seluruh penduduk Randujaga menghilang dari dunia sekalipun.
==oOo==
Seperti dugaan Saburang, Prabu Hadugemi, seorang pria separuh baya bertubuh tambun dan berkumis-janggut kasar menganggap sepi ancaman Tutakarama kemarin. Hari ini, Baginda malah mengadakan pesta besar, lagi-lagi mengabaikan tugas-tugas kenegaraan.
Di tengah-tengah acara pesta, tiba-tiba seorang prajurit berlari masuk balairung dan langsung berlutut. Tubuhnya berdarah-darah. "Ampun, Gusti Prabu..." ucap prajurit itu, bersimpuh dan menunduk serendah-rendahnya di hadapan sang raja.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERNA SAGA arung.semesta
FantasiDi semesta jagad teramat luas ini, terhampar keindahan dan prahara yang banyaknya bagai air dalam lautan Tak terhitung pula letupan-letupan kehidupan yang saling bergesekan, hingga berledakan Para pahlawan mulai bangkit dari cangkangnya Teruji dala...