^Jing Yuan POV^
"Ini aku buka pintunya!"
Meski agak jauh orang ini orang kepercayaanku.
"Ini darurat! Cepat buka!"
Aku bisa rasakan nafas [y/n] makin lama makin lamban.
"[Y/n]", aku mengusap pipinya dan menyibak rambut yang menutupi wajahnya.
Tidak...dari tatapannya itu dia mulai kehilangan kesadaran.
"Tetap bangun ya? Jangan tidur, aku mohon"
Kriet.
Akhirnya!
"Dasar orang-orang ini tidak tahu--"
Aku melesat masuk. "Di mana ruangan kosong?"
"Hei! Jangan sembarangan! Perlihatkan pasiennya padaku!"
Aku berbalik menghadap kawan lamaku.
Sekali lihat saja matanya langsung melotot.
"Ruang isolasi, sebelah kiri"
Aku mengikuti arahannya dengan langkah terburu-buru.
Pasti keadaan [y/n] sudah gawat.
Aku membaringkannya perlahan di ranjang yang ada di ruang isolasi.
"Kau juga harus diperiksa, pergi ke ruang sebelah ada asistenku yang akan tangani. Yang di sini biar aku saja"
"Aku percayakan padamu"
Aku harus meninggalkan [y/n] sementara.
Aku mengecup dahinya sebelum pergi ke ruangan sebelah.
Tempat ini sangat luas dan kawan lamaku itu tidak menerima sembarangan orang untuk masuk kemari.
Aku diperiksa dan tidak ada yang aneh padaku.
Aku menunggu di depan ruangannya begitu selesai.
Ada teriakan kesakitannya, aku bisa dengar.
Dadaku sakit tapi ini demi kebaikkanmu.
Kau pasti kuat, aku tahu kau pasti kuat.
Kumohon bertahanlah.
"Hoi"
"Keadaannya bagaimana? Apa sudah tidak apa?"
"Racunnya hampir menyebar, infeksinya sudah teratasi...kau bisa temani sekarang hoam~ aku mau tidur"
"Terima kasih! Terima kasih sungguh!"
"Jangan berisik ya, dia juga lagi tidur"
🦁🦁🦁
^Author POV^
Malam terasa panjang.
Manik Jing Yuan tak lepas dari istrinya.
Jemari saling mengunci.
Dicium kening dan pipinya dengn hangat.
Matanya masih tetap terbuka hingga sang fajar menampakkan diri.
Burung berkicau merdu dengan udara yang sejuk sehabis hujan.
Ia keluar ruangan karena disuruh kawan lamanya itu, kawannya ingin mengganti perban istrinya.
Jing Yuan mengajukan diri untuk melakukannya tapi ditolak.
Alhasil dirinya keluar unruk sekedar membasuh wajah.
"Menantuku?"
Jing Yuan menoleh kala suara familiar menyapa telinganya. "Ayah?"