Vote dulu sebelum baca
###
Suasana di kelas 1-C pagi ini cukup hening karena wali kelasnya sudah ada didalam kelas. Evi, guru muda yang baru lulus kuliah itu memindai seisi kelas, tangannya bergerak meraih pulpen dan kertas absensi.
"Adiba."
"Hadir Bu!"
"Aishwa."
"Hadir Bu!"
"Alandra."
"Alandra."
Guru muda itu mengalihkan pandangannya dari kertas absensi. Ia melihat tangan kecil dari siswa laki-laki yang duduk dibarisan paling belakang terangkat.
"Alan, kenapa ga jawab ibu?"
Siswa yang dipanggil Akan itu mengangkat kepalanya dengan malas. "Gapapa."
Evi terlihat heran namun ia mengabaikan tindakan Alan yang berbeda dari biasanya. Guru muda itu kembali memanggil nama seluruh siswanya untuk mengisi absensi.
***
Alandra tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Alandra ingat dengan jelas bagaimana lehernya terasa begitu sakit saat ia menggantung dirinya di balkon rumah. Seharusnya ia sudah mati. Bagaimana bisa Alandra berakhir seperti ini? Ia kembali ke masa lalu?
Alandra tahu perbuatannya itu tidak dibenarkan, hanya saja ia sudah sangat malas dengan hidupnya. Alandra muak dengan keluarganya yang tidak pernah meliriknya. Ia lelah karena terus mengemis perhatian dari keluarganya. Haruskah ia kembali menggantung dirinya?
"Alan, kamu ko jadi diem? Tumben banget ga banyak omong."
Miki, teman sebangku Alan menatapnya dengan heran. Biasanya, tiada hari tanpa ocehan Alan. Entah itu tentang orang tuanya yang sibuk, atau tentang kedua kakaknya yang berprestasi.
"Belisik!"
Alandra berdecak sebal saat menyadari bahwa dirinya masih belum bisa mengatakan huruf 'r' dengan jelas.
"Berisik apa? Kamu tuh yang biasanya berisik. Aku cuma ngomong dikit!" Miki hampir berteriak karena tidak terima dengan ucapan Alandra.
Alandra mengabaikan teman sebangkunya. Ia memilih untuk memejamkan matanya.
"Bu guru! Alandra tidur." Miki memanggil wali kelasnya. Seketika, semua orang di kelas kembali menatapnya.
Wali kelas Alandra menghampiri meja keduanya. "Alandra kenapa? Sakit? Mau ibu hubungi orang tua kamu?" Eva menyentuh kening Alandra dengan punggung tangannya.
Alandra mendengus pelan. "Gausah Bu, aku baik-baik aja. Miki nya aja yang belisik."
Eva mengangguk pelan karena ia tidak merasa ada yang salah dengan suhu tubuh muridnya. "Yaudah, kalo gitu kalian berdua jangan ribut ya. Kita kan mau belajar. Miki juga jangan gangguin dulu Alandra nya ya."
Alandra mengangguk pelan sementara Miki mengembungkan pipinya karena kesal namun tidak bisa menolak permintaan wali kelasnya.
Alandra kembali memejamkan matanya, lagipula ia sudah sangat mengerti pelajaran kelas 1 SD itu.
'Aneh, harusnya gue mati. Kenapa bisa kaya gini? Kan ga lucu kalo sekarang gue bunuh diri lagi. Apa motifnya? Eh tapi, kalo minum racun...'
Teng... Teng...
Lamunan Alandra seketika buyar saat bel tanda pulang sekolah berbunyi.
Pengumuman kepada semuanya, hari ini akan diadakan rapat untuk membahas kinerja guru. Kepada guru yang mengajar, silahkan bubarkan para siswanya.
'Hari ini ya.'
"Alan, aku masih marah sama kamu. Besok-besok kita musuhan!" Miki memasukkan peralatan sekolahnya ke dalam tas. Ia berlalu meninggalkan Alandra dengan wajah masam.
Alandra menghela napasnya. Ia mengikuti kegiatan Miki memasukkan peralatan sekolahnya, setelah itu ia beranjak keluar kelas, lalu menuju gerbang sekolah.
"Kalo gasalah, hali ini tuh mami jemput abang, telus ayah jemput kakak. Meleka lupa kalo ada aku disini. Yaudahlah, jalan aja kali ya. Lagian sekolah ke lumah kayanya deket."
Alandra berbicara sendiri. Kaki kecilnya melangkah keluar dari sekolah. Ia menyusuri jalan sendirian karena semua teman-temannya ditunggu lalu di jemput oleh orang tuanya masing-masing.
"Kayanya kalo ketablak juga ga masalah deh. Tapi jalan disini sepi banget."
Alandra memperhatikan jalanan yang sepi sambil terus melangkah.
"Lagian kalo bocil, pasti diwajalin deh nyeblang sembalangan. Kalo gasalah di depan ada peltigaan, disana aja kali ya?"
Alandra mengembangkan senyumnya menyadari bahwa ia mendapatkan ide brilian. Langkahnya terasa semakin ringan menuju pertigaan jalan.
Tiba di pertigaan, Alandra terperangah melihat banyaknya kendaraan yang berlalu lalang. Matanya mengedar, mencari kendaraan yang melaju lebih cepat dari pada kendaraan lainnya. alandra melihat sebuah motor melaju dengan cepat, tidak menyia-nyiakan kesempatan, Alandra segera menyebrang.
"Eits! Mau kemana? Kamu ga liat ada motor maju kenceng gitu?"
Seorang remaja laki-laki dengan seragam putih abu-abu menarik kerah kemeja putih Alandra.
"Argh! Lepasin!" Alandra memberi pelototan pada remaja laki-laki itu. Ia menyayangkan motor besar yang melaju dengan cepat.
"Ck, kamu ngapain sih? Mau kemana? Biar kakak anterin."
Remaja laki-laki itu berdecak sebal saat bocah dihadapannya memberontak.
"Gala-gala lo- kamu! Motolnya pelgi!"
"Ngomong apa sih bocil? Motor woi, motor, bukan motol."
Alandra terus memberontak, ia berusaha melepaskan tangan remaja laki-laki itu dari kerah pakaiannya. "Lepasin ga? TOLONG! TOLONG! Olang ini mau nyulik aku, Tolong!"
Alandra berteriak dengan keras, seketika pandangan orang-orang mulai berpusat padanya. Melihat adanya kesempatan, Alandra menginjak kaki remaja laki-laki itu kemudian berlari dengan cepat.
Remaja laki-laki yang kini ditatap banyak orang itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe, sebenernya dia adik saya pa, bu. Pengen nyebrang sendiri tapi ga saya izinin, saya bukan culik ko. Masa culik adek sendiri. Permisi ya pa, bu." Randi tersenyum canggung lalu berlari menyusul Alandra.
"Pinter banget tuh bocil cadel. Awas aja kalo ketemu, gue geprek kepalanya." Randi bergumam kesal, ia kembali memasuki rumah makan yang ia tinggalkan sebelumnya.
"Harusnya gue makan aja, bocil tadi juga ngilangnya cepet banget." Randi menolehkan kepalanya kesana-kemari.
"Bu, makanan saya yang disini mana? Yang tadi baru persen."
Pegawai yang di cegat Randi terlihat berpikir. "Aduh, maaf mas. Kirain udah selesai makan. Makanannya dibawa yang lain ke ruang cuci piring." Pegawai itu tersenyum sopan.
"Ck! Gue belom coba, mana dah di bayar."
Randi berlalu meninggalkan rumah makan itu dengan wajah kesal. Kekesalannya semakin meningkat mengingat bahwa semua ini terjadi karena Randi melihat bocah SD yang hendak menyeberang sembarangan.
"Awas aja lu bocil!"
###
Ya begitulah, ini non isekai ya. Alias di bumi wkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shit! I'm Back [END]
Fantasy#Story Regresi [Non Isekai] Katanya, jadi anak bungsu itu enak ya? Iya, enak. Keliatannya. *** Harusnya Alandra mati setelah bunuh diri, sayangnya Alandra malah kembali ke masa kecilnya. Sudah Andra putuskan, Andra harus mencari cara lain untuk mati...