2

12.5K 1.1K 18
                                    

Vote dulu sebelum baca

###

Alandra mencak-mencak sambil bergumam kesal. Rencana bunuh dirinya gagal total karena remaja laki-laki yang tidak dikenal.

"Kenapa sih! Sok peduli banget jadi olang! Gala-gala dia gue jadi gagal. Padahal kalo belhasil, mungkin sekalang udah tenang."

"Lasain aja! Disangka penculik."

Alandra terus melangkah sambil menggerutu. Cukup lama ia berjalan, akhirnya ia tiba di sebuah rumah mewah yang dihalangi pagar tinggi berwarna hitam.

"Den Andra? Aden pulang sama siapa?"

Toni, satpam yang berjaga didepan rumah Alandra bertanya dengan wajah khawatir. Alandra melihat wajah yang sedikit keriput itu dengan seksama. Ah, apa pernah orang tuanya berprilaku seperti itu? "Andla pulang sendili. Lumah sepi atau lame?"

Tatapan satpam itu berubah menjadi prihatin. Ia memang sering mendengar dari pekerja di bagian dalam mansion bahwa si bungsu itu hasil dari kebobolan. Maka dari itu keluarganya jarang memperhatikannya.

"Aden pulang naik apa? Pasti kakinya sakit. Kalo udah masuk, minta bibi buat bikin makanan sama minuman ya den, oh iya tuan sama nyonya belum pulang, kakak-kakak aden juga. Aden tumben udah pulang jam segini."

Alandra mengangguk pelan. "Kayanya ada lapat di sekolah. Jadi disuluh pulang."

"Pa Toni, makasih ya. Andla masuk dulu." Alandra tersenyum manis sebelum meninggalkan satpam itu.

Alandra masuk kedalam kamarnya dengan malas. Setelah menutup pintu, tangannya bergerak meraih lehernya. Alandra berjalan menuju balkon kamarnya. Tempat dimana ia mengakhiri hidupnya dengan sebuah tali yang ia pesan secara online.

"Masa halus gantung dili lagi." Alandra memegangi pagar yang membatasi balkon kamarnya. Tatapannya beralih pada sebuah mobil yang memasuki kawasan mansion. Alandra melihat orang tua dan kedua kakaknya keluar dari mobil tersebut. Raut senang dari keempat orang itu bisa Alandra lihat dengan jelas.

Alandra menggigit bibirnya saat merasakan denyut nyeri di hatinya.

"Dali dulu meleka keliatan seneng pas ngabisin waktu belempat. Kenapa gue ga ngelti-ngelti ya? Malah maksa pengen baleng meleka. Belalti kalo gue mati, meleka gaakan sedih dong?"

Alandra menatap sendu pemandangan keluarga bahagia itu. Tangannya terkepal erat. Ia masuk kedalam kamarnya lalu menutup pintu balkon.

###

"Bi Ima mau kemana?"

Clarissa menghentikan ART yang membawa nampan berisi segelas susu serta beberapa cemilan.

"Bibi mau ke kamar den Andra bu, kata pa Toni den Andra pulang sendirian, jalan juga bu."

"Jalan sendirian? Dari sekolah?" Clarissa kembali bertanya.

Ima mengangguk mengiyakan.

"Yaudah, bibi ke atas aja dulu, nanti bilangin sama Andra kalo dia udah selesai, suruh turun kebawah ya bi."

"Iya bu." Ima melanjutkan langkahnya menuju kamar Alandra.

Setelah kepergian ART nya, Clarissa memijat pelipisnya. Ia menatap suaminya yang sedang bermain balok susun dengan kedua putranya.

Melihat istrinya yang resah, Rio menghentikan kegiatannya.

"Kenapa sih? Tiba-tiba bad mood gitu."

"Ya gimana ga bad mood. Anak bontot kamu tuh, pulang sekolah sendirian. Jalan lagi. Gimana kalo ilang?" Clarissa mengadukan tindakan Alandra.

"Mami ga liat glup wa ya? Mami ngapain emang? Ko sibuk banget sih. Bu gulu udah umumin ko, di glup kalo kita pulang cepet."

Alandra menuruni tangga dengan membawa gelas kosong ditangannya. Tadinya Alandra berniat memanggil bi Ima, hanya saja ia malas berteriak jadi ia memutuskan untuk turun kebawah. Namun Alandra malah disambut dengan ocehan ibunya.

"Hah? Masa sih, ko mami ga liat ya?" Clarissa buru-buru meraih ponselnya yang berada di atas meja. Beberapa saat kemudian, Clarissa tampak merasa bersalah.

"Ah... Andra, maafin mami ya. Mami tadi sibuk milihin buku buat kak Vero. Jadi mami ga liat ponsel."

'Iya, dulu juga gitu ko. Mami sibuk sama ka Vero, kalo papi sibuk sama ka Varo. Pasti kelanjutannya mami atau papi bakal ajak gue ke toko mainan.'

"Gimana kalo kita pergi ke timezone? Atau kamu mau beli mainan?" Rio memberikan penawaran sebagai ganti karena tidak menjemput putra bungsunya terlebih dahulu. Jujur ia merasa kesal dengan istrinya yang ceroboh.

"Beneran pi? Kapan pelginya?" Alandra punya rencana diluar nanti.

"Sekarang aja pi! Ya mi, perginya sekarang aja." Alvero, kakak kedua Alandra memohon kepada ibu mereka.

"Yaudah, kita pergi sekarang. Tapi kalian ganti baju dulu." Clarissa memerintah kedua anaknya yang langsung dibalas anggukan.

'Gue udah kaya lagi nonton keluarga cemara.'

Alandra duduk di kursi, ia menjauh dari kedua orang tuanya lalu memakan cemilan yang ada di meja.

'Mami sama papi sayang ga sih, sama gue? padahal gue juga anaknya. Tapi mereka kaya ga peduli sama gue.'

Alandra sedikit melamun. Sejak kecil, ia selalu mendengar ibunya mengatakan bahwa ia merupakan anak dari hasil 'kebobolan' pada semua temannya atau rekan bisnis ayahnya. Alandra juga sering mendengar dari pekerja di mansion bahwa kedua orang tuanya hanya ingin memiliki dua anak.

Jika di masa lalu, saya kedua kakaknya tida ada. Alandra pasti membicarakan banyak hal untuk menarik perhatian orang tuanya, kali ini Alandra tetap diam dengan mulut yang tertutup rapat. Otak kecilnya sudah merancang banyak cara yang akan ia lakukan saat diluar nanti.

"Ayo mi, pi. Kita udah siap."

Alvaro, si sulung kelas satu Sekolah Menengah Pertama datang dengan hoodie abu-abu yang dipadukan dengan jeans hitam, sementara Alvero, anak kedua kelas enam sekolah Dasar memakai kaos putih polos dengan jeans biru muda.

Alandra menatap mereka dengan malas.

'Sebentar lagi Dra, sebentar lagi gue bakal tinggalin mereka.'

"Yaudah yuk, keburu malem." Rio melangkah keluar mendahului mereka.

Alandra masuk kedalam mobil, ia duduk di samping kakak keduanya, Vero.

"Andra, tau ga? Ternyata kelas enam itu sudah. Harus ikut les, TO, terus ada ujian juga. Tadi mami beliin kakak banyak buku, katanya buat dipelajari. Bukunya banyak banget. Kamu mau liat ga? Nanti pas pulang, kamu liat ya! Kakak bakal ajarin kamu."

Alandra tersenyum tipis. Jika ini Andra yang belum kembali ke masa lalu. Ia akan berpikir jika ia kelas enam nanti, ibu ataupun ayahnya akan membeli banyak buku untuk dipelajari olehnya.

Di masa lalu, Alandra selalu melihat ayah dan ibunya memberi banyak cinta dan kasih sayang pada kedua kakaknya. Alandra selalu berpikir, jika ia sudah seusia kakaknya, mungkin Alandra akan mendapatkan hal yang sama.

Sayangnya tidak.

Saat Alandra kelas enam SD, kakak keduanya berada di akhir masa sekolah. Clarissa sibuk mencari perguruan tinggi yang cocok untuknya, sementara kakak pertamanya disibukkan dengan kuliah serta tugas tambahan dari ayahnya untuk mengelola perusahaan.

'Hah, berisik banget.'

###

Shit! I'm Back [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang