10

13.1K 1.2K 100
                                    

Vote dulu sebelum baca

###

Rio memasuki rumahnya dengan langkah pelan. Lagi-lagi ia tidak berhasil memperbaiki hubungannya dengan Alandra. Ia duduk di sofa dengan punggung tangan yang menutupi matanya.

"Harusnya ga kaya gini."

Seharusnya ia dan Alandra pulang bersama dan memperbaiki hubungannya. Rio bahkan tidak bisa menahan Alandra yang pergi bersama adik iparnya. Tubuhnya terasa kaku, lidahnya juga kelu saat ia hendak memanggil dan menahan Alandra.

Rio menghela napasnya. Ia menelusuri ingatannya tentang Alandra namun sayang, tidak banyak momen yang ia lalui bersama putra bungsunya bersarang dalam ingatannya. Hanya ada sedikit kenangan dimana ia menolak ajakan si bungsu, juga janji manis yang tidak pernah ia tepati.

"Pantes aja kamu kecewa, dek," gumam Rio.

Nyatanya, bukan hanya perihal makanan kesukaan. Beberapa kali Rio berjanji untuk menemani Alandra belajar, bermain dengan Alandra, mengajak Alandra pergi bersama, namun tak satu pun dari janji itu ditepatinya. Rio merasa dirinya begitu bodoh karena hanya menyadari semua itu setelah Alandra benar-benar mengabaikannya.

Dada Rio terasa sesak, Rio mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Ia merasa seperti sebuah kegagalan sebagai seorang ayah. Segala rasa bersalah dan penyesalan menyeruak dalam pikirannya.

Rio menegakkan tubuhnya saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Ia melihat Clarissa melewatinya.

"Kamu kenapa jadi gini, Sa?" tanya Rio sebelum Clarissa menginjak undakan tangga.

Clarissa menolehkan kepalanya, "Aku, kaya gini? Kamu tuh yang tiba-tiba berubah," ucap Clarissa dengan nada sinis.

Rio berdiri kemudian mendekati istrinya, "Sa, Andra itu anak kita. Aku akuin kalo aku juga salah karena gak merhatiin Andra. Tapi kamu juga ibunya Sa," Rio menjeda perkataannya hingga Clarissa menatap matanya. "Kenapa kamu jauhin Andra? Kamu juga bikin aku sama kakak-kakaknya jauhin Andra. Dia masih kecil Sa."

"Tuh kan, kamu yang berubah! Kamu terus belain dia. Kamu juga nyalahin aku. Kalo kamu mau perhatiin dia, yaudah! Perhatiin aja sana. Gausah ajak-ajak aku," balas Clarissa. Napas wanita itu terlihat memburu seolah menahan marah.

"Udahlah! Aku capek. Aku gamau ribut sama kamu karena dia." Clarissa berbalik dan berjalan menaiki tangga.

"Dia, dia! Namanya Alandra Sa! Anak kita!" Rio berucap dengan nada tinggi.

Clarissa menoleh, matanya memerah, ia menatap Rio dengan tatapan tajam. "Anak kita? Kamu bilang dia anak kita?" Clarissa berjalan dengan cepat menuju arah yang berlawanan, ia masuk kedalam gudang dan membawa sebuah kardus yang berisi berbagai barang.

Brak!

Clarissa membalik kardus tersebut hingga seluruh isinya bertebaran.

Rio mengenali barang-barang tersebut, semuanya tidak lain merupakan barang-barang milik putra bungsunya yang dikumpulkan sejak Alandra masih berada di dalam kandungan.

"Kamu masih bilang kalo anak itu anak kita? Terus siapa perempuan yang lagi hamil ini? Dia ga mungkin kenalan aku. Perempuan ini pasti selingkuhan kamu Rio!" teriak Clarissa. Kedua matanya memerah dan berkaca-kaca.

Rio terdiam karena terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh istrinya. Ia hendak berbicara namun Clarissa sudah mendahuluinya.

"Aku udah tahan buat ga ngelampiasin marah aku sama anak itu. Tapi kenapa sikap kamu makin sini makin menjadi? Kamu mulai naruh perhatian sama anak itu. Aku ga rela Rio, aku ga rela!" Clarissa kembali berucap dengan suara yang bergetar. Matanya yang semula berkaca-kaca kini mengalirkan air mata.

Shit! I'm Back [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang