6

11.3K 1.1K 21
                                    

Vote dulu sebelum baca

###

Alandra tidak tidur, ia hanya memejamkan matanya. Ia tahu, dan mendengarkan ayahnya berdebat dengan Reyhan. Alandra juga tahu, ayahnya tidak masuk, atau berjuang agar bisa memasuki ruangannya. Setidaknya untuk melihatnya tertidur.

Dimasa lalu, ayahnya tidak pernah tahu Alandra sakit atau tidak. Berbeda dengan kedua kakaknya, bahkan jika mereka hanya demam, Rio dan Clarissa terlihat begitu panik.

Alandra masih memejamkan matanya. Memikirkan cara lain untuk mengakhiri hidupnya sambil mendengar percakapan Reyhan dan temannya.

"Rey, lo tau ga? Semalem gue nemu kunci jawaban soal ulangan MTK tadi! Dapet dari kelas sebelah sih. Tapi gue apus chat nya. Terus pas gue minta lagi, ga di kasih njir. Nyesel banget gue." Alandra bisa mendengar suara Dika yang mengawali percakapan.

"Bego lo! Harusnya lo kirim ke gue sebelum di hapus."

Entah apa yang dilakukan kakak sepupunya, Alandra menduga bahwa Reyhan memukul temannya lalu Dika mengaduh pelan. "Nah itu dia! Nyesel gue. Andai aja gue bisa balik ke masa lalu, kayanya enak ga sih? Kan gue tau tuh sama yang bakal kejadian di masa depan. Gue bakal disebut jenius kali ya?"

"Percuma balik ke masa lalu kalo lo tetep bego."

"Kan gue lumayan pinter, jadi kalo gue balik ke masa lalu. Gue pasti dianggap jenius. Duh, jadi pengen deh balik ke masa lalu. Kalo bisa, baliknya ke momen pas gue masih bocil. Tar gue bisa pemes."

Alandra berhenti berpikir setelah mendengar perkataan Dika.

Apa katanya? Ia ingin kembali ke masa lalu dan menjadi jenius? Apa gunanya semua itu jika kedua orang tuanya tidak meliriknya?

'Sebelum gue bundir, gue udah berusaha jadi anak pinter, tapi mami sama papi ga peduli tuh.' Alandra membuka matanya hanya untuk mendelik lalu kembali memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.

***

Tiga hari sudah Alandra mendekam di rumah sakit. Ingin sekali ia berlari ke luar lalu mencari kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Selama ia di rawat, Alandra tidak melihat batang hidung keluarganya bahkan Rio sekalipun.

Alandra melihat Reyhan yang tengah memainkan ponselnya. Selama tiga hari ini, Reyhan memilih bolos sekolah dan menemaninya di rumah sakit. Selama tiga hari itu juga Alandra berusaha mencari cara untuk mengakhiri hidupnya.

'Harusnya mereka sekolah aja. Biar gue bisa cepet mati.'
Alandra menghela napasnya. Ia melompat turun dari tempat tidurnya.

"Kenapa dek? Bentar lagi kita pulang, tapi pulangnya ke apart abang ya."

'Hah? Apart?'

"Kenapa pulangnya ke apal Abang? Andla punya lumah." Bisa gagal rencana Alandra jika ia pulang ke apartemen Reyhan.

Reyhan mensejajarkan dirinya dengan Alandra lalu menaruh kedua tangannya di pundak adik sepupunya itu.

"Abang gaada temen di apart dek, kamu mau kan nemenin abang? Papi kamu juga ngizinin," ucap Reyhan. Ia berusaha meyakinkan Alandra.

"Ga mau! Andla mau pulang ke lumah." Alandra menggelengkan kepalanya. Alandra tidak ingin Reyhan disalahkan karena kematiannya nanti. Lebih baik ia mengakhiri hidupnya di lingkungan rumahnya.

"Abang, Andla mau pulang ke lumah." Alandra menatap Reyhan dengan tatapan memohon yang membuat Reyhan menghela napas panjang. Ia sudah kesulitan melarang Rio yang berniat menemui Alandra selama tiga hari ini, dan Alandra ingin pulang ke rumahnya?

"Kamu gamau ke apart abang gitu? Tar disana kita bisa nonton, main game, atau kamu mau makan permen banyak juga, tar abang kasih deh. Ikut ke apart aja ya?"

Alandra kembali menggelengkan kepalanya. "Gamau Abang! Andla pengen pulang ke lumah. Pokonya mau pulang ke lumah!"

Alandra tidak ingin terlena, ia hanya ingin mengakhiri hidupnya dengan cepat.

Reyhan semakin frustrasi karena keinginan Alandra. Ia berusaha memahami perasaan adik sepupunya itu namun ia tidak bisa membiarkan Alandra kembali pada keluarganya. Walaupun selama tiga hari ini, om-nya terlihat menyesal dan berusaha menemui Alandra, Reyhan tidak bisa mempercayainya begitu saja.

'Makasih ya bang, abang tuh baik banget tapi Andra gabisa repotin abang terus.'

Di masa lalu, Reyhan sering membela dirinya di hadapan Rio dan Clarissa yang berujung mendapat kemarahan dsri keduanya. Alandra juga akan dimarahi oleh Clarissa karena ia dianggap mengadu pada Reyhan. Alandra tidak ingin hal itu terulang lagi.

"Andra, kamu tau ga sih? Mami sama papi kamu tuh-" Reyhan menghentikan perkataannya. Melihat mata bulat Alandra yang sayu itu membuatnya mengurungkan niat untuk mengatakan bahwa Rio dan Clarissa telah menelantarkannya.

"Hah... Oke, abang anter pulang ke rumah kamu. Tapi kamu harus janji, kalo kamu bakal sering maen sama abang. Gimana?"

Alandra mengangguk setuju tanpa sepatah kata pun.

Reyhan dan Alandra langsung meninggalkan rumah sakit menuju rumah keluarga Alandra. Perjalanan hening, hanya terdengar suara mobil yang melaju kencang di jalan raya yang sepi.

"Abang pulang aja, Andla bisa masuk sendili." Alandra membuka pintu mobil lalu keluar dan melangkah menuju ke dalam rumahnya.

Reyhan yang ingin menyusul adik sepupunya, mengurungkan niat saat ponsel miliknya berdering. Reyhan berdecak sebal saat mengetahui bahwa ayahnya lah yang menelpon namun ia tetap menjawab panggilannya.

"Halo pa-"

"Papa dapet panggilan dari sekolah kamu ga masuk selama tiga hari. Pulang ke Bandung sekarang juga atau fasilitas kamu papa cabut!"

"Ck! Belom ngomong apa-apa udah dimatiin." Reyhan menyimpan ponselnya diatas dashboard mobil lalu melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Alandra.

###

Alandra memasuki rumahnya dengan langkah pelan. Saat ia tiba di ruang tamu, Alandra melihat Clarissa yang duduk manis menyilangkan kaki dengan sebuah majalah di tangannya. Menyadari kehadiran Alandra, Clarissa menutup majalah yang ia baca lalu menaruhnya di atas meja.

"Udah pulang? Bagus deh, dari kemarin papi kamu berisik banget pengen jenguk. Kamu tau sendiri kan, kalo papi tuh sibuk. Banyak kerjaan, harus meeting, ini-itu. Kamu tuh harusnya ngerti. Lain kali, kalo disuruh diem tuh ya diem. Jangan banyak tingkah, jadinya masuk rumah sakit kan!? Ngerepotin banget." Clarissa berucap dengan nada sinis. Ia beranjak meninggalkan Alandra tanpa memikirkan perasaannya.

Alandra terperangah dengan perkataan ibunya. Bukan pertanyaan mengenai keadaannya, Clarissa marah padanya karena hal lain?

'Ternyata mami emang se-sinis itu sama gue, dari gue kecil. Dulu ko gue bodoh banget ya, ngira kalo tiap mami marah, tandanya mami khawatir sama gue.'

Alandra tersenyum sendu, tidak dapat memungkiri bahwa hatinya terasa berdenyut mendengar perkataan ibunya.

"Andla juga gamau masuk lumah sakit. Halusnya langsung mati aja."

###

Yeayy! Aku update!!!

Ngheheheheee, mungkin kalian dah bosen sama kata maaf dari aku. Jadi aku nyampein 2 hal.
1. Aku dapet kerjaan.
2. Karena kerjanya dari pagi sampe sore terus malemnya suka tepar, aku jadi gabisa mikir buat bikin lanjutan ni cerita.

Jadi aku bener-bener slow up;(

Shit! I'm Back [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang