dream? no?

454 49 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

12 Juli, pukul 10 pagi menjelang siang, Stefani tertidur di lantai kamar dengan posisi duduk bersandar pada kasur, kedua tangan memeluk erat raket tennisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

12 Juli, pukul 10 pagi menjelang siang, Stefani tertidur di lantai kamar dengan posisi duduk bersandar pada kasur, kedua tangan memeluk erat raket tennisnya.

Seperti orang yang mendapat mimpi buruk, dia terbangun dengan mata yang terbuka lebar, matanya langsung bergerak melihat sekitar.

Dengan napas tak beraturan dia berdiri, raket dia pegang erat-erat, dia pergi ke cermin satu badan di ujung kamar, melihat dirinya yang terlihat begitu kacau.

Dia ingin memastikan sesuatu, jika mimpi, semuanya terasa nyata. Dan kalau memang mimpi, apa mungkin bisa menimbulkan bekas merah seperti ini di lehernya? Bekas cekikan yang cukup jelas untuk dilihat dari jarak dekat.

Jantungnya berdebar lagi, serangan panik menghampirinya. Dia bahkan sudah merasa tak aman berada di rumahnya sendiri.

Stefani berjalan menuju pintu kamar, membuka kuncinya dan perlahan keluar dari kamar.

Dengan hati-hati dia berjalan, matanya memeriksa setiap sudut ruang yang ia lewati. Hingga dia sampai di ruang tengah dan melihat Wonbin yang duduk di sebuah kursi kayu anyaman yang dulu sering sekali dipakai kakeknya untuk duduk di sana.

Matanya bertemu, tak ada ekspresi serius dari Wonbin, namun jelas sekali kalau tatapan datar itu seperti menuntut sesuatu.

Stefani, pikirannya menolak keberadaan Wonbin. 3 hari ini dia selalu meminum obat tidur untuk membantu dia tidur, tapi mau berapapun obat tidur yang ia minum, semuanya tak bekerja sama sekali pada dirinya yang setiap malam terus terjaga. Alasan mengapa jam 1 kemarin dia duduk di teras depan rumah.

Stefani, dia yakin kalau sosok Wonbin yang duduk di sana hanyalah bayangan dia saja, imajinasi dari rasa takutnya saja.

Wonbin sudah mati, mana mungkin ada di sini? Dia sudah membakar habis villa itu, dia bahkan menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya waktu api di kasur itu melahap habis tubuh Wonbin.

Mana mungkin manusia yang sudah dibakar bisa muncul dengan keadaan sebersih itu? Iya, kan?

“Belajar di mana? Rapih banget.”

Rahangnya mengeras, cengkraman pada raketnya kian mengerat. “Siapa?” Suaranya bergetar.

“Wonbin, pacar lo.”

“Dia udah mati, dia udah kebakar.. Gak mungkin masih hidup..”

Wonbin, dia menyeringai tipis. Berdiri dari duduknya, dia bergerak selangkah maju, kedua tangan dia masukkan dalam saku jaketnya.

“Oh ya? Kok bisa?”

Pupil mata Stefani bergetar, kakinya terasa begitu lemas. “Gila, dia gila.. Dia.. Dia gak pantas hidup! Orang kaya dia gak pantas hidup!”

Wonbin mendecih, tersenyum remeh. “Terus kalau lo? Pernah emang gue mau bunuh lo?”

“Mukul, nyekik, nendang.. Nonjok.. Kamu pikir gak bisa bikin orang mati?”

“Buktinya lo masih hidup?”

“Aku cuma beruntung..”

“Oh ya?” Wonbin bergerak maju selangkah. “Pst, beruntung... Emang gue gak pernah mau bunuh lo. Lo gak nurut makanya gue siksa.”

“Ada hak apa kamu nyiksa aku??” Stefani menahan suaranya agar tak meninggi.

“Gue pacar lo ya, bego.”

“Cuma pacar..”

“Oh, jadi gue baru boleh mukulin lo kalau gue udah jadi suami lo?”

“Gak gitu..”

“Terus gimana?” Wonbin maju selangkah lagi, dan kini Stefani pun langsung mundur menjauh.

“Siapapun, gak boleh mukul siapapun, apapun status kamu, gak ada, gak boleh, gak ada, gak boleh! GAK BOLEH!”

Di teriakan itu, Stefani berlari maju, mengayunkan raketnya pada Wonbin, berusaha memukulnya dengan bagian besi pinggir raket.

Wonbin mengangkat sebelah tangannya, menahan pukulan yang diarahkan Stefani ke kepalanya dengan lengannya.

“Lo sendiri sekarang mau apa?!” Wonbin mendesis, matanya mendelik marah.

“Pergi pergi pergi pergi pergi pergi pergi pergiiii.. hihihiii.. AHAHAHAHA!!” Tangisan Stefani berubah menjadi tawa kegirangan.

Matanya merah menyala, raket ia tarik menjauh, matanya lurus menatap milik Wonbin, dan tanpa ragu kini dia mengayunkan raketnya dengan lebih kencang dibanding sebelumnya.

Matanya merah menyala, raket ia tarik menjauh, matanya lurus menatap milik Wonbin, dan tanpa ragu kini dia mengayunkan raketnya dengan lebih kencang dibanding sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
NIGHTMARE - park wonbin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang