Gelagat Aneh

23 9 20
                                    


🌸🌸🌸

Duduk diam dengan segelas kopi dingin merk kedai kopi ternama adalah hal yang selalu Chandara Kinanti lakukan setelah jam pulang kerja datang. Mata bulatnya menatap jengkel tumpukan dokumen di atas meja yang tak kunjung habis untuk dikerjakan. Bekerja di industri kreatif memang selalu begini. Chandara mengerti betul, hanya saja tidak puas rasanya kalau tidak mengeluh.

“Lo mau lembur, Ra?” tanya Tania dari meja sebelah.

“Enggak lah. Ngapain lembur? Kerjain besok aja,” jawab Chandara santai seraya menyeruput kopi.

Bukan Chandara tidak mengerti akan tanggung jawab, tetapi jika pekerjaan itu masih bisa dikerjakan besok, kenapa harus menguras semua energi hari ini?

“Mau ngedate sama Abi, ya?”

Chandara melirik Tania. Bahunya terangkat acuh. “Mana ada. Orang sibuk mana sempat ngedate. Padahal aslinya gue kangen.”

“Gitu-gitu dia sayang lo, Ra. Aniv kemaren dia sampai suruh orang buat nyalain kembang api biar kelihatan dari jendela kantor,” ucap Tania sambil menoel pipi gembil Chandara.

Bibir Chandara maju lima senti. Meski cuek, judes dan menyebalkan, tetapi Abimanyu tetap lelaki yang dia cintai. Sebagai wanita biasa saja, dia merasa beruntung langgeng berpacaran dengan si primadona kampus idola sejuta umat pada zamannya.

“Sampai sekarang masih banyak yang nyinyir gue pacaran sama Mas Abi, Tan. Gue jadi takut dateng ke reuni akbar minggu depan,” celetuk Chandara.

“Takut kenapa lo? Terus si Abi dateng?”

Chandara menggeleng. “Justru karena dia gak bisa dateng, gue jadi takut. Mulut temen-temen fanatiknya si Arsyi pasti nyinyir lagi. Mereka kan masih gak terima Arsyi gagal jadian sama Mas Abi.”

Tania menepuk jidat sendiri dengan brutal. Teman sedari kuliahnya ini masih saja insecure dengan kejadian yang sudah lewat bertahun lamanya. Jika dia menjadi Chandara, Tania akan membuat kumpulan wanita sok cantik itu panas. Sayangnya Chandara terlalu lembut hati untuk melakukan hal itu.

“Dari zaman jebot malah si Abimanyu yang ngejar-ngejar lo, Ra. Tuh cowok bucin sok cool aja makanya gak kelihatan.”

Thats the point. Semua anak di kampus ngira gue yang ngebet sama Mas Abi, bahkan terakhir kali ada gosip Mas Abi terpaksa pacaran sama gue,” sungut Chandara.

“Dih, gila! Gue saksi hidup ya gimana si Abimanyu yang sok galak itu confes sambil malu-malu meong. Harusnya dia confes di tengah lapangan biar semua orang tahu.”

Chandara tertawa kecil mendengar omelan Tania. Baiknya dia tidak perlu lagi mengungkit yang sudah lalu. Toh sekarang Abimanyu sudah menjadi pacarnya hampir 7 tahun. Bahkan cincin berlian tanda sang kekasih melamarnya sudah bertengger apik selama seminggu di jari manis kiri.

“Gue udah mau nikah sama Mas Abi, tapi masih musingin hal-hal kayak gini,” cicit Chandara seraya mengusap wajah.

“Nah! Itu lo tahu. Buat apa mikirin yang aneh-aneh? Mending kita beres-beres terus pulang.”

Chandara mengangguk kecil. Ponsel di atas meja menjadi atensi saat ini. Mengirim pesan pada kekasih tercinta untuk bertemu adalah pilihan di kala hati masih terasa gundah.

“Gue duluan, ya, Ra? Adit udah di basement,” pamit Tania sambil berlalu pergi meninggalkan Chandara yang belum sempat protes karena ditinggal pulang lebih dulu.

“Enak banget dianter jemput terus. Mas Abi mustahil bisa pulang jam segini, gak nginep di kantor aja syukur.”

Sebagai kekasih seorang manajer keuangan, Chandara harus maklum jika Abimanyu terlampau sibuk dengan pekerjaan. Sifat yang memang dasarnya cuek, terasa semakin menjadi karena sibuk. Namun, Chandara tahu sang kekasih mati-matian berusaha membuatnya bahagia meski bukan dengan cara-cara mainstream.

Lini Masa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang