Awal yang Diulang

12 3 1
                                    

🌸🌸🌸


Chandara berjalan menuju halte bus Tranjakarta dengan perasaan linglung. Ternyata benar ini adalah tahun 2015. Infrastrukturnya percis seperti 7 tahun yang lalu. Chandara tidak menyangka jika kata-kata isengnya menjadi nyata.

“Oke, berarti gue dikasih kesempatan buat ubah jalan cerita hidup meski pakai acara ngulang semuanya,” ucap Chandara saat duduk di dalam bus.

Manik bulatnya memindai gaya berpakaian orang-orang yang terlihat ketinggalan zaman di matanya. Ternyata begini rasanya tahu tentang masa depan, lucu sekaligus menyeramkan. Chandara berjanji akan memperbaiki hal-hal gagal menggunakan kesempatan ini.

“Kampus gue bener-bener kayak 7 tahun lalu. Bahkan tuh pohon sirsak yang dahannya patah ada,” gumam Chandara seraya masuk menyusuri gerbang.

Langkahnya terhenti saat melihat seorang lelaki baru saja memarkirkan motor vespa berwarna biru. Chandara tahu betul kendaraan itu milik siapa.

OMG! Gue mesti gimana?”

Chandara menutup muka seperti orang dungu. Kaki gadis itu berjingkat layaknya maling ayam yang hampir ketahuan. Saat berusaha mengintip, tak sengaja dia beradu pandang dengan sosok yang baru saja membuka helm.

Perasaan 7 tahun lalu gue gak deg-degan gini liat Mas Abi, sekarang berasa lihat pacar, batin Chandara.

“Eh, tapi kan dia emang pacar gue di tahun 2023. Wajar dong gue deg-degan,” gumamnya lagi seorang diri.

Chandara kembali mengintip dan sosok Abimanyu masih berada di atas motor seraya memandangnya. Lelaki itu mengerutkan dahi seperti tengah berpikir.

“Aduh! Tuh orang kenapa sih? Gue mesti kabur,” cicit Chandara.

Gadis itu berlari secepat kilat seperti dikejar anjing. Kantin adalah tujuannya saat ini. Seingat dia, Tania selalu berada di depan Food Court seblak sebelum jam kuliah dimulai.

“Tan!” teriak Chandara saat mendapati Tania tengah menikmati seblak.

“Gak usah teriak-teriak, Ra. Gue gak budeg.”

Chandara tersenyum lima jari dan langsung menyeruput teh botol gadis berambut sepinggang di depannya.

Tania ternyata lebih cocok rambut panjang gini daripada pendek, batin Chandara.

“Lo kenapa sih rusuh pagi-pagi? Disiksa lagi sama Kak Abimanyu?”

Mata bulat Chandara mengedip cepat. “Ha? Disiksa? Abimanyu?”

“Iya. Siapa lagi? Paling bentar lagi lo dikasih tugas bejibun dari UKM musik,” jelas Tania dengan satu alis terangkat.

Chandara penepuk dahinya berkali-kali. Dia baru ingat kalau saat kuliah dia adalah sekretaris UKM musik di mana Abimanyu menjabat sebagai ketuanya.

“Tadi Mas – maksudku Kak Abi ngelihatin gue di parkiran. Gue takut dia kayak psikopat.”

Tania semakin melihat Chandara dengan pandangan aneh. “Bukannya Abimanyu emang kayak gitu, ya, Ra? Dia kalo liat lo udah kayak guru BK mau nangkep murid yang rambutnya warna warni. Makanya gue curiga dia dendam kesumat kenapa sampai jadiin lo sekretarisnya di UKM.”

Kepala Chandara mengangguk. Salah satu hal yang dia dulu lewatkan adalah ini. Kenapa Abimanyu suka sekali menyiksa, tapi di ujungnya mereka malah berpacaran?

“Mungkin gak sih Kak Abi suka sama gue, Tan?”

Pertanyaan Chandara membuat Tania terbatuk hebat. Gadis itu tertawa terbahak hingga keluar air mata. “Lo gila, ya, Ra? Itu udah pasti gak mungkin. Liat aja mimik muka Kak Abimanyu kayak macan nyari mangsa. Lagi pula dia deket ama Arsyi.”

Mendengar nama Arsyi terlontar membuat hati Chandara tercubit. Pertengkaran hebatnya dengan Abimanyu salah satu penyebab adalah Arsyi.

“Kenapa lo tiba-tiba punya pikiran aneh gitu, Ra?” tanya Tania penasaran.

Punggung Chandara terhempas di sandaran kursi. Andai sang sahabat tahu di masa depan Abimanyu bukan sekadar pacar melainkan calon suaminya.

“Gue takut aja dia suka sama gue. Kan, hati gue milik Kak Brian seorang,” kilah Chandara.

Tania melempari jidat Chandara dengan sendok. Dia tak habis pikir dengan jalan pikiran Chandara.

“Aw! Lo mau zaman sekarang atau zaman yang akan datang terobsesi banget sama jidat gue!” protes Chandara.

Mimik Chandara berubah saat melihat dari kejauhan Abimanyu menuju ke arah kantin bersama Arsyi. Benar kata orang, mereka terlihat sangat serasi. Abimanyu terlihat bisa tertawa lepas saat mengobrol dengan gadis blasteran itu.

“Sial, kenapa gue sakit hati,” gumam Chandara sambil mengipas matanya yang panas dengan telapak tangan.

Arah pandang Abimanyu kembali bertemu dengan Chandara. Lelaki tinggi itu terus menatapnya. Bukan tatapan beringas seperti kata Tania, melainkan tatapan penuh aura sendu? Dalam ingatan Chandara, sang kekasih tidak seperti ini dulu.

 Bukan tatapan beringas seperti kata Tania, melainkan tatapan penuh aura sendu? Dalam ingatan Chandara, sang kekasih tidak seperti ini dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Gue yakin dulu Abimanyu gak begini. Kenapa dia liatin gue terus dengan ekspresi kayak gitu?”

“Lo ngapain sih komat kamit sendirian, Ra? Ngapalin rumus?” tegur Tania.

Chandara menggeleng kecil dan meraih ransel di atas meja. “Gue ke kelas duluan, Tan. Badan gue rada gak enak.”


***


Buku catatan kosong dibolak balik tak karuan oleh Chandara. Dosen di depan kelas entah menjelaskan apa, gadis itu tak tahu. Pikirannya carut marut. Misinya adalah mengubah takdir agar tidak berpacaran dengan Abimanyu, bukan? Tapi hatinya yang sekarang adalah hati Chandara di 2023, di mana perasaannya terhadap lelaki itu bukan sekedar sayang lagi melainkan cinta. Melihat Abimanyu dengan Arsyi saja hatinya cenat-cenut.

“Gak semudah yang gue bayangin ternyata.”

Chandara tersentak kaget karena ponselnya bergetar berkali-kali. Pertanda ada seseorang yang mengirim pesan singkat secara beruntun.

“Mas Abi?” ucap Chandara tanpa suara.

“Dia pasti mau nyuruh ke ruang UKM habis kelas.” Chandara sudah bisa menerka isi pesan dari Abimanyu.

Bibirnya tersenyum simpul. Benar bukan apa yang dia pikirkan? Hal ini masih teringat jelas di memorinya.

“Gue harus menghindar. Semakin jarang gue ketemu dia, makin kecil kemungkinan kita jadian.”

Usai kelas berakhir, Chandara bersiap untuk langsung pulang secepat kilat agar tidak bertemu, tetapi rencana hanya sebatas angan. Abimanyu sudah berdiri di depan pintu kelasnya sambil melipat tangan.

“Ke ruang UKM sekarang,” titah Abimanyu tanpa basa basi.

Mau tidak mau Chandara menurut. Sifat dominan Abimanyu ini ternyata memang sedari dulu. Dengan berat hati gadis itu mengikuti dari belakang. Bibir Chandara tersungging kecil saat menatap punggung lebar Abimanyu. Dia memang sudah gila dan labil. Menolak pesona lelaki di depannya ternyata lebih susah dibanding dulu.

Dug!

Chandara menabrak punggung Abimanyu yang tiba-tiba berhenti berjalan. Andai refleks lelaki itu lambat, mungkin Chandara sudah menghantam lantai saat ini.

Adegan macam apa ini? Gak boleh! Gak boleh! jerit Chandara dalam hati.

“STOP! Jangan pegang-pegang gue!” teriak Chandara sambil menarik tangannya dari cengkeraman Abimanyu.

Abimanyu menaikkan satu alis tebalnya melihat reaksi heboh Chandara. Dia hanya berusaha menolong gadis itu agar tidak jatuh ke lantai.

“Gue emang aneh! Gue juga jelek, jadi please jangan deket-deket sama gue,” ucap Chandara sambil mengibaskan tangan di depan Abimanyu agar menjaga jarak.

“Gue cuma—“

“Sstt! Jangan ngomong, pokoknya jangan deket-deket! Gak boleh ada adegan romantis kayak tadi!” potong Chandara dengan mata bulat yang melotot.

Beberapa orang yang melewati koridor memusatkan atensi pada mereka. Chandara semakin panik, kata-kata yang menyebutnya ‘ganjen’ terhadap Abimanyu tiba-tiba terngiang lagi.

Chandara menunjuk Abimanyu dengan jari telunjuknya. Gadis itu berusaha menyiratkan mimik penuh kebencian di depan sang lelaki.

“Gue benci sama lo! Jangan deket-deket sama gue selamanya!”


Bersambung




🌸🌸🌸

Lini Masa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang