🌸🌸🌸
Chandara mendelik saat tubuhnya diangkat oleh Abimanyu. Butuh beberapa detik untuk sadar dengan apa yang terjadi. Pekikan beberapa orang membuat gadis di gendongan semakin canggung. Tatapan mata iri dan julid begitu mengintimidasi Chandara.
“Kak Abi, turunin gue,” bisik Chandara.
“Why? Lo disuruh jalan ke parkiran gak dengerin,” sahut Abimanyu cuek.
Chandara mendesis kesal. “Fine. Gue bakal jalan sendiri ke mana pun lo suruh. Please, turunin gue, Kak!”
Abimanyu masih berjalan dengan santai seolah tidak peduli pada bisikan-bisikan dan tatapan ingin tahu di sekitar. Bahkan pukulan kecil Chandara pada dadanya tak dihiraukan.
“Tanggung entar lagi sampai. Biarin aja orang-orang mau bilang apa,” ucap Abimanyu.
Chandara diam. Pikirannya melalang buana. Jika seperti ini dia akan tetap dicap penggoda yang memisahkan Abimayu dan Arsyi. Dia berusaha untuk mengulang semua ini bukan untuk dituduh dengan hal yang sama.
“Turunin! Gue gak mau dibilang ganjen!”
Abimanyu menurunkan Chandara tepat di samping motor vespanya. Lelaki itu mengungkung tubuh mungil sang gadis hingga terpojok di sadel motor.
“Bilang aja gue yang ngejar-ngejar lo. Gue gak keberatan kok kalo hal itu bisa nutup mulut julid tuh orang-orang.”
Chandara menelan ludah kasar. Jarak dia dan Abimanyu begitu dekat hingga deru napas lelaki itu terasa menerpa wajah. Jantung Chandara berdetak hebat. Padahal di masa depan bukan hanya berdekatan, mereka berdua bahkan sudah sering berciuman. Harusnya Chandara tidak segugup ini.
“Kak Abi jangan deket-deket mukanya. Kita bisa dikira ngapain sama orang-orang,” ucap Chandara memperingati.
Bukannya menurut, Abimanyu malah semakin mendekatkan wajahnya. “Emang kita ngapain? Ciuman?”
Chandara mendorong keras tubuh tinggi Abimanyu dengan pipi memerah sempurna. “Mesum! Mau nganterin pulang apa gak? Gue naik angkot aja kalo banyak intronya kayak gini.”
“Gak sabaran. Nih, pake helm-nya biar kepala lo gak kepentok dahan pohon sirsak.”
Chandara menatap helm di tangan. Gadis itu tengah berpikir mengapa Abimanyu membawa 2 helm.
“Lo pasti mikir kenapa gue bawa helm lebih? Itu buat Arsyi. Kan, dia emang sering pulang bareng sama gue.”
Raut wajah Chandara berubah masam. Andai saja bisa, dia ingin sekali melempar helm bekas Arsyi dan merajuk. Akan tetapi, Abimanyu di hadapan bukanlah pacarnya.
“Pantesan bau apek. Si Arsyi gak pernah keramas, ya? Jangan-jangan ada kutunya lagi.” Chandara mengomel sambil mengibaskan helm yang dia bawa.
Abimanyu meraih helm dan memakaikan untuk Chandara. “Aman. Rambutnya dia harum dan bersih, kok. Gak bakal ada kutu di helm ini.”
Lirikan Chandara semakin tajam. Hatinya panas mendengar pembelaan Abimanyu terhadap Arsyi. Gadis itu masih mematung meski sudah diisyaratkan untuk naik ke atas motor.
“Lo kenapa sih, Ra? Naik buruan! Keburu hujan turun lagi.”
Embusan napas berat keluar dari hidung Chandara. Gadis itu naik dengan berat hati. Bahkan dia memberi jarak cukup lebar dengan Abimanyu.
“Lo duduk di ujung sadel gitu biar apa? Mau jungkir balik pas motornya gue gas?”
“Terus harus gimana? Mesti nempel-nempel kayak si Arsyi?” sahut Chandara dengan nada dongkol.
Abimanyu menarik tangan Chandara untuk memeluk perutnya. “Minimal dia tahu cara boncengan yang baik dan benar. Gak kayak lo, udah kayak sama tukang ojek aja.”
Chandara tak menyahut. Tenggorokannya tercekat. Dia sudah berusaha keras menahan tangis semenjak di ruang UKM. Namun, lelaki ini terus saja menganggungkan Arsyi di depannya. Ini lebih parah daripada menghadapi Abimanyu di tahun 2023.
Abimanyu melirik spion motor yang mengarah pada wajah cantik Chandara. Lelaki itu menarik napas berat saat melihat sang gadis menangis tanpa suara.
“Ayok kita makan es krim,” celetuk Abimanyu di tengah perjalanan.
Chandara yang tidak fokus karena suara angin berusaha mencerna kalimat Abimanyu. “Apa? Mau kirim apa?”
“Es krim! Es Krim! Lo mau apa gak?”
Chandara memajukan tubuh karena tidak dapat mendengar secara jelas. “Ekstrim? Apanya?”
Abimanyu menyerah. Mending dia langsung saja mengajak gadis ini ke tempat langganannya.
“Kok kita ke sini? Kan rumah gue bukan di sini,” gumam Chandara begitu sampai.
“Ya emang bukan rumah lo. Gue pengen makan es krim.”
Chandara menunjukkan raut bingung, tetapi tetap berjalan mengekori Abimanyu. Ah dia ingat! Ini kedai gelato langganan Abimanyu. Hanya saja 2 tahun kemudian tempat ini bangkrut. Dia ingat Abimanyu sedih sekali sampai mogok makan 2 hari.
“Rasa strawberry yoghurt sama vanilla nougat masing-masing ukuran medium,” ucap Abimanyu fasih di depan kasir.
Chandara masih sibuk bernostalgia dengan tempat yang sudah lama sekali tidak dia kunjungi. Dahulu dia bisa ke sini seminggu sekali dengan Abimanyu.
“Nih, strawberry yoghurt punya lo,” ujar Abimanyu seraya menyerahkan satu cup gelato pada Chandara.
“Makasih.”
Chandara menyuap tanpa ragu setelah mengambil tempat duduk di dekat jendela. Tepat pada suapan ketiga dia terdiam dengan alis menyatu sempurna.
“Kenapa?” Abimanyu mengangkat satu alisnya melihat tingkah polah Chandara. “Gigi lo bolong ya jadi sakit kena dingin?”
“Kenapa lo tahu rasa gelato kesukaan gue? Ini pertama kalinya kita ke sini, kan?”
Manik mata Abimanyu meliar. “Ne-nebak aja. Soalnya Arsyi juga suka rasa itu. Jadi gue pikir semua cewek suka.”
“Jadi lo juga ngajak Arsyi ke tempat ini?” Chandara menatap Abimanyu dengan pandangan terluka.
Seingat Chandara, tempat ini adalah kedai kenangan Abimanyu dan mendiang ayahnya. Dulu Abimanyu mengaku hanya Chandara satu-satunya orang yang dia ajak kemari.
“Ya, kenapa? Kok lo kaget gitu?”
“Semua-semua Arsyi. She is very important person for you, huh?”
Abimanyu membuang pandangan ke arah jendela. “Yes, she is.”
Chandara tak dapat menahan diri. Gadis itu merasa seperti orang ketiga di cerita ini. “Gue emang buta. Banyak hal yang gak gue tahu ternyata. Untung aja ini terjadi, jadi gue bisa lihat semuanya.”
Chandara berdiri dan menyampirkan ransel di bahu. “Lo gak perlu ngerti gue ngomong apa, Kak. Anggap aja semua kalimat gue angin lalu. Dan, btw lo cocok banget emang sama Arsyi. Jangan buat dia salah paham dengan kita. Lo sama gue emang harus jaga jarak, Kak.”
Tidak membuang waktu Chandara keluar dari kedai dengan mata memerah. Dia rasanya ingin sekali berteriak marah. Namun, di sini dia tak memiliki hak apa pun. Memang seharusnya dia tidak merusak kisah sempurna Abimanyu dan Arsyi dari awal. Benar kata orang-orang, dia seperti gadis tak tahu diri.
“Apa 7 tahun kami sebenernya gak ada harganya? Apa sebenernya Mas Abi selama ini nyimpen perasaan sama Arsyi?”
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Lini Masa Rasa
RomanceTerbangun dan kembali mengulang masa 7 tahun lalu, Chandara bertekad untuk mengubah takdir hubungannya dengan sang calon suami, Abimanyu. Bagaimana kisah mereka berdua? Karya original Sakura Aeri. Dilarang keras menyalin, merubah, dan meniru.