Bab 11 - Pergi Bulan Madu

7.5K 247 10
                                    

Pesta pernikahan telah selesai. Semua tamu akhirnya pulang, meninggalkan keheningan di kediaman Stuart. Hanya keluarga inti yang kini masih berada di ruang keluarga.

Gavin duduk bersebelahan dengan Lily. Semenjak mereka menikah Gavin tidak membiarkan Lily lepas dari pandangan dan jangkauannya. Lily sebenarnya risih dengan perlakuan Gavin, tetapi dia hanya pasrah menerimanya.

"Gavin, saat ini kamu telah menjadi seorang suami. Kamu memiliki tanggung jawab pada istrimu," ujar Eiden memberikan pesan pada Gavin.

Sepanjang pesta berlangsung Eiden melihat tingkah laku Gavin yang posesif. Gavin tidak membiarkan Lily jauh dari dirinya. Eiden semakin yakin kalau Gavin memang menginginkan Lily menjadi istrinya.

"Ya. Aku tahu," Gavin hanya menjawab singkat perkataan Papanya.

"Nak Gavin, maafkan Rose yang sudah pergi meninggalkan pernikahan ini. Saya harap hal tersebut tidak mempengaruhi pernikahan kalian. Tolong bahagiakan Lily." Damian menatap putri bungsunya yang masih terlihat tidak mempercayai penikahannya dengan Gavin.

"Ya tentu. Kalian tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Aku menginginkan Lily menjadi istriku. Aku akan membahagiakannya." Gavin mengatakannya dengan serius. Damian menjadi lega, setidaknya dia memberikan Lily pada pria yang tepat.

Gavin melihat jam tangannya sekilas. Pria itu menatap Lily yang berada di sampingnya. Tatapannya kemudian beralih pada kedua orang tua mereka.

"Aku rasa kami harus segera pergi," ucap Gavin yang ingin berpamitan pada orang yang berada di dalam ruangan.

"Pergi? Pergi ke mana, Kak?" Lily yang selama pesta pernikahan masih belum fokus terkejut dengan pernyataan Gavin.

"Tentu saja bulan madu," jawab Gavin dengan tenang. Pria itu menatap lembut Lily.

"Ap-apa Kak? Bulan madu?" cicit Lily yang melihat Gavin dengan pandangan takut.

Gavin hanya tersenyum melihat tingkah Lily. Baginya, jawaban Lily sangat lucu. Gavin merapikan anak rambut Lily yang sedikit keluar dari riasannya. Lily terlihat sangat gugup mendengar perkataan Gavin tentang bulan madu.

Tingkah laku Gavin menjadi sorotan beberapa pasang mata. Laura yang tidak pernah melihat putranya bertingkah seperti itu hanya tersenyum. Dia semakin yakin bahwa pernikahan ini akan berjalan dengan baik. Sepertinya Gavin memang menginginkan Lily karena Laura tidak pernah melihat putranya tersenyum seperti itu bila bersama dengan Rose.

"Ehm, kalau begitu sebaiknya kalian lekas bersiap. Walaupun pergi dengan jet pribadi, kalian tidak mungkin memakai pakaian seperti itu, kan?" tanya Laura pada pasangan pengantin baru itu.

"Ya, baiklah kami akan bersiap." Seolah mengetahui di mana kamar Lily, Gavin mendahului Lily dengan menggandeng tangannya pergi dari ruang keluarga.

Lily hanya terdiam dan mengikuti langkah Gavin dari belakang. Di tengah jalan, Gavin menghentikan langkahnya. Lily yang masih berjalan maju, menabrak dada bidang Gavin. Dia melirik pria yang lebih tinggi darinya itu.

"Di mana kamarmu? Kita perlu mengganti bajumu terlebih dahulu." Gavin bertanya sambil menatap wanita pujaannya.

"Oh baiklah, ikuti aku saja, Kak." Lily berjalan terlebih dahulu. Namun, Gavin tetap memegang tangan Lily dan berjalan beriringan dengan wanita itu.

Sesampainya di depan kamar Lily, wanita itu terdiam sebelum membukanya. Dia bingung untuk apa Gavin mengikutinya karena tidak ada baju Gavin  di kamarnya.

"Kak, kakak tunggu di sini saja. Aku mengganti baju sebentar saja," ucap Lily pada pria di sampingnya.

"Bajuku sudah disiapkan di kamarmu. Ayo kita masuk." Gavin membuka pintu kamar Lily, dia bersikap seolah Gavin yang memiliki kamar tersebut.

Lily mengikuti langkah Gavin yang tanpa izin menerobos masuk kamar pribadinya. Dengan canggung, dia menuju ruang ganti di kamarnya. Baru kali ini dia membawa pria memasuki kamarnya.

"Aku mengganti baju duluan ya, Kak," ucap Lily dengan pelan. Gavin hanya menganggukkan kepalanya. Dia melihat baju yang telah disiapkan asistennya di atas ranjang Lily.

Gavin menunggu lama, tetapi Lily belum keluar juga. Dia jadi mengkhawatirkan keadaan istrinya. Gavin menuju ruang ganti di sudut kamar tidur Lily.

"Ly, kamu baik-baik saja. Kenapa lama sekali di dalam." Gavin mengatakannya sambil mengetuk pintu ruang ganti.

"Ehmm..,  Kak." Lily membuka pintu lalu kepalanya muncul sedikit di sudut pintu.

"Ada apa?" tanya Gavin penasaran.

"Tolong bukakan kancing gaunku." Lily mengatakannya dengan malu. Wajahnya memerah, dari tadi dia mencoba membuka kancing baju yang berada di punggungnya tetapi tidak bisa.

Lily mempersilahkan Gavin masuk ke ruang ganti. Dengan cepat Gavin membuka kancing di belakang gaun Lily. Terlihat bahu Lily yang mulus, kulit putihnya membuat Gavin ingin menyentuhnya. Namun, pria itu masih menahan dirinya.

"Sudah. Ehm, aku tunggu di luar." Dada Gavin bergetar melihat hal tersebut.

Gavin pergi keluar dan menutup pintu ruang ganti. Dia takut tidak dapat menahan dirinya dan menyerang Lily saat ini juga. Rencana bulan madunya bisa berantakan kalau dia melakukannya di kamar tidur Lily. Setelah Lily selesai mengganti baju dengan sebuah dress yang casual, Gavin mengganti bajunya.

Mereka berdua keluar dari kamar Lily. Gavin menggenggam tangan Lily. Koper mereka sudah disiapkan oleh pelayan. Gavin dan Lily berpamitan pada kedua orang tua mereka. Thalita memeluk Lily, dia tersenyum melepas kepergian putrinya yang akan berbulan madu dengan suaminya.

"Berbahagialah, Sayang. Kamu bisa menghubungi Mama bila terjadi sesuatu. Mama menyayangimu." Lily menitikkan kembali air matanya saat mendengar perkataan mamanya. Damian menepuk pelan bahu Lily dan tersenyum.

Kali ini, Lily dipeluk oleh Laura — ibu  mertuanya. Wanita paruh baya itu tersenyum melihat menantunya. Wanita yang telah dipilih secara tidak langsung oleh Gavin.

"Terima kasih telah menerima pernikahan ini, sayang. Mama berjanji Gavin akan membahagiakanmu." Laura mengatakannya dengan lembut. Lily tersenyum lega mendengar perkataan mertuanya. Eiden mengusap pelan kepala Lily, tetapi Gavin dengan cepat menepisnya.

"Kamu ini apa-apaan, Gav. Papa hanya mengusap pelan kepala menantu cantik Papa. Jangan cemburu berlebihan," ucap Eiden terkekeh melihat tingkah putranya. Dia sengaja melakukannya untuk melihat reaksi Gavin.

"Lily milikku. Jangan terlalu lama mengusap kepalanya." Perkataan Gavin membuat wajah Lily kembali memerah. Sudah beberapa kali pria tersebut membuat Lily malu dengan perkataan dan tindakannya hari ini.

"Ayo kita pergi." Gavin kembali menggandeng Lily menuju mobil yang telah disiapkan.

Gavin menyetir menuju bandara tempat jet pribadinya berada. Sepanjang perjalanan keheningan melanda di antara mereka. Lily mencoba mencairkan suasana dengan membuka suara.

"Kak, kita akan pergi bulan madu ke mana?" tanya Lily dengan penasaran.

"Kita akan ke sebuah pulau pribadi milik keluarga Wilson. Kamu pasti akan menyukai tempat itu," ucap Gavin menjawab pertanyaan istrinya.

"Hmm, Kak Gavin, boleh aku bertanya? Apa kamu baik-baik saja ditinggalkan oleh Kak Rose?" Lily tahu dia membicarakan hal yang sensitif. Namun, dia tetap menanyakan hal tersebut.

"Kamu tidak pernah tahu betapa leganya hatiku mendengar Rose pergi bersama kekasihnya. Hari ini adalah hari  terbaik untukku." Gavin mengungkapkan apa yang dirasakannya pada Lily tentang pernikahan mereka.

"Hari terbaik? Apa maksudmu, Kak?" Lily masih penasaran dengan hal yang diucapkan Gavin.

"Menikahimu adalah hal terbaik yang pernah aku lakukan karena dari awal aku sudah menginginkanmu." Lily terkejut mendengar pernyataan Gavin.

"Kakak menginginkanku?" tanya Lily keheranan.

"Ya, aku menginginkanmu menjadi istriku," ucap Gavin yang bagi Lily seperti sebuah pernyataan cinta.

***

Bersambung....

Pengantin Pengganti [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang