Kedua mata itu belum sepenuhnya terbuka karena rasanya amat berat untuk dilakukan, namun kedua telinganya lugas menangkap segala kebisingan yang dapat dilahapnya.
Suara mesin kendaraan yang menderu hadir bersamaan dengan klakson yang kini terdengar seperti alarm pagi menyebalkan sebelum jam enam.
Samar-samar, suara bising barusan menganggunya. Kemudian matanya membuka perlahan. Mata itu menyipit, memproses apa yang sedang terjadi.
Lagi di mana ini?
Agga mengucek kembali kedua matanya, memastikan apa yang ia lihat harusnya semakin jelas.
Di dalam mobil yang kaca jendelanya terbuka beberapa sentimeter ini, Agga kebingungan akan apa yang sedang terjadi. ia tak ingat sebelumnya sedang dalam perjalanan menggunakan mobil. Apalagi dengan setelan yang cukup "dewasa" itu.
Butuh beberapa menit untuknya memahami apa yang terjadi, hingga ketika ia melihat wajahnya di cermin, degup jantungnya mengencang bukan main.
"Anjir... mukaku kenapa?"
Gumaman di benak itu seperti gemuruh yang mengejutkan kumulan awan.Pada pantulan cermin itu, tampak sesosok wanita yang usianya cukup matang, dengan alis rapi sebagai hiasan yang tentu membuat wajah itu tampak menawan. Di samping itu, bibir pemanahnya diwarna ringan dengan kemudaan merah sehingga membuatnya tampak manis bahkan sebelum dirasa.
Belum lagi, kulit halusnya yang meskipun bukan cerah seperti standar kebanyakan orang di negara ini, namun boleh disandingkan dengan kulit-kulit cerah mereka yang memuja putih sebagai warna tiap orang.
Namun, bukanlah keelokan pemandangan yang baru terlihatlah yang membuat Agga terkejut, melainkan fakta bahwa yang baru ia lihat bukanlah wajahnya.
Ralat, lebih tepatnya bukan wajah yang ia miliki selama ini. Ia perhatikan lamat-lamat wajah yang memantul di cermin itu, ia yakini bahwa yang sedang melekat di kepala bagian depannya ini jelas bukan miliknya.
Ia menyadari kulitnya tidak sehalus itu, dan juga apa yang memoles bibirnya juga membuat geli. Lipstick glowing yang terasa agak lengket ketika kedua katup bibirnya menempel. Masih dengan kebingungan yang menggantung tepat di dahinya, ia mengusap-usap wajah itu. Memastikan bahwa cermin di depannya bukanlah cermin ajaib di cerita putri tidur.
"Anjir!" ia kembali memaki.
Usapan tangan ke wajahnya makin keras. Diikuti dengan itu, bibirnya terus memaki sambil berharap bahwa apa yang terjadi tidaklah benar terjadi.
Kala jam pasir terus mengucur melewati sisi tersempit tabungnya, begitu juga dengan degup jantung dalam dadanya. Butir-butir keringatnya berjatuhan bersamaan dengan kepanikan yang mulai menguasai dirinya.
Apa yang terjadi? Pertanyaan sejenis yang jumlahnya makin bertambah tiap detiknya menambah sesak interior mobil ini. Kerah baju itu sudah berantakan karena beberapa tarikan yang dilakukan oleh Agga.
Ia sumuk, seperti seorang yang hendak ikut pertandingan. Gugup tak beraturan, yang sebentar lagi tampaknya akan linglung.
Tiba-tiba, ia dikagetkan oleh pintu mobil yang membuka di sisi lain. Belum lagi keterkejutannya landai, jantung makin terasa hendak copot ketika seorang pria nongol memasuki mobil. Dengan santai pria itu tersenyum dan membawa kantongan plastik yang ntah apa isinya.
Dengan senyum yang sejujurnya cukup manis, pria itu berkata, "Udah bangun... capek banget kamu, ya."
Agga yang mendengar kata-kata barusan makin terbelalak.
Ini gila!!!
Itulah yang terus-terusan meletus dalam dirinya. Pikirannya kacau dan takkan mungkin dapat berpikir rasional akan apa yang sedang terjadi. Tanpa pikir panjang, tangannya meraba pintu di sebelahnya. Mencari pegas yang dapat membuka pintu mobil ini. Mobil yang saat ini ia rasakan seperti sebuah penjara yang mengerikan.
Pintu terbuka. Segera ia keluar dari mobil dengan kaki yang tersandung hingga terjatuhlah ia tepat kala pintu membuka.
"Sayang...! Kamu kenapa?" Pria itu bingung melihat apa yang terjadi pada Agga. Buru-buru ia membuka pintu, ikut keluar.
Yang baru tersandung bukannya berhenti, ia malah tampak makin beringas. Dirinya seperti dikejar setan yang jika dipikir-pikir apa yang sedang terjadi sekarang lebih menyeramkan dari melihat setan. Agga langsung bangkit dan berlari menjauhi mobil namun apa yang dilihatnya cukup mengejutkan.
Pemandangan kota ini. Angin berembus tanpa isyarat yang dengan cepat mengisir kulit terbukanya. Kepalanya mendongak, melihat sekeliling yang kini terasa begitu asing. Di benaknya terpikir sebuah tempat yang seing ia lewati. Sebuah jalanan sibuk tepat di sebelah taman kota.
Bersamaan dengan dugaannya, padangannya memutar memperhatikan sekeliling. Degup jantungnya melambat, kemudian berusaha mencerna tempat apa ini.
Dalam beberapa detiknya, panggilan dan sentuhan pria yang bersamanya tak terasa sedikitpun. Telinganya serasa bisu, dan kulitnya membeku tak merasakan apa yang menyentuh.
Sebuah distrakasi. Gangguan yang semena-mena mengambil alih pikirannya. Agga kini sudah benar-benar yakin bahwa tempat ini adalah jalanan yang biasa ia lewati kala pergi sekolah atau jalan ke Mall. Namun, apa yang kini dilihatnya menjadi sebuah pertanyaan besar.
Gedung-gedung asing yang menjulang tinggi sebelumnya tidak pernah ada dan apa yang terjadi dengan pohon-pohon di sekeliling taman? Mereka tampak lebih besar dengan tambahan berbagai jenis pohon hias di trotoarnya.
Tunggu! Trotoarnya juga tampak sangat berbeda, sangat indah dan modern dengan beberapa kursi yang agaknya nyaman diduduki sembari menunggu angkot.
Dilihatnya jalanan di belakangnya, mobil-mobil dengan berbagai merek hilir mudik dan sesekali mengklakson pengendara di depan mereka.
Dilihatnya kembali gedung-gedung itu, kenapa jalanan ini kini tertutup gedung? Ini seperti kota Newyork yang kadang ia lihat melalui televisi. Ini menakjubkan.
Begitupun, rasa kagumnya dengan cepat berubah menjadi sebuah ketakutan. Degupnya kembali hadir dan kini terasa lebih kencang. Ia tersadara akan satu hal.
Semua perbedaan ini, memberitahunya bahwa dirinya tidak sedang berada di tempatnya biasa lewat. Jalanan ini, kota ini, keadaan ini bukanlah keadaan yang seharusnya ia lalui. Ia tersesat.
Sontak, Agga beteriak sekencang mungkin. Yang membuat orang-orang sekitar menoleh padanya.
Melewati beberapa detik waktu yang ia habiskan untuk beteriak, Agga menyerah. Tubuhnya melemah dan tengkuknya lemas. Ia pingsan.

KAMU SEDANG MEMBACA
KOMA
FantasyReagga yang tiba-tiba kehilangan memori beberapa tahun hidupnya. Kenangannya terhenti di masa SMA dan kembali lagi saat usia 24.