4. Sebab Nanti Kau Akan Hilang Arah

685 101 28
                                    

Note : Cerita ini menggandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca. Tidak untuk diterapkan di dunia nyata!
Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment.

Enjoy and Happy Reading.
.
.
.

Yang Pandai Menyembunyikan itu Haidar.”

~
|Yang tahu bukan hanya kamu, yang terluka bukan hanya kamu, tapi kenapa yang egois hanya kamu?|

_

Kai mendorong pelan pintu kamar yang tepat ada di depan kamarnya, kamar Haidar dan Naka.

Di rumah yang cukup sederhana ini, ada tiga dari empat kamar yang digunakan sebagai tempat tidur, sedangkan satu kamar yang semula kosong di gunakan untuk melakukan salat bersama.

Pernah, dulu Haidar meminta kamar sendiri, menempati kamar kosong agar terpisah dari Nakala, namun hal tak terduga terjadi, iyap, Naka tantrum berat sampai demam.

Mengatakan Haidar tak sayang dia, bahkan sampai berkata pada Kai kalau sebenarnya Haidar akan melakukan hal macam-macam jika dipisah darinya.

Alhasil, dengan segala ketidakterimaan, Haidar tetap satu kamar dengan Nakala, dan menjadikan Kai satu-satunya yang memiliki kamar sendiri.

“Rapi” ujar lirih Kai pertama kali.

Kai tertawa sejenak, lalu tiba-tiba terdiam, “Duh, gue gak gilaa kan? Serem banget tiba-tiba ketawa”

Manik manisnya menatap lamat foto Haidar dan Naka, sepertinya foto hasil jepretan Naka, terlihat dari sudut khas ysng pasti terlihat sempurna.

Ingatannya tiba-tiba menerawang, pada semua hal yang terjadi, pada segala sesuatu yang sudah berjalan sejauh ini.

Sampai pikiran tak tau darimana datang, Kai melirih, “Ayah, kira-kira nyusul Mava pulang kesini gak ya?”

Dan detik itu juga, Kai memilih beranjak menutup pintu kamar kedua adiknya, ia ingin merebahkan diri di kasur yang ada, entah kenapa, Kai ingin sebuah pelukan, namun, apakah bisa? Apakah boleh? Apakah ia berhak?

“Nanti malem,”

“Nanti malem, gue harus jelasin ke adek tentang semuanya.”

Kai memutuskan untuk membuka semuanya, Kai, takut kehilangan arah. Kai sudah terlalu lelah.

•••

“Gak usah kaget gitu kali, gue udah tau semuanya kok” ujar Haidar, mengembalikan fokus Mava yang terpecah sedari tadi.

“H-ha?”

Haidar memasukan ciki yang ia pegang kedalam mulut Mava yang terbuka, “Hah heh hah heh, tuh makan ciki”

Mava mengunyah pelan ciki tersebut, sembari matanya menatap dalam Haidar, ia jadi berpikir, sedalam apa Haidar bahagia? Sedalam apa Haidar terluka? Dan sejauh mana Haidar pandai bersembunyi juga menyembunyikan?

“Lo?” Mava menjeda sejenak, menunggu Haidar yang kini perlahan juga menatapnya.

“Sejak kapan, anjir?”

“Ya, sejak ayah mutusin pergi dari rumah. Gue denger semuanya malem itu,” Haidar berucap, tak lama ia memutus kontak mata dengan Mava, sahabat kecilnya, atau mungkin sekarang kita sebut sebagai saudara tirinya?

Laksamana - "Di Ambang Karam"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang