Prologue

1.9K 107 1
                                    

"Aku selingkuh karena kamu mandul, Zemira. Kamu ga berguna."

"Kelebihan Vallen? Dia lebih baik dari kamu, Zemira. Dia lebih cantik. Dia bisa rawat diri. Ga kayak kamu. Kamu udah dekil, mandul pula."

"Aku nyesel nikah sama kamu, Zemira. Kamu cuma pembawa sial."

"Mulai hari, ga usah masak. Kamu ga inget? Terakhir kali Vallen makan makanan yang kamu buat, dia sakit."

"Kamu nyalahin aku? Harusnya kamu salahin diri kamu sendiri, Zemira. Sadar diri. Aku ngelakuin hal ini karena kamu ga berguna."

"Mulai hari ini, kita pisah kamar. Aku tidur sama Vallen. Jangan ganggu kita."

"Jadi apa yang kamu mau Zemira? Tetap bertahan atau cerai? Pilih salah satu. Apapun pilihan kamu, bukan masalah buat aku."

Satu persatu ingatan pahit muncul sekilas dalam ingatan Azra. Ucapan-ucapan jahat yang ia katakan pada wanita yang sudah bertahun-tahun menemaninya---membuat dadanya sesak. Rasa bersalah dan penyesalan jelas tertimbun di dalam hatinya.

Jelas-jelas, ia sudah berjanji kepada Zemira---bahwa ia akan bersama dirinya bagaimanapun kondisinya. Namun, janjinya ia ingkari dengan cara yang sekejam-kejamnya.

Azra berselingkuh dengan Vallen, sekretarisnya di kantor. Keduanya seringkali berhubungan badan di luar nikah, dan itupun tanpa sepengetahuan Zemira.

Azra sangat bahagia kala mendengar kabar bahwa Vallen hamil dan segera memutuskan untuk menjadikannya istri kedua.

Zemira yang diberitahukan mengenai kabar---yang menurutnya buruk itu pun lantas mengamuk. Rasa kecewa, sedih, dan marah bercampur aduk. Rasanya sangat memuakkan.

"Dengan atau tanpa setuju kamu, aku bakal tetep nikah sama Vallen. Jadi kamu terima aja, Zemira," ujar Azra kala itu.

Beberapa hari kemudian, Azra menikah dengan Vallen. Namun, baru sehari ketiganya tinggal bersama, serangkaian masalah sudah terjadi. Dan tentu saja, Vallen yang merencanakan hal tersebut. Ia menjebak Zemira seolah-olah dialah penjahatnya.

Hal ini tentu saja memicu amarah Azra. Pria itu dengan tega memukul istri pertamanya, kemudian mengurungnya di dalam kamar tanpa memberinya makan seharian. Tak hanya itu, Azra mulai berani menyakiti fisik Zemira. Zemira yang dulu sangat ia sayangi. Zemira yang dulu ia perlakuan bagaikan berlian. Namun naas, kini perlakuan lembut itu raib, bagaikan direnggut oleh sesuatu yang tak kasat mata. Kini, Azra yang dulu Zemira kenal telah berubah. Dan selama dua tahun, wanita itu menerima perlakuan keji suaminya.

Perlakuan keji Azra berakhir ketika pria itu berhasil membongkar perselingkuhan yang Vallen perbuat, sekaligus membongkar kenyataan pahit bahwa dirinyalah yang mandul dan anak yang Vallen lahirkan bukanlah darah dagingnya.

Terpukul, Azra merasakan amarah yang sangat amat besar untuk Vallen. Setelah menceraikan wanita itu, ia kembali bersama Zemira---Zemira yang setiap hari hanya dapat tertidur di atas ranjang rumah sakit dengan infus di tangannya.

Wanita itu kini kurus sekali, hanya terlihat tulang dan kulit. Saat diberi makanan, ia akan menggeleng, menolak. Tidak nafsu katanya.

"Sayang... Kamu harus makan, nanti tambah sakit..." lirih Azra. Hatinya berdenyut. Ia tidak tega melihat kondisi Zemira saat ini.

Zemira menggelengkan kepalanya. Tersenyum pahit, ia berkata, "Kalaupun aku makan, ga akan bisa nyembuhin rasa sakit di sini, Azra." Zemira menunjuk ke arah dadanya, ke arah hatinya yang telah hancur berkeping-keping, tidak berbentuk lagi.

Azra menundukkan kepalanya. Selintas kata "maaf" terdengar oleh indra pendengaran Zemira.

"Kata 'maaf' ga bisa ubah masa lalu, Azra," ujar Zemira. Suaranya terdengar sangat lemah. "Kalaupun aku mati, kamu juga ga akan peduli. Kamu bisa cari perempuan lain yang mau sama kamu."

Kaukritya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang