Bab 9: Salah Akun

410 33 2
                                    

"Gue dari kemaren pengen banget ke sini," ungkap Zemira yang sebenarnya hanya berbasa-basi.

"Iya 'kah? Wah, jangan-jangan kita jodoh?" balas Erlangga dengan senyum manisnya.

Sedari tadi, sembari menunggu pesanan datang, Erlangga hanya menatap wajah Zemira. Tatapannya dalam, seakan dapat menusuk jiwa. Ia menatap Zemira seolah-olah takut gadis itu akan meninggalkannya.

"Eumm... Hahahaha... Bisa gitu ya?" Zemira memegang tengkuknya seraya tertawa canggung.

"Kalau beneran jodoh gimana?" tanya Erlangga.

"Hah?" Zemira membulatkan matanya, tidak percaya akan apa yang Erlangga baru saja katakan.

"Kalau kita beneran jodoh gimana? Lo seneng ga?" tanya Erlangga lagi. Tangannya gatal, ia ingin sekali memegang tangan perempuan yang berada di hadapannya itu.

"Lo ngomong apaan dah? Mabok?" ujar Zemira, balik bertanya. Tangannya, tanpa ia sadari, memegang dahi Erlangga. "Lo sakit?"

"Ga. Bukan apa-apa. Lupain aja. Kayaknya gue kecapean, makanya bilang hal ga jelas. Maaf." Sadar akan apa yang ia ucapkan, Erlangga segera membenamkan wajahnya di atas meja dengan tangannya sebagai alas. "Maaf, maaf, maaf, maaf, maaf," gumamnya.

Zemira tertawa renyah. "Kenapa lo minta maaf? Sumpah, Ngga. Hari ini lo aneh banget. Salah minum obat? Atau lo belum minum obat?"

Erlangga menggelengkan kepalanya. "Engga. Gue ga sakit," sanggahnya.

"Terus lo kenapa?" tanya Zemira sekali lagi.

"Tadi 'kan gue udah bilang ke lo wahai Zemira Kalila. Gue kecapean," jawab Erlangga yang mulai jengah dengan pertanyaan Zemira. Namun, wajahnya memerah. Di dalam benaknya ia senang karena Zemira terus menanyakan kondisinya.

"Capek mukulin Azra?"

"Capek nungguin hal yang ga pasti."

Jawaban Erlangga membuat tawa Zemira semakin keras. Bahkan, beberapa pelanggan lain melirik ke arahnya.

"Seorang Erlangga bisa menunggu sesuatu? Kira-kira nunggu apa? Nunggu geng lawan tumbang? Atau nunggu dirinya punya banyak pacar?"

Erlangga mendongakkan kepalanya. Wajahnya terlihat sebal. Setelah mendengus, ia berkata, "Pertama, gue manusia biasa, and of course, gue bisa nunggu sesuatu. Yang kedua, iya, gue nunggu geng lawan tumbang, biar anak The Ghostly Dire ga ada yang bonyok lagi. Yang ketiga, gue ga mau punya banyak pacar. Gue ini orangnya setia tau ga? Yang keempat, gue nunggu seseorang buat bales perasaannya ke gue."

Setelah penjelasan panjang lebar yang Erlangga berikan, Zemira terdiam, namun ia masih tersenyum, menyengir lebih tepatnya. Saat gadis itu hendak mengucapkan sesuatu, makanan yang mereka pesan akhirnya tiba.

Zemira memesan roti lapis ekstra saus dan jus jeruk favoritnya. Sedangkan Erlangga memesan kopi dan beberapa gorengan.

"Bapak-bapak abiez," celetuk Zemira saat melihat makanan yang dipesan oleh Erlangga.

Erlangga tertawa pelan. "Iya, nanti kalau kita udah nikah, lo bakal bikin sekaligus liat gue makan ini tiap hari," balas Erlangga.

"Ck. Ngada-ngada lagi. Beneran belum minum obat ini mah." Zemira memutar bola matanya dengan malas, kemudian menggigit roti lapis yang beberapa detik lalu sudah berada di genggamannya.

"Gue serius kali ini," ucap Erlangga. Berbeda dengan Zemira, ia belum menyentuh makanannya sama sekali. "Zemira, gue suka sama lo. Terserah lo bales perasaan gue atau engga. Yah, walaupun begitu, jujur aja, gue masih nunggu lo buat suka balik sama gue. Apalagi setelah gue tau kalau lo putus sama Azra, gue seneng banget." Erlangga berkata disertai dengan senyum tulusnya. "Gue ga akan ulangin kesalahan yang sama, Zemira," gumamnya kemudian.

Kaukritya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang