Bab 10: Masalah

442 32 1
                                    

Postingan yang Erlangga unggah sepertinya belum sampai pada telinga Willy. Hal itu dapat dibuktikan dengan suasana hangat---yang seperti biasanya di ruang makan pagi hari ini.

Zemira berulang kali menghela napasnya. Ia merasa sedikit khawatir. Untungnya semalam, ia meminta Erlangga untuk menghapus postingan tersebut.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Greta. "Sarapannya jangan dimainin dong. Ayo dimakan," ujarnya, menyuruh putri semata wayangnya agar tidak memainkan makanan.

"Hmmm..." balas Zemira. Ia lemas. Hal itu dikarenakan Erlangga. Karenanya dia tidak bisa tidur semalaman, takut jikalau ayahnya mengetahui hal tersebut.

"Kamu kenapa hari ini? Ga enak badan? Kalau ga enak badan, izin aja. Jangan dipaksa. Takutnya di sekolah tambah parah," usul sang ayah yang tampak khawatir. "Wajah kamu pucat loh," tambahnya.

"Aku gapapa. Cuma pusing dikit," kata Zemira seraya tersenyum tipis.

"Yakin?" tanya Greta. Tangannya dengan lembut memegang dahi sang putri. "Suhu kamu normal. Mungkin cuma ga enak badan atau kecapean. Tapi kalau dibiarin bakal tambah parah. Izin aja ya, Nak?" ungkap sang ibu. Walaupun disembunyikan, ekspresi khawatirnya terlihat dengan jelas.

Zemira terkekeh pelan. Ia menggeleng. "Aku gapapa. Nanti kalau aku ga kuat, aku bakal izin pulang kok. Sayang banget aku ga ke sekolah hari ini cuma karena sakit. Aku ga mau ketinggalan pelajaran."

"Ya udah. Tapi kalau kamu ga kuat, pulang aja, ya?" ujar Willy yang dibalas anggukan kecil oleh Zemira.

***

Bisikan-bisikan terdengar oleh para penggosip. Bahkan yang tak hobi bergosip pun turut penasaran akan apa yang terjadi.

Saat ini, di depan ruang kelas Erlangga, Zemira berdiri di ambang pintu, menunggu Erlangga untuk menghampirinya.

"Ngga, tuh liat! Ada ayang bebeb," seru Cello, menggoda Erlangga.

Erlangga hanya terdiam. Masih dalam posisi membenamkan wajahnya di atas meja, ia enggan untuk berdiri dan menghampiri Zemira.

"Ihh, entar ayang bebeb kamu marah loh," ujar Cello.

Bukannya berdiri, Erlangga justru menggeleng cepat. Demi Tuhan, jika ia mendongak ataupun berdiri dan memperlihatkan wajahnya yang semerah tomat, apa kata orang nanti?

Saat ini, Erlangga tengah mengatur deru napas serta detak jantungnya. Ia tersipu malu, seperti seorang gadis yang baru saja dilamar oleh pangeran tampan.

Zemira yang melihat keterdiaman Erlangga pun memutuskan untuk menghampirinya. Seketika, sorak-sorai pun terdengar.

Erlangga panik. Ia malu. Ia pikir, harusnya dia saja yang menghampiri Zemira.

"Ngga, kita pergi yuk?" ajak Zemira dengan suara setengah berbisik, tepat di sebelah telinga Erlangga. Bahkan, perempuan itu dengan pelan menggoyang-goyangkan bahunya.

Erlangga menarik napas dalam-dalam, dan beberapa detik kemudian menghembuskannya. Kepalanya perlahan mendongak, menatap Zemira yang tersenyum manis padanya.

"CIEEEEEE!" teriak Cello---yang entah mengapa justru heboh sendiri.

Akibat teriakan Cello, seisi kelas turut bersorak, bahkan siswa-siswi yang berada di luar kelas pun ikut bersorak.

Kaukritya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang